Basa Meilinda Manalu
Prof Dr Paulus Wirotomo adalah
pria kelahiran pada tanggal 29 Mei 1949 (usia 71 tahun) di kota Solo. Paulus
Wirotomo adalah seorang pakar dibidang sosiologi dan guru besar FISIP di
Universitas Indonesia oleh karena itu ia di gelari sebagai Tokoh Sosiologi Indonesia.
Ia menyelesaikan program studi S1 Sosiologi dengan jurusan FISIP di Universitas
Indonesia pada tahun 1976.Setelah itu ia mendapatkan gelar Master di University
College of Swansea Wales, Inggris tahun 1978 dengan jurusan Social Planning,
Dan ia meraih gelar Doktor Sosiologi Pendidikan pada tahun 1986 di
State University of New York at Albany, USA. Jabatan yang
pernah dipegang oleh Paulus Wirotomo adalah sebagai Ketua Departemen Sosiologi FISIP UI pada tahun 2005-2009
dan Ketua Program Magister Manajemen Pembangunan Sosial Pascasarjana UI pada tahun
1997-sekarang.[1]
Pada profil Paulus Wirotomo di google shcolar artikel jurnal pertama yang ia rilis adalah berjudul
“Indonesian non formal education program: problems of access and the effect of the programs on the attitudes of learners” pada tahun 1986 yang membahas tentang bagaimana program pendidikan non-formal di Indonesia dan masalah yang timbul serta pengaruh program tersebut dengan sikap dari peserta didik. Tulisan-tulisan nya mengacu pada masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat di Indonesia seperti Integrasi Sosial dan Pembangunan Sosial. Telah banyak buku-buku hasil karya dari Paulus Wirotomo seperti buku yang berjudul “Sistem Sosial Indonesia” yang diterbitkan pada tahun 2012, “Perang Tanpa Alasan” yang terbit pada tahun 2017 , “Pengembangan Nilai Strategis”, Lokakarya Sekjen Depdagri pada tahun 2005, “Civil Society” pada tahun 2004, “Perlindungan Sosial Terhadap Kelompok Margina pada tahun 2004.dan “Perjalanan Sosiologis REVOLUSI MENTAL”.Pada buku
Sistem Sosial Indonesia,Paulus Wirotomo membahas tentang integrasi sosial
masyarakat Indonesia,Pisau analisis untuk membedah kondisi integrasi adalah
dimensi integrasi sosial.(wirotomo,2012). Apabila kita mengikuti pandangan
dasar dari para penganut fungsionalisme struktural, mulai dari Auguste Comte
melalui Emile Durkheim sampai Talcott Parsons dan para pengikutnya, maka faktor
yang mengintegrasikan masyarakat Indonesia akan nilai-nilai umum tertentu.
Mengikuti pandangan Parsons, maka kelangsungan hidup masyarakat Indonesia tidak
saja menuntut tumbuhnya nilai-nilai umum tertentu yang disepakatai bersama oleh
sebagian besar orang-orang Indonesia, akan tetapi lebih daripada itu
nilai-nilai umum tersebut harus pula mereka hayati benar melalui proses
sosialisasi.(Nasikun,2007) [2]
Berdasarkan sudut pandang dari Wirotomo , sifat integrasi
sosial terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
·
Integrasi
Normatif , yang biasanya terjadi pada masyarakat yang memiliki solidaritas
mekanik atau masyarakat sederhana.
Contoh : Masyarakat yang ada di Kalimantan Barat yang
dapat hidup sederhana dengan masyarakat Jawa,Madura dan Dayak.
·
Integrasi
Fungsional , yang biasanya berkembang dalam masyarakat yang memiliki tingkat spesialisasi
kerja tinggi.
Contoh : Masyarakat Suku asli yang hidup di Jakarta adalah Suku Betawi dan suku yang ada di Jawa Barat
·
Integrasi Koersif
, merupakan hasil kekuatan yang mengikat masyarakat secara paksa.
Contoh : Lembaga Hukum yang bersifat mengikat masyarakat
dengan keras pada semua pihak yang berlawanan secara universal
Selain membahas tentang integrasi sosial, Paulus wirotomo
juga membahas tentang pembangunan sosial. Dalam upaya menyelamatkan peradaban
manusia, konsep pembangunan perlu lebih ditopang oleh ilmu sosial-budaya guna
mengimbangi dominasi ilmu-ilmu yang lebih berorientasi kebendaan. Tantangannya,
ilmu sosial-budaya tidak cukup melakukan pengkajian atau evaluasi capaian
pembangunan (social impact assesment),yang
bukan hanya analytical-evaluative , tetapi
juga harus lebih prescriptive . Implikasinya,
perlu perubahan pendekatan dari diubah dari sekedar the enlightment model menjadi the
engineering model.[3]
Strategi pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan
telah gagal untuk mengembangkan kepentingan rakyat kesejahteraan, kesetaraan
sosial dan kualitas kehidupan sosial budaya yang lebih baik. Perserikatan
Bangsa-Bangsa menyebutkan: pengangguran,kejam, pertumbuhan tanpa akar, tanpa
suara dan tanpa masa depan (UNDP,1997) . Baru-baru ini, beberapa pendekatan
pembangunan baru telah diperkenalkan, seperti Pembangunan yang Berpusat pada
Orang, MDGs Pembangunan Manusia, tetapi pendekatan-pendekatan itu adalah
mengusulkan lebih banyak untuk peningkatan beberapa “sektor sosial”, daripada
berorientasi pada pengembangan “barang masyarakat”.
Pembangunan sosial-budaya mempunyai prinsip yang tidak
mudah diterima oleh logika pertumbuhan kebendaan, yakni adanya
variabel-variabel sosial dan humanniora seperti kerukunan, kemandirian,
kesetiakawanan, demokrasi,kesejahteraan , bahkan kebahagiaan. Semua variabel
ini harus bisa masuk kedalam perhitungan input-output pembangunan yang
menekankan dimensi kuantitatif. Logika perencanaan yang sangat berpengaruh pada
azas efisiensi harus bisa menerima logika sosial-budaya yang cenderung
berorientasi pada efektifitas (menghasilkan kesejahteraan nyata bagi
masyarakat).(wirotomo,2012)[4]
Dalam wawancara yang dilakukan Kompas di ruangan kerja
nya di Kampus FISIP Universitas Indonesia, Prof Dr Paulus Wirotomo berpendapat bahwa
pembangunan sosial saat ini masih disalahpahami. Bagi pemerintah, pembangunan
sosial hanya dianggap sebagai sektor pembangunan saja. Meskipun sebenarnya hal
ini tidak dapat dikatakan sepenuhnya salah, namun juga tidak dapat dibenarkan.
Pasalnya, Menurut Paulus Wirotomo pengertian pembangunan
sosial yang benar adalah yang lebih dari sekadar hanya pembangunan sektor.
Karena dalam pembangunan sosial harus termuat peningkatan interaksi dan
hubungan sosial dalam masyarakat. Tanpa terjadinya kualitas hubungan sosial
dari langkah pembangunan sosial yang di lakukan, sulit mengatakan adanya proses
pembangunan sosial.
Selain dari itu Paulus Wirotomo juga mengemukakan
pendapatnya tentang pembangunan sosial, yang dimana pembangunan sosial bukan
hanya meliputi pemerintahan saja. Karena menurutNya “ Pembangunan sosial bukan
hanya sekedar charity yang tidak menghasilkan uang”. Maksudnya disini yaitu
mengikuti logika pembangunan sosial sebagai sektor, maka pembangunan sosial ini
membutuhkan masukan berupa penyediaan anggaran, perlu pembiayaan dan mengikuti
pemahaman pembangunan sosial sebagai charity, maka pembangunan sosial itu
dianggap sebagai sebuah langkah yang tidak menghasilkan apa pun atau paling
tidak output-nya dinyatakan tidak menghasilkan uang.
Paulus Wirotomo berharap sebagai pengambil kebijakan
untuk memberikan dukungan pada usaha-usaha anak bangsa yang memilki kreatif
untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik lagi. “Persoalan ini
tidak sulit kalau memang pemerintah mau dan punya keberpihakan pada usaha
kreatif. Inilah yang harus dilakukan sekarang, yaitu membuat kebijakan nasional
yang berpihak pada usaha kreatif. Tanpa ini, saya kira bangsa ini akan tetap
seperti sekarang, kualitas hubungan sosialnya tidak meningkat”-(wirotomo 2012)
Pada
dasarnya semua usulan Pembangunan Sosial memang merupakan sumbangan penting
untuk menyeimbangkan penekanan pada pembangunan yang bisa ekonomi, tetapi
secara umum konseptualisasi tersebut masih sangat “parsial” dan “residual”.
Dimana dibutuhkan kepastian sosiologis bahwa program-program tersebut
menghasilkan dampak nyata dan pengaruh bagi unsur-unsur dasar kehidupan sosial
budaya.
Kesimpulan
Pengembangan konsep “Pembangunan Sosial” adalah suatu
tantangan substansial bagi para ilmuwan Sosial-Budaya termasuk bagi Paulus
Wirotomo yaitu seorang pakar dibidang sosiologi yang membahas tentang sosial
dan pembangunan didalam masyarakat.
Menurut Paulus Wirotomo sifat Integrasi Sosial terbagi
menjadi 3 bagian yaitu Normatif, Fungsional dan Koersif. Dan pengertian dari
Integrasi Sosial tersebut adalah suatu hal yang komponen membuat masyarakat
menjadu satu padu atau menjadi satu kesatuan. Dengan begitu Integrasi sosial
memiliki manfaat memberikan kenyamanan didalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Adanya integrasi sosial di harapkan mampu memecahkan
masalah yang terjadi di lingkungan sosial masyarakat, sama hal nya dengan
masalah pembangunan sosial yang menurut Paulus Wirotomo masih disalahpahami. Strategi
pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan telah gagal untuk mengembangkan
kepentingan rakyat kesejahteraan, kesetaraan sosial dan kualitas kehidupan
sosial budaya yang lebih baik. Karena pembangunan sosial bukan hanya tentang
untuk meningkatkan atau mempercepat ekonomi tetapi Pembangunan Sosial bukan
hanya sekedar charity yang tidak menghasilkan uang yang berarti mengikuti
logika pembangunan sosial sebagai sektor, maka pembangunan sosial ini
membutuhkan masukan berupa penyediaan anggaran, perlu pembiayaan dan mengikuti
pemahaman pembangunan sosial sebagai charity, maka pembangunan sosial itu
dianggap sebagai sebuah langkah yang tidak menghasilkan apa pun atau paling
tidak output-nya dinyatakan tidak menghasilkan uang.Pada dasarnya hal ini bukan
bertujuan untuk memisahkan pembangunan ekonomi dengan pembangunan sosial tetapi
lebih tepat nya menyatukannya secara sistematik.
Pada masa yang akan datang diharapkan pembangunan yang
ada di Indonesia lebih mengarah kepada pembangunan kehidupan sosial-budaya, hal
ini bertujuan agar terciptanya kenyamanan didalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
[1] Tokoh
Sosiolog,”Tokoh Sosiolog Indonesia[Paulus
Wirotomo]”. https://tokoh.id/biografi/2-direktori/sosiolog-universitas-indonesia/ . di akses
pada 27 Oktober,2006
[2] Dr. Nasikun, Sistem
Sosial Indonesia(Jakarta: PT.RAJAGRAFINDO PERSADA,2007), Hlm72
[3] Paulus Wirotomo,”
Mencari Makna Pembangunan Sosial: Studi Kasus Sektor
Informal di Kota Solo”. MASYARAKAT, Jurnal Sosiologi, Vol. 18, No. 1, Januari
2013: 102.
[4] Paulus Wirotomo, “Sociological
Reconceptualization of Social Development: With Empirical Evidence from
Surakarta City, Indonesia”.
Asian Social Science; Vol. 10, No. 11; 2014:283
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Nasikun, 2007. Sistem
Sosial Indonesia(Jakarta: PT.RAJAGRAFINDO PERSADA)
https://tokoh.id/biografi/2-direktori/sosiolog-universitas-indonesia/
Paulus Wirotomo,” Mencari Makna Pembangunan Sosial: Studi Kasus Sektor Informal di Kota Solo”. MASYARAKAT, Jurnal Sosiologi, Vol. 18, No. 1, Januari 2013: 102.
Paulus
Wirotomo, “Sociological
Reconceptualization of Social Development: With Empirical Evidence from
Surakarta City, Indonesia”. Asian Social Science; Vol. 10, No. 11; 2014:283
No comments:
Post a Comment