Sunday, 29 November 2020

Tokoh Sosiologi Indonesia Arief Budiman

Raisya Rezki Cahyani


Soe Hok Jin atau yang dikenal dengan nama Arief Budiman adalah aktivis, sosiolog, penulis dan intelektual publik, yang berjasa mengenalkan pemikiran kritis di masa Orde Baru. Beliau merupakan seorang aktivis demonstran Angkatan '66 bersama dengan adiknya, Soe Hok Gie ketika ia masih menjadi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta. Ia merupakan penanam benih perlawanan terhadap penindasan rezim Orde Baru dengan memperkenalkan ide-ide radikal kepada para siswa, pertama di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan kemudian melalui bukunya Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Teori Pembangunan Dunia Ketiga). Salah satu kiprahnya yang paling dikenal adalah menyerukan Golput “Golongan Putih” bersama intelektual dan pemikir liberal yang menolak Pemilu 1971. Pemilihan umum ini pertama kali digelar pemerintahan Orde Baru dengan partai Golkar sebagai mesin politik Soeharto yang menang mutlak.[1]

Kakak Sok Hok Gie ini lahir Jakarta pada tanggal 3 Januari 1941. Ia adalah putra ketiga  dari Soe Lie Piet (Salam Sutrawan) seorang wartawan dan penulis keturunan Tionghoa. Ia lulus Sekolah dasar tahun 1955, Sekolah Menengah Pertama tahun 1958, dan pada 1961 lulus SMA Kanisus Jakarta. Setelah itu ia melanjutkan studi di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan lulus tahun 1968. Sejak mahasiswa ia telah aktif di berbagai kegiatan, antaralain menulis di Star weekly, Indonesia Raya, Sinar Harapan, Kompas, Tempo, dan sebagainya. Saat menjadi mahasiswa ia pernah mengungkap korupsi Ibnu Sutowo, Direktur Pertamina. Ia juga dikenal membuat gerakan anti pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Selama masa ini ia dikenal sebagai demonstran anti Soeharto. Sejak mahasiswa Arief sudah aktif dalam kancah politik Indonesia, Tahun 1966 hingga 1972 ia menjadi redaksi majalah Horison dan ikut menandatangani manifesto kebudayaan. Pada 1968 hingga 1971 ia kemudian menjadi wakil ketua IKJ dan anggota BSF. Setelah kelulusannya Ia mendapat beasiswa dari fulbright untuk belajar sosiologi di Harvard University dan memperoleh gelar ph.D disana dan disertasi the Mobilization and state  strategy in the democratic Transition, The Casr off Allande's Chile.

Perjalanan karir yang pernah ia geluti semasa hidupnya antaralain pernah bekerja sebagai staff Association for cultural freedom, Paris tahun 1973. Pernah menjadi asisten peneliti Advanced studies Princeton University, Amerika Serikat tahun 1977-1978. Menjadi staf pengajar di University of California di Santa Cruz tahun 1978-1981. Pernah menjadi staf pengajar UK Satya Wacana di Salatiga, Jawa Tengah tahun 1981-1894 hingga ia dikeluarkan setelah terjadinya konflik internal. Sejak 1997 ia menjadi guru besar di Universitas Melbourne Australia di bidang ilmu ekonomi dan politik.[2]

             Pada masa Orde Baru tepatnya 1970, masa itu mulai dijadikan sarang untuk menangguk keuntungan pribadi oleh para akademisi dan tentara dengan jalan pemerintahan yang non-demokratis. Arief Budiman dan kawan-kawannya mantan demonstran 1966 menjadi gerah akan situasi tersebut. Arief menggagaskan gerakan “Mahasiswa Menggugat”, mereka melakukan perjalanan panjang dari Kampus Universitas Indonesia di Salemba hingga Lapangan Banteng yang jaraknya hampir 29 Km. Para demonstran membagikan selebaran berisi kecaman terhadap perselingkuhan antara  para jenderal dengan para profesor di sepanjang jalan mereka dalam menyuarakan aksi.

            Setelah aksi Arief dan rekan itu, agen-agen Opsus (Operasi Khusus) mulai menyusup ke kampus-kampus. Dewan Mahasiswa dikooptasi, dan para aktivis mahasiswa bersuara keras mulai dieliminasi. Situasi tersebut menjadikan Arief dan kawan-kawannya kecewa. Arieh dan kawan-kawannya kemudian mendirikan Balai Budaya sebagai wadah untuk tetap terus bersuara keras terhadap segala penyelewengan cita-cita semula Orde Baru. Sejarah mencatat, Arief terlibat dalam berbagai gerakan oposisi. Dia menjadi pelakon utama dalam aksi menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Juga dalam gerakan Golongan Putih “Golput” yang menentang segala macam monopoli politik menjelang Pemilu 1971 yang dilakukan partai Kuning, Arief Budiman adal demonstran yang ada di garis terdepan. Ketika berlangsung  pertandingan sepak bola nasional di Stadion Utama Senayan (Stadion Gelora Bung Karno) yang dihadiri ribuan orang, para aktivis Golongan Putih membentangkan spanduk raksasa berbunyi: “Golput Menjadi Penonton yang Baik”. Pemerintah Orde Baru naik pitam tentunya atas aksi ini. Lewat Ali Moertopo, Asisten Pribadi Presiden Soeharto disebutlah bahwa Golput sebagai gerakan tak ada artinya dengan komentar “Golput itu kentut” yang diujar Ali kepada media.[3]

Seorang Arief Budiman sangat menentang Rezim Tak Lazim ORBA oleh Soeharto dan Anteknya. Hal ini dengan jelas ia gambarkan dalam Buku yang berjudul Zaman Peralihan. Dalam tulisannya tersirat dengan sarkas bahwa pemerintahan pada masa itu memiliki mimpi yang tinggi dengan jalan tanpa solusi. Langsung melakukan perubahan besar tanpa melakukan perubahan kecil berdampak besar yang akhirnya hanya melahirkan kesenjangan saja karena kesukaran sang pemimpin menjadi Macan Kertas Ala Soekarno.

“Pemerintah Soeharto juga punya cita-cita yang tidak kalah besarnya. Soeharto bercita-cita agar masyarakat desa Indonesia (yang merupakan sebagian besar rakyat Indonesia) dapat menikmati hidup yang lebih layak. Jauh lebih mudah membuat sebuah monumen dengan emas di pucuknya, daripada membuat dan memperbaiki 1000 km jalan raya. Jauh lebih mudah membuat universitas di Kalimantan Tengah dari pada membangun 100 buah SD di desa-desa. Usaha-usaha Adam Malik dan kawan-kawan mencari kredit baru, menunda pembayaran utang-utang adalah bagian permulaan daripada usaha besar ini. Tetapi apakah pemuda-pemuda lulusan SMP di Wonosoba menyadari soal ini?”. Dalam kutipan berikut juga tergambar reaksi dari Arief Budiman yang tidak suka akan pemerintahan Soeharto yang terlalu pragmatis “Ambillah contoh soal rule of law. Masyarakat Indonesia telah sangat haus terhadap tertib hukum. Setiap hari kita dengar cerita-cerita tentang oknum-oknum militer yang menampar rakyat biasa, tentang ngebut anak-anak penggede, atau tentang penyelundupan yang dilindungi. Reaksi pertama muak, lalu apatis. Jika Soeharto dan pemerintahnya berhasil menunjukkan, bahwa ada kesungguhan pemerintah dalam menegakkan rule of law, maka dukungan masyarakat akan bertambah terasa”.[4]

            Yang melatar belakangi sikap keras Arief Budiman dalam mengekspresikan dirinya dalam penentangan penyelewengan cita -  cita bangsa masa Orde Baru diperkirakan karena rasa kehilangan yang teramat besar atas kematian Soe Hok Gie adiknya yang meninggal karena menghirup asap beracun dalam pendakian di Gunung Semeru. Sebelum memasuki Universitas kedua kakak beradik ini memiliki hubungan yang cukup renggang, Terang Rudy Badil sahabat Arief Budiman pada tim wartawan Historia Masa Lampau Selalu Aktual. Pada masa-masa di kampus, sebelum kematian Soe Hok Gie, kakak-adik itu mulai memperlihatkan niat untuk memperbaiki hubungan. Walau tak ada penyelesaian maslah bersih seperti sidang-sidang tetapi sejak kegiatan mereka yang aktif dalam berbagai diskusi-diskusi tentang situasi tanah air, Arief dan Soe Hok Gie merasa mereka berdua semakin memiliki kesamaan minat. Hubungan mereka berdua akhirnya membaik. Soe Hok Gie sering berkeluh kesah tentang kehidupan pribadinya kepada Arief abangnya. Begitu juga sebaliknya. Kakak-adik itu bahkan secara sadar tak sadar saling mempengaruhi dalam gerak langkah dan sikap politik mereka masing-masing. Salah satu yang sering disebut Soe Hok Gie adalah mengenai gerakan mahasiswa sebagai kekuatan moral.

Dalam kutipan sebuah surat kepada Boediono, sahabatnya dari Seo Hok Gie  tanggal 5 Maret 1967. Soe Hok Gie pernah mengutip pendapat Arief mengenai ideal-ideal sebuah gerakan mahasiswa. “Boedi…Lu masih ingat karangan kakak gue tentang cowboy yang basmi bandit-bandit di suatu kota? Setelah tugasnya selesai dia pergi begitu saja, tanpa minta balas jasa…Gue mau agar mahasiswa-mahasiswa sekarang juga bermoral seperti cowboy itu…”tulis Soe Hok Gie, diceritakan dalam buku Soe Hok Gie, Sekali Lagi: Buku, Pesta, dan Cinta di Alam. Arief tampaknya banyak terinspirasi oleh Soe Hok Gie. Keputusannya dan jalan pilihannya saat menjadi oposisi (Penentang) Orde Baru seolah meneruskan apa yang dulu sering Ia diskusikan bersama sang adik. Arief berusaha gigih melanjutkan cita – cita sang adik memperjuangkan nasib bangsa.[5]

            Arief Budiman adalah lelaki pemberani. Pada saat yang di perlukan ia menjelma menjadi seribu tanda seru bagi penguasa non-demokratis, bersuara di jalan dan menulis. Bahkan setelah reformasi ia masih terus aktif menruskan aksinya dengan menulis. Sekitar tahun 1960, Arief Budiman sering bergaul dan berbaur dengan kaum sastra di Jakarta. Ia bersama Goenawan Mohamad rajin dolan ke rumah Wiratmo Soekito. Mereka membaca buku dan berdiskusi mengenai sastra, filsafat, politik, sejarah, dan lainnya. Arief Budiman yang pada saat itu memang berstatus sebagai mahasiswa Universitas Indonesia mulai menulis esai-esai dan membuat sketsa. Berkat itu ia memiliki kecakapan dalam menulis, dan mulai menerbitkan buku -  buku kisahnya yang mampu menginspirasi para mahasiswa dalam memperjuangkan dan memperjuangkan nasib bangsa.

            Buku karangan dari Arief Budiman sangat banyak, diantaranya Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan (skripsi sarjana psikologi UI-Pustaka Jaya, 1976), Perdebatan Sastra Kontekstual (editor Ariel Heryanto; memuat tulisan Arief Budiman tentang topik ini tahun 1985), Transmigrasi di Indonesia: Ringkasan Tulisan dan Hasil-Hasil Penelitian (1985), Jalan Demokrasi ke Sosialisme: Pengalaman Chile di Bawah Allende (Desertasi untuk gelar Doktor sosiologi pada Universitas Harvard-1986), Pembagian kerja secara seksual: sebuah pembahasan sosiologis tentang peran wanita di dalam masyarakat (Gramedia, 1982). Beliau juga pernah menerima Penghargaan atas Esainya yang berjudul  "Manusia dan Seni" yang mendapatkan Hadiah Ketiga majalah Sastra pada tahun 1963. Pada Agustus tahun 2006 Arief menerima penghargaan Bakrie Award, acara rutin tahunan yang disponsori oleh keluarga Bakrie dan Freedom Institute untuk bidang penelitian sosial. Salah satu kutipan lugas dari Arief Budiman yang cukup unik yakni "Saya terima penghargaan ini sebagai penghinaan. Saya ini orang kiri yang menolak paradigma modernisasi dan pembangunanisme, tetapi saya malah mendapatkan penghargaan dari orang kanan.", Berasal dari pidatonya saat menerima penghargaan Achmad Bakrie 2006.[6]

                Arief bekerja sebagai dosen di Melbourne University. Dan setelah pensiun Ia kembali pulang ke Salatiga. Pada saat itu ia telah divonis dengan riwayat penyakit parkinson yang mempengaruhi sistem motorik tubuhnya. Dalam masa rehatnya Ia tetap gigih untuk menyimpan memori ingatannya akan peristiwa – peristiwa yang dialaminya yang belum sempat ia tulis sendiri. Arief bekerja sama dengan penulis dan wartawan untuk menerbitkan buku ataupun artikel mengenai kisahnya. Walau begitu tetap saja umur tidak dapat dilawan. Karena usianya yang makin menua ingatannya akan peristiwa-peristiwa tersebut pastinya ikut memudar. Arief juga pernah menolak salah satu penulis yang ingin menjadikannya narasumber dari buku bertemakan gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) karena lupa akan kelengkapan peristiwa tersebut. Hingga kemudian beliau tutup usia di umur 79 tahun pada tanggal 23 April 2020 di Rumah Sakit Ken Saras, Bergas karena penyakitkomplikasi yang dideritanya.

 

Kesimpulan

Arief Budiman adalah aktivis, sosiolog, penulis dan intelektual publik, yang berjasa mengenalkan pemikiran kritis di masa Orde Baru. Arief dengan nama kecil Seo Hok Jin memang dikenal memiliki sikap keras kepada penguasa, tetapi ia juga tak segan memuji tokoh-tokoh yang memiliki sikap dan pandangan yang ia anggap baik dalam memimpin Indonesia walaupun tokoh yang ia puji memiliki beberapa pertentangan pendapat dengannya. Bagi Arief, konflik dilihat sebagai komunikasi mengadu gagasan atau argumen. Sebagai intelektual, Arief terlihat sering menggunakan pemikiran strukturalismenya untuk menggugat kapitalisme Orde Baru. Dengan kakinya ia melintasi jalan-jalan demonstrasi tanpa takut dipenjara atau dimusuhi Soeharto. Dengan tangannya ia menulis keluh, kecewa, dan gerahnya terhadap model pemerintahan yang menyengsarakan bangsa tanpa takut terhadap status bahkan nyawa sebagai taruhannya. Atas sikap berani dan kegigihannya dalam memperjuangkan nasib bangsa, Arief Budiman layak untuk di juluki “Panutan Kaum Demonstran”.          


                                               

[1] Fahri Salam. “Sosiolog  Dr. Arief Budiman Meninggal Dunia”. 23 April. 2020, https://tirto.id/sosiolog-dr-arief-budiman-meninggal-dunia-eQHz. Diakses 27 November 2020

[2]   Drs Sam Setyautama. Tokoh -  Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia . Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta . 2008. Hal 333

[3] Hendi Johari. “Jalan Seorang Arief Budiman”. 23 April 2020, https://historia.id/politik/articles/jalan-seorang-arief-budiman-vqmzy/page/1. Diakses 26 November 2020

[4]   Kuntowijoyo, Stanley. Seo Hok Gie : Zaman Peralihan. Gagas Media. Jakarta. 2005. Hal 90 - 91

[5]   Rudy Badil. Seo Hok Gie, Sekali lagi : Buku, Pesta, dan Cinta di Alam Bangsanya. PT Gramedia. Jakarta. 2009. Hal 342

[6] Wikipedia. Arief Budiman. https://id.wikipedia.org/wiki/Arief_Budiman. Diakses 27 November 2020

 

Daftar Pustaka

Badil, Rudy. 2009. Seo Hok Gie, Sekali lagi : Buku, Pesta, dan Cinta di Alam BangsanyaPT Gramedia. Jakarta.

Fahri Salam. “Sosiolog  Dr. Arief Budiman Meninggal Dunia”. 23 April. 2020, https://tirto.id/sosiolog-dr-arief-budiman-meninggal-dunia-eQHz.

Hendi Johari. “Jalan Seorang Arief Budiman”. 23 April 2020, https://historia.id/politik/articles/jalan-seorang-arief-budiman-vqmzy/page/1.

Kuntowijoyo dan Stanley. 2005. Seo Hok Gie : Zaman Peralihan. Gagas Media. Jakarta.

Setyautama, Sam. 2008. Tokoh -  Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia. Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta.

Wikipedia. “Arief Budiman”. https://id.wikipedia.org/wiki/Arief_Budiman.  Diakses 27 November 2020


Friday, 27 November 2020

MAKANAN KHAS MELAYU

Tedy Kurniawan


Aspek-aspek kehidupan orang Melayu Riau diatur dengan budaya,termasuk juga dengan makanan. Makanan khas Melayu  yaitu makanan yang dapat menunjukkan identitas suku melayu yang diolah dari bahan- bahan yang terdapat di tanah melayu dan dibuat dengan cara khusus dan serta disajikan dengan cara yang unik.Di Melayu Riau terdapat dua jenis makanan yaitu makanan pokok atau berat dan makanan ringan.Berikut berbagai macam makanan khas melayu dan cara pembuatannya: [1]

A.Makanan Pokok atau Berat

   1.Nasi Lemak

            Nasi lemak yaitu beras yang dimasak demgan santan kelapa sehingga memiliki rasa gurih.Nasi lemak banyak ditemukan dirumah makan,warung pinggir jalan,penjaja makanan keliling serta kantin-sekolah sekolah,karena memiliki cita rasa yang gurih dan nikmat nasi lemak banyak disukai oleh semua kalangan dan biasanya dijadikan sebagai sarapan pagi.

            a.Bahan Utama

                        - 1 kg beras putih

                        - ½ liter santan kental

            b.Bahan bumbu

- 125 gr bawang merah, sebagian digiling sebagian digoreng

- 75 gr bawang putih, sebagian digiling sebagian digoreng

- 5 buah kapulaga

- 3 bunga lawang

- 3 buah cengkeh

- Daun salam

- Serai

            c.Bahan pelengkap

                        - Kerupuk                    - Acar

                        - Sambal                      - Telur rebus

                        - Mentimun                 - Sambal ikan teri[2]

            d.cara membuat

1) Cuci bersih beras kemudian tiriskan. Panaskan dandang hingga air mendidih. Kukus beras dalam dandang hingga ½ matang. Angkat

2) Panaskan wajan tambahkan minyak goreng,masukkan daun salam dan serai, tumis hingga wangi, lalu masukkan rempah lainnya, setelah wangi lalu masukkan bawang merah dan bawang putih halus. Tumis sampai matang dan wangi

3) Tambahkan santan, aduk rata. Tambahkan sedikit air agar tidak terlalu kental. Masukkan beras yang telah dikukus ke dalam bumbu. aduk hingga rata

4) Tambahkan bawang merah dan bawang putih goreng dan garam, aduk kembali. Masukkan lagi beras yang telah tercampur bumbu ke dalam dandang. Kukus hingga matang;[3]

            e.Cara penyajian

   Nasi lemak biasa disajikan dengan dibungkus daun pisang kemudian diatasnya diberi sambal atau             pelengkap lainnya.

   2.Nasi Manis

            Nasi manis merupakan makanan khas riau yang berupa nasi pulut yang dimasak dengan gula enau atau gula merah dan santan kelapa dalam satu periuk.Di Riau makanan ini sudah diproduksi dan dijual di supermarket atau toko-toko di pinggir jalan,di masyakat luas nasi manis biasanya dibuat pada momen tertentu seperti menyambut Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha,menyabut bulan Ramadhan dan Muharam serta biasanya juga disajikan pada saat ada kenduri persta perkawinan,upacara akikah,dan acara khatam Al-Qur`an.[4]

            a.Bahan

                        - 1 kg beras pulut putih

                        - ½ gula enau atau gula merah

                        - Santan dari 2 buah kelapa yang diparut

                        - Air secukupnya

            b.Cara Membuatnya

                        1) Cuci beras pulut yang ingin diolah menjadi nasi manis.

2)  Masak beras pulut didalam periuk hingga terasa lunak,lalu dinginkan.

3) Tuangka santan kedalam periuk dan masak hingga mendidih.

4)setelah mendidih tambahkan gula enau atau gula merah dan aduk hingga merata.

5) Masukkan nasi pulut yang sudah didinginkan tadi,aduk sampai merata sambil api mulai dikecilkan.

6) Setelah kurang lebih 45 menit nasi manis siap diangkat.

            c.Cara Penyajian

   Setelah diangkat nasi manis dapat didinginkan diatas daun pisang,talam atau wadah lain-lain.Nasi manis biasanya dipotong-potong kecil berbentuk segitiga,belah ketupat atau segiempat sebelum disajikan.Orang Melayu biasanya membungkus nasi manis didalam upih atau daun pisang serta jika disimpan dengan baik nasi manis dapat bertahan hingga berhari-hari.

B.Makanan Ringan

   1.Asidah

Kue Asidah memiliki tekstur yang lembut dan rasa yang manis perpaduan dari rempah-rempah seperti cengkeh,kayu manis dan daun pandan.Uniknya diatas kue ini ditaburi bawang goreng sehingga saat memakannya menghasilan rasa yang unik dan tak terlupakan saat menyantapnya.Kue ini biasanya dibentuk sesuka hati dan tergantung kreativitas pembuatnya,ada yang berbentuk daun,bunga mawar,serta gunung.

Sejarahnya,konon kue ini merupakan makanan yang disuguhkan hanya untuk para raja-raja di Indragiri.Kue ini juga biasanya hanya muncul saat momen tertentu seperti kenduri adat,tunangan,hari raya keagamaan,syukuran.

Untuk memakan kue asidah memiliki tata cara yang unik yaitu harus dimakan dimulai dari bagian bawahnya,apabila kita memakan dari bagian atasnya terlebih dahulu maka akan dianggap kurang sopan oleh masyarakat setempat.

a.Bahan

            - 2 gelas tepung terigu

- 1 btr telur

- 3 gelas air

- 1 gelas gula pasir

- 2 buah cengkeh & 1 cm kayu manis, tumbuk halus

- 100 gr mentega,cairkan

- 1/2 sdt garam

- 1 lbr daun pandan,tumbuk

- 100 gr bawang merah iris tipis dan digoreng kuning kecoklatan

- 6 sdm minyak goreng utk menggoreng bawang merah

- 1 lembar daun pandan

            b.Cara Membuat

1) Goreng bawang merah yg sdh diiris tipis dgn 6 sdm minyak sampai kuning, tiriskan.

2) Campur minyak sisa menggoreng bawang dgn margarin yg telah dicairkan, aduk rata. Digunakan utk bahan olesan.

3) Ayak tepung terigu lalu masukkan gula pasir, telur yg telah dikocok lepas, garam dan tumbukan cengkeh, kayu manis dan daun pandan. Aduk hingga tercampur rata.

4)Lalu saring adonan ke dalam wajan tambahkan 5 sdm campuran utk bahan olesan td. Nyalakan api gunakan api sedang lalu aduk2 terus hingga mengental dan tidak lengket ditangan.

5) Bentuk sesuai selera, beri olesan margarin yg telah dicampur tadi lalu taburi bawang merah goreng.[5]

            c.Cara Penyajian

Kue Asidah biasa dijaikan diatas piring bersama the atau kopi sebgai teman makannya.

   2.Bolu Kemojo

            Bolu ini bersal dari nama kemboja atau bunga kamboja,karena loyang yang digunakan untuk mencetak bolu berbentuk bunga kamboja.Bolu ini biasanya disajiakan pada saat perayaan acara adat di daerah seperti kenduri,acara pernikahan maupun hari raya,karena memiliki tekstur yang padat dan cenderung seperti kue basah bolu kemoja berbeda dengan cake atau bolu yang lembut.Bolu kemoja biasanya berwarna hijau yang terbuat dari ekstrak daun pandan sehingga memiliki rasa pandan, namun seiring perkembangan zaman bolu kemoja hadir dengan berbagai rasa yang berbeda seperti durian,cokelat,labu,buah naga dan lain-lain.

            Sekarang ini Bolu Kemoja sudah menjadi ikon makanan khas Melayu yang bisa dijadikan buah tangan jika anda berkunjung ke Riau terutama Pekanbaru.selain rasanya yang enak bolu ini juga mudah ditemukan di supermarket atau toko-toko dipinggir jalan.

a.Bahan

- 300 gr margarine atau mentega (dilelehkan)

- 350 gr tepung terigu

- 300 gr gula pasir

- 1 sendok teh vanili bubuk

- 8 butir telur ayam

- 600 ml santan kelapa

- 50 ml air perasa daun suji atau pandan

- 1/2 sendok teh garam halus

            b.Cara Membuat

1) Campurkan telur dengan gula pasir kemudian dikocok sampai tercampur rata dan mengembang Masukkan tepung terigu, vanili bubuk dan garam sambil diaduk rata.

2) Tuang santan kelapa sedikit demi sedikit kemudian tuang margarine atau mentega yang sudah dilelehkan ke dalamnya.

3) Aduk hingga semuanya tercampur rata.

4) Panaskan cetakan/loyang kue bolu kemojo kemudian tuang adonan ke dalamnya.

5)  Panggang dalam oven selama 40-45 menit atau sampai matang.

6)  Kue Bolu Kemojo Riau siap untuk dihidangkan.[6]

c.Cara Penyajian

    Bolu Kemoja biasa  disajikan diatas piring dengan dipotong-potong terlebih dahuludan sebagai teman minum kopi atau teh.

  3.Bolu Berendam

            Disebut Bolu Berendam karena bolu direndam dahulu sebelum dihidangkan sehingga dihidangkan dalam keadaan basah.Bolu ini digemari oleh semua kalangan  baik anak-anak maupun dewasa karena memiliki cita rasa yang manis.

            Bolu Berendam pada awalnya adalah kue khas yang berasal dari Rengat,Ibu Kota Indragiri Hulu.Namun saat ini sudah menyebera ke wilayah lain.Menurut riwat Bolu Berendam merupakan kue kesukaan raja-raja Indragiri pada zaman dahulu.Dalam pembuatannya bolu ini terkenal denagn nuansa mistisnya karena ada pantangan yang harus diikuti,seperti tidak boleh menggunakan tenaga listrik,karena kalau menggunakan tenaga listrik telurnya mengembang namun ketika dikukus bolunya padat.

            Bolu Berendam biasanya hanya bisa dijumpai ketika hari-hari perayaan seperti hari raya Idul Fitri atau Idul Adha dan pesta pernikahan.Adapun kuah yang digunakan pada Bolu Berendam bukan sembarang kuah,melainkan terbuat dari larutan gula merah atau enau yang diberi cengkeh,kayu manis dan adas,sehinnga memberikan rasa manis yang disukai oleh semua kalangan.Meskipun disajikan berkuah Bolu Berendam tidak  tidak akan hancur dan teksturnya akan tetap padat.Hal inilah yang menjadi ciri khas dari Bolu Berendam.[7]

            Bahan baku Bolu Berendam berbeda dengan bahan baku bolu pada umumnya.Bolu berendam hanya memerlukan sedikit tepung dan selebihnya gula dan telur.Bolu Berendam dicetak dalam cetakan atau loyang yang kecil yang terbuat dari kuningan berbentuk bunga dan buah manggis.

a.Bahan

                        - ¼ kg gula pasir

                        - 1 kg mentega atau margarin yang dicairkan

                        - Sedikit tepung terigu

                        - 500 ml santan kelapa

                        - Gula merah secukupnya

            b.Cara Membuat

                        1) Campurkan gula,mentega dan telur hingga merata.

                        2) Tambahkan santan dan teping aduk hingga merata.

3) Lalu masukkan adonan kedalam cetakan yang sudah diolesi dengan mentega dan tepung agar tidak lengket.

4) Kukus sampai matang.[8]

            c.Cara Penyajian

Setelah matang bolu drendam dalam larutan gula merah kemudian disajikan di pring-piring kecil.

 

KESIMPULAN

Makanan khas Melayu dipengaruhi oleh kebiasaan sehari-hari masyarakat Melay.Oleh karena itu makanan bagi orang orang Melayu dapat menciptakan identitas atau jati diri orang Melayu.Cita rasa yang  khas,proses pembuatan  dan penyajian yang unik dalam setiap makanan dianggap sebagai cerminan budaya daerah,suku,atau sekelompok orang Melayu. Makanan khas Melayu menjadi populer karena memiliki cita rasa yang enak dan unik serta higienis,sehingga banyak orang yang mengetahui  tentang budaya Melayu melalui makanan khas Melayu.Di Melayu Riau  terkenal dengan daerah yang memiliki beragam  makanan yang mengugah selera dan makanan-makanan yang diolah dari hasil kekayaan alam di Riau seperti kelapa,padi,ubi,singkong dan durian.Makanan khas Melayu sangat mudah untuk diolah karena bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan sehari-hari dan mudah untuk ditemukan serta proses pembuatannya tidaklah terlalu sulit, di dalam makanan khas Melayu bahan-bahan yang digunakan tidak mengandung zat-zat yang berbahaya bagi tubuh,oleh karena itu selain memiliki cita rasa yang enak makanan khas Melayu juga gizi yang bermanfaat bagi tubuh sehingga banyak disukai oleh kalangan raja-raja di Riau dan dijadikan sebagai makanan untuk acara perayaan.

 


[1] LAM Riau. Budaya Melayu Riau. LAMRIAU.id. Pekanbaru. 2018. Hal 371

[2] Khalis Binsar,Mashuri. Budaya Melayu Riau. Inti prima aksara. Pekanbaru. 2017. Hal 97

[3] Devi Lestari Setya. “ RESEP NENEK: Mumpung Akhir Pekan Masak Nasi Lemak  Khas Pekanbaru.”, 10 Juni 2017 , https://lifestyle.okezone.com/read/2017/06/09/298/1711889/resep-nenek-mumpung-akhir-pekan-masak-nasi-lemak-khas-pekanbaru-riau-yuk-untuk-buka-puasa . Diakses  23 November  2020 pukul 20.00.

[4] Khalis Binsar,Afder Darius,Mirza Adrianus. Budaya Melayu Riau. Inti prima aksara. Pekanbaru. 2011. Hal 118

[5] Daerahkita. “Kue Asidah Kuliner Khas Riau Sajian Para Raja Indragiri Jaman Dahulu.”, 06 Sepetember 2019, https://www.daerahkita.com/artikel/156/kue-asidah-kuliner-khas-riau-sajian-para-raja-indragiri-jaman-dahulu , pada tanggal 24 November  2020 pukul 21.00

[6]  Daerahkita. “Bolu Kemojo Kue Manis Khas Melayu Riau.”, 23 Juni 2019, https://www.daerahkita.com/artikel/115/bolu-kemojo-kue-manis-khas-melayu-riau , pada tanggal  24 November 2020 pukul 21.30

[8] Khalis Binsar,Mashuri. Budaya Melayu Riau. Inti prima aksara. Pekanbaru. 2017. Hal 104

 

            DAFTAR PUSTAKA 

Arman,Dedi.2019.Bolu    Berendam  Kuliner       Tradisional          dari            Inhu.

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/bolu-berendam-kuliner-tradisional-dari-inhu/#:~:text=Bolu%20berendam%20pada%20mulanya%20adalah,Kerajaan%20Indragiri%20pada%20zaman%20dahulu

Binsar, Khalis,  Afder  Darius,  dan  Mirza  Adrianus.   2011.   Budaya    Melayu          Riau. Pekanbaru. Inti prima aksara

Binsar, Khalis, dan Mashuri.2017. Budaya Melayu Riau. Pekanbaru.Inti prima aksara

Daerahkita.2019.   Bolu    Kemojo           Kue    Manis            Khas      Melayu           Riau

https://www.daerahkita.com/artikel/115/bolu-kemojo-kue-manis-khas-melayu-riau

 

Daerahkita.2019.Kue Asidah Kuliner Khas Riau Sajian Para Raja Indragiri Jaman

Dahulu.https://www.daerahkita.com/artikel/156/kue-asidah-kuliner-khas-riau-sajian-para-raja-indragiri-jaman-dahulu


Lestari Setya, Devi.2017. RESEP NENEK: Mumpung Akhir Pekan Masa Nasi Lemak Khas   Pekanbaru. https://lifestyle.okezone.com/read/2017/06/09/298/1711889/resep-nenek-mumpung-akhir-pekan-masak-nasi-lemak-khas-pekanbaru-riau-yuk-untuk-buka-puasa  

Riau, LAM.2018. Budaya Melayu Riau. Pekanbaru. LAMRIAU.id

 

KARAKTERISTIK BAHASA DI INDONESIA

ALVIANI ZULFIKA SIALLAGAN


          Pada manusia, bahasa merupakan suatu simbol yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan ini yang dapat membedakan manusia dengan hewan. Walaupun tidak dapat dipungkiri, berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli dimana hewan juga memiliki cara yang kompleks dan cerdas untuk memberikan sinyal bahaya maupun mengkomunikasikan berbagai kebutuhan dasar mereka, seperti makan dan berhubungan seks. Dan beberapa spesies lain dapat dilatih untuk memanipulasi simbol-simbol yang mirip dengan bahasa. Namun demikian, bahasa yang digunakan hewan tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan manusia.

            Bahasa berasal dari bahasa sansekerta yaitu bhasa artinya kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Kajian ilmiah bahasa disebut ilmu linguisti.[1] Bahasa dalam kehidupan manusia meliputi daya cipta dan sistem aturan yang tidak pernah berhenti, dengan daya cipta tersebut manusia dapat menciptakan berbagai macam kalimat yang bermakna dengan menggunakan seperangkat kata dan dengan sistem aturan yang terbatas.

            Kridalaksana (1993: 21) mengemukakan bahwa “ bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri.” Sebagai sistem lambang, bahasa merupakan representasi diri yang dilambangkan, bahasa senantiasa mengacu kepadanya. Chaer (2003: 33) menyebutkan bahwa bahasa memiliki sifat atau ciri-ciri diantaranya (Setianingsih, 2013):[2]

1.      Bahasa itu adalah sebuah sistem. Artinya bahasa merupakan sejumlah unsur yang beraturan, terbentuk oleh suatu aturan kaidah atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk, kata maupun tata kalimat. Ketika aturan, kaidah atau pola ini dilanggar maka komunikasi dapat terhambat atau terganggu. Contoh:

2.      Doni mencuci mobil

3.      Rika memasak sayur

4.      Bahasa itu berwujud lambang. Lambang merupakan tanda yang digunakan oleh suatu kelompok sosial berdasarkan perjanjian dan untuk memahaminya harus dipelajari. Karena apabila tidak memahaminya maka akan terjadi hambatan dalam berkomunikasi. Lambang dalam lingkup bahasa diwujudkan dalam bentuk bunyi, yang berupa satuan-satuan bahasa, seperti kata dan gabungan kata. Contoh: lambang bahasa yang berwujud bunyi sapi dalam bahasa Indonesia dan cow dalam bahasa inggris dengan rujukannya, yaitu seekor binatang berkaki empat yang banyak dimanfaatkan manusia

5.   Bahasa itu berupa bunyi. Bunyi yang tergolong dalam bahasa adalah bunyi yang dihasilkan dari alat ucap manusia dan bunyi tersebut berupa ujaran.

6.    Bahasa itu bersifat arbitrer, dimana bahasa terdiri dari hubungan-hubungan antara berbagai macam suara dan visual, objek, maupun gagasan yang dipakai oleh anggota masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama.

7.  Bahasa itu bermakna. Artinya bahasa yang berbentuk bunyi memiliki fungsi menyampaikan pesan, konsep, ide atau pemikiran yang mengandung makna. Bahasa yang bermakna itu terdiri dari satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana. Contoh lamban berwujud bunyi bunga. Lambang ini mengacu pada konsep hasil tumbuh-tumbuhan yang memiliki aroma atau warna serta bentuk yang menarik.

8.  Bahasa itu bersifat konvensional. Artinya penggunaan lambang bunyi untuk suatu konsep tertentu berdasarkan kesepakatan antara masyarakat pemakai bahasa. Sebagai contoh, sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang secara arbitrer dilambangkan dengan bunyi rumah.

9.      Bahasa itu bersifat unik,

10.  Bahasa itu bersifat universal,

11.  Bahasa itu bersifat produktif. Artinya bahasa terdiri dari unsur-unsur yang jumlahnya terbatas dapat dipakai secara tidak terbatas oleh pemakainya. Sebagai contoh dari fonem /n/a/k/i/ dapat membentuk kata:

                                                                                                                                                                                                         i.      /n/a/i/k/

                                                                                                                                                                                                       ii.      /k/i/a/n/

                                                                                                                                                                                                     iii.      /k/i/n/a/

                                                                                                                                                                                                     iv.      /i/k/a/n/

12.  Bahasa itu bervariasi. Artinya bahasa tidak terdiri dari satu jenis, melainkan beragam jenis bahasa. Keanekaragaman bahasa disebabkan faktor tertentu, seperti faktor geografis, sosiologis, fungsi dan faktor gaya atau cara berbahasa seseorang.

13.  Bahasa itu bersifat dinamis. Dinamis dapat diartikan berkembang atau mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan zaman. Hal ini juga berpengaruh dengan perkembangan bahasa di Indonesia.

14.  Bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial. Artinya bahasa digunakan oleh semua orang diberbagai kalangan untuk berkomunikasi, bersosialisai dengan siapa pun.

15.  Bahasa itu merupakan identitas penuturnya. Artinya bahasa merupakan ciri pembeda yang menonjol diantara ciri budaya. Seperti pepatah yang dikenal orang melayu “Bahasa menunjukkan bangsa”. Dengan bahasa, setiap kelompok sosial merasa diri sebagai suatu kesatuan yang berbeda dengan kelompok lain (Rosdiana, 2014).[3]

            Seperti halnya persebaran wilayah yang luas di Indonesia, begitu pula dengan persebaran budaya yang beraneka ragam, maka berpengaruh dengan berbagai pendapat manusia tentang bahasa di Indonesia. Namun, hal ini membuat bahasa memiliki karakteristik umum sebagai alat untuk berkomunikasi dalam kehidupan sosial dan adanya daya cipta individu yang kreatif bagi masing-masing individu. Berikut ini beberapa karakteristik bahasa yang menjadikannya sebagai aspek khas komunikasi(Dhieni, 2014) ;[4]

1.    Sistematis, artinya merupakan suatu cara menggabungkan bunyi-bunyian maupun tulisan yang bersifat teratur, standar, dan konsisten. Dalam bahasa Indonesia memiliki berbagai jenis pola keteraturan tertentu.bila dibandingkan dengan bahasa inggris, bahasa inggris memiliki jauh lebih banyak variasi pola konsisten. Sebagai contoh bahasa di dunia, termasuk Indonesia memiliki dua puluh enam jenis huruf alfabet (a-z).

2.     Arbitrasi, yaitu bahwa bahasa terdiri dari hubungan-hubungan antara berbagai macam suara dan visual, objek maupun gagasan. Dalam angka-angka tertentu bahasa memiliki kata-kata yang secara konsep memiliki arti sama tapi berbeda secara simbol. Sebagai contoh kata satu dalam bahasa Indonesia dan one dalam bahasa inggris merupakan simbol yang memiliki kesamaan konsep.

3.   Fleksibel, artinya bahasa dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Kosa kata terus bertambah seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penambahan ribuan kosa kata tersebut terdiri atas berbagai kata baru yang berkenaan dengan istilah teknologi, berbagai singkatan, maupun bahasa jargon yang cukup banyak digunakan oleh kelompok tertentu.

4.  Beragam, artinya dalam hal pengucapan, bahasa memiliki berbagai variasi dialek atau cara. Dalam bahasa terdapat perbedaan dialek dala pengucapan, kosa kata, dan sintaks. Semula, perbedaan dialek ditentukan berdasarkan daerah geografisnya, namun sekarang ini kelompok sosial yang berbeda dalam suatu masyarakat menggunakan dialek yang berbeda pula. Sebagai contoh Indonesia dengan berbagai budayanya memiliki ratusan dialek yang digunakan oleh masyarakat.

5. Kompleks, yaitu bahwa kemampuan berpikir dan bernalar dipengaruhi oleh kemampuan menggunakan bahasa yang menjelaskan berbagai konsep, ide, maupun hubungan- hubungan yang dapat dimanipulasikan saat berpikir dan bernalar.

            Pemakaian bahasa berkaitan dengan praktek pengetahuan bahasa. Ketika pengetahuan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi semakin luas, maka semakin meningkat pula keterampilan dalam memberikan makna suatu kata atau kalimat. Melihat pendapat -pendapat yang telah dipaparkan oleh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan alat yang digunakan untuk membentuk pikiran dan perasaan seseorang serta dipergunakan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat untuk bertukar pendapat, berdiskusi atau membahas suatu persoalan yang dihadapi.


 

Kesimpulan

 

            Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia untuk berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Luasnya persebaran budaya di Indonesia dan diiringi pula dengan kemajuan teknologi sangat mempengaruhi perkembangan bahasa. Hal ini dapat diliat dari berbagai pendapat-pendapat para ahli tentang bahasa. Bahasa memiliki karakteristik yang hakiki seiring dengan beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti sebuah sistem, berwujud lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, bahasa itu bermakna, konvensional, unik, universal, produktif, bervariasi, dinamis, sebagai alat interaksi sosial, dan merupakan identitas dari penuturnya. Ketika pengetahuan sang penutur tentang bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi semakin luas maka semakin meningkat pula keterampilan ia dalam memberikan makna suatu kata atau kalimat.

 


[1] Wikipedia Bahasa Indonesia. Ensiklopedia Bebas. 24 Oktober 2020. Web. 27 November 2020

[2] Endri Setianingsih, BAB II “Register Nelayan Di Pantai Depok Parangtritis Kretek Bantul”. Tugas Akhir Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, 2013, hlm. 2-3

[3] Yusi Rosdiana, Modul 1 “Hakikat Bahasa”. Universitas Terbuka, Jakarta, 2014, hlm. 4-9

[4] Nurbiana Dhieni dan Lara Fridani, Modul 1 “Hakikat Perkembangan Bahasa Anak”. Jurnal IKIP Veteran, Semarang, 2014, hlm. 12-13

  

DAFTAR PUSTAKA

Dhieni, N. dan L. F. (2014) ‘Hakikat Perkembangan Bahasa Anak’, in Metode pengembangan bahasa. Semarang.

Rosdiana, Y. dkk (2014) ‘Bahasa dan Sastra Indonesia di SD’, in Hakikat Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

Setianingsih, E. (2013) Register nelayan di pantai depok parangtritis kretek bantul. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Yogyakarta.

Wikipedia. “Indonesia” https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa, Di akses pada tanggal 27 November 2020

 

MINUMAN KHAS MELAYU RIAU

Salsabila Asri Negara Indonesia memiliki berbagai macam masyarakat dengan latar belakang dan keinginan yang berbeda. Indonesia juga memp...