Friday, 18 December 2020

ASAL USUL DAN PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI

Ice Zurmiati


Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, di mana didalamnya manusia digambarkan melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu alam. Antropologi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu anthropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Antropologi merupakan cabang ilmu yang usia perkembangannya relative lebih muda dari cabang ilmu lainnya. Ilmu ini sebenarnya mulai berkembang bersamaan dengan abad pelayaran dunia. Lambannya perkembangan Antropologi pada masa-masa awal disebabkan ke gagalan masyarakat Eropa melihat dan memahami kenyataan bahwa antara diri mereka dan bangsa-bangsa lain di luar mereka (daerah-daerah lain di dunia), sebenarnya memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang sama. [[1]]

Menurut Haviland, sebelum akhir abad ke-18, masyarakat Eropa selalu menganggap orang-orang dengan kebudayaan berbeda, yang tidak memiliki nilai-nilai budaya Eropa, adalah orang

“biadab”,”buas”, atau berperilaku “barbar”. Baru di akhir abad ke-18, banyak masyarakat Eropa menganggap nilai, norma, dan perilaku bangsa-bangsa asing itu sangat relevan untuk memahami nilai, norma, dan perilaku mereka sendiri. Hal ini terjadi karena perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke-18 di Eropa, didominasi dengan usaha untuk menerangkan segala sesuatu berdasarkan hukum alam. Selain itu, sebelum akhir abad ke-18 masyarakat Eropa masih sangat kuat dipengaruhi oleh ketatnya penafsiran terhadap teks-teks Alkitab. Kesangsian terhadap kemampuan Alkitab untuk menjelaskan tentang lebih banyak keanekaragaman manusia telah mendorong berkembangnya kesadaran bahwa studi tentang bangsa-bangsa “biadab”,”buas”, dan “barbar” itu sebelumnya adalah studi tentang seluruh umat manusia.

Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai entitas biologis homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya (Inggris cross-cultural) dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview). [[2]]

Antropologi lahir atau berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa pada ciri-ciri fisik, adat istiadat, dan budaya etnis-etnis lain yang berbeda dari masyarakat yang dikenal di Eropa. Pada saat itu kajian antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di suatu kawasan geografis yang sama, memiliki ciri fisik dan bahasa yang digunakan serupa, serta cara hidup yang sama. Namun demikian dalam perkembangannya, ilmu antropologi kemudian tidak lagi hanya mempelajari kelompok manusia tunggal yang mendiami suatu wilayah geografis yang sama. Kajian-kajian antropologi mengenai isu-isu migrasi misalnya kemudian melahirkan penelitian-penelitian etnografis multi-situs. Hal ini terjadi karena dalam perkembangannya, pergerakan manusia baik dalam satu kawasan regional tertentu hingga dalam cakupan global adalah fenomena yang semakin umum terjadi.

Menurut perkembangan sejarah, Antropologi mengalami perkembangan dari satu episode aliran ke aliran lain atau dari satu perspektif ke perspektif lainnya. Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, selalu tidak berangkat dari ranah kosong, tetapi ke lanjutan dari perkembangan sebelumnya, apakah dalam bentuknya melanjutkan tradisi yang sudah ada, merevisi pandangan yang berkembang atau bahkan menolak dan menemukan sesuatu yang baru. Antropologi sebagai suatu bidang atau disiplin di dalam ilmu sosial juga mengalam proses serupa dengan ilmu-ilmu sosial lainnya bahkan ilmu-ilmu alam. [[3]]

Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya. Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut. [[4]]

        1.      Fase Pertama (Sebelum 1800)

Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-suku bangsa di benua Asia, Afrika, Amerika, dan Oseania mulai kedatangan orang-orang Eropa Barat selam kurang lebih 4 abad. Orang-orang eropa tersebut, yang antara lain terdiri dari para musafir, pelaut, pendeta, kaum nasrani, maupun para pegawai pemerintahan jajahan, mulai menerbitkan buku-buku kisah perjalanan, laporan dan lain-lain yang mendeskripsikan kondisi dari bangsa-bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi tersebut berupa adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa, atau cirri-ciri fisik. Deskripsi tersebut kemudian disebut sebagai "etnografi" (dari kata etnosberarti bahasa.

        2.      Fase kedua (kira-kira Pertengahan Abad ke-19)

Pada awal abad ke-19 ada usaha-usaha untuk mengintegrasikan secara serius beerapa karangan-karangan yang membahas masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai tingkat evolusi. Masyarakat dan kebudayaan di dunia tersebut mentangkut masyarakat yang dianggap "primitiv" yang tingkat evolusinya sangat lambat, maupun masyarakat yang tingkatannya sudah dianggap maju. Pada sekitar 1860, lahirlah antropologi setelah terdapat bebarapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusi.

        3.      Fase Ketiga ( Awal Abad ke-20)

Pada awal abad ke-20, sebagian besar Negara penjajah di Eropa berhasil memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka. Dalam era colonial tersebut, ilmu Antropologi menjadi semakin penting bagi kepentingan kolonialisme. Pada fase ini dimulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa non Eropa ternyata makin penting karena masyarakat tersebut pada umumnya belum sekompleks bangsa-bangsa Eropa. Dengan pemahaman mengenai masyarakat yang tidak kompleks, maka hal itu akan menambah pemahaman tentang masyarakat yang kompleks.

        4.      Fase Keempat (Sesudah Kira-kira 1930)

Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi akademik. Penembangannya meliputu ketelitian bahan pengetahuannya maupun metode-metode ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitive (yaitu bangsa-bangsa yang tidak memperoleh pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) setelahPerang Dunia II. Menyebabkan bahwa antropologi kemudian seolah-olah kehilangan lapangan. Oleh karena itu sasaran dan objek penelitian para ahli antropologi sejak tahun 1930 telah beralih dari suku-suku bangsa primitiv non Eropa kepada penduduk pedesaan, termasuk daerah-daerah pedesaan Eropa dan Amerika. Secara akademik perkembangan antropologi pada fase ini ditandai dengan symposium internasional pada tahun 1950-an, guna membahas tujuan dan ruang lingkup antropologi oleh para ahli dari Amerika dan Eropa.

Antropologi di Indonesia

Di Indonesia, antropologi berkembang seiring dengan kolonisasi bangsa-bangsa Eropa ke Hindia. Watak khas suatu bangsa dan potensi kekayaan alamnya dilaporkan secara tertulis oleh para pejabat kolonial. Berbagai laporan itu disebut etnologi. Berbagai tulisan etnologi tersebut bermanfaat untuk mempermudah penguasaan kaum pribumi. Keaslian masyarakat dipertahankan kemurniannya oleh kolonial. Penjagaan kemurnian tersebut merupakan strategi agar masyarakat setempat tetap lemah dan mudah dikuasai. Hal ini berlangsung terus sampai Belanda angkat kaki dari tanah air. Setelah Indonesia merdeka, antropologi tetap menempati posisi strategis sebagai ilmu yang bermanfaat untuk menjaga ketertiban sosial. Melalui jasa Koentjaraningrat, antropologi menjadi alat penting guna merumuskan kebudayaan nasional. [[5]]

Antropologi di Indonesia berkembang untuk pengkajian masalah-masalah sosial budaya dan upaya mendeskripsikan berbagai kehidupan dari berbagai suku bangsa dari Sabang sampai Merauke agar saling mengenal satu dengan lainnya. Upaya-upaya tersebut terus dilakukan hingga kini karena masih banyak suku-suku bangsa yang jumlah anggotanya relatif sedikit dan hidup di beberapa daerah yang terpencil belum mendapat perhatian.

Dalam rangka merumuskan kebudayaan nasional tersebut, para antropolog diberi tugas untuk meneliti berbagai watak khas masyarakat Indonesia yang majemuk. Penelitian dilakukan untuk mengetahui sikap mental yang cocok dengan pembangunan dan budaya yang bernilai luhur sebagai identitas bangsa, di antara nya pola makan, waktu luang, nilai anak, seni, kekerabatan, sampai konsep sehat dan kematian.

 

KESIMPULAN

Antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari umat manusia (anthropos). Secara etimologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Antropologi memandang manusia sebagai sesuatu yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan kebudayaannya. Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusi dan kebudayaannya.

Antropologi merupakan cabang ilmu yang usia perkembangannya relative lebih muda dari cabang ilmu lainnya. Ilmu ini sebenarnya mulai berkembang bersamaan dengan abad pelayaran dunia. Menurut perkembangan sejarah, Antropologi mengalami perkembangan dari satu episode aliran ke aliran lain atau dari satu perspektif ke perspektif lainnya. Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, selalu tidak berangkat dari ranah kosong, tetapi ke lanjutan dari perkembangan sebelumnya, apakah dalam bentuknya melanjutkan tradisi yang sudah ada, merevisi pandangan yang berkembang atau bahkan menolak dan menemukan sesuatu yang baru.Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase. Fase Pertama (Sebelum 1800), Fase kedua (Pertengahan Abad ke-19), Fase ketiga (Awal Abad ke-20), dan Fase keempat (Sesudah Kira-kira 1930).

Di Indonesia, antropologi berkembang seiring dengan kolonisasi bangsa-bangsa Eropa ke Hindia. Watak khas suatu bangsa dan potensi kekayaan alamnya dilaporkan secara tertulis oleh para pejabat kolonial. Berbagai laporan itu disebut etnologi. Berbagai tulisan etnologi tersebut bermanfaat untuk mempermudah penguasaan kaum pribumi. Menurut Koentjaningrat, Antropologi di Indonesia hampir tidak terikat oleh tradisi antropologi manapun dan belum mempunyai tradisi yang kuat. Oleh karena itu seleksi dan kombinasi dari beberapa unsur atau aliran dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi.  



[[1]] Yuni Sare, Antropologi SMA/MA kelas XI, Penerbit PT Grasindo, Jakarta, 2006, hlm.4

[[2]]Wikipedia. Antropologi. https://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi#Sejarah. Diakses pada tanggal 30 September 2020

[[3]] Nur Syam, Mazha-Mazhab Antropologi, Penerbit PT. Lkis Printing Cemerlang, Cetakan 1, Yogyakarta, 2007, hlm.6

[[4]] Fatiha Reskiani, “Sejarah Antropologi”. KOMPAS. 2 April 2016

[[5]] I Made Reki Artawan, “Perkembangan Antropologi di Indonesia”. Universitas Negri Gorontalo. Diakses pada tanggal 02 Oktober 2016.

  

DAFTAR PUSTAKA

Sare, Yuni. (2006). Antropologi SMA/MA kelas XI. Jakarta : PT Grasindo.

Wikipedia. “Antropologi” https://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi#Sejarah Diakses pada tanggal 30 September 2020.

Syam, Nur. (2007). Mazhab-Mazhab Antropologi. Yogyakarta : PT. LKIS Printing Cemerlang. 

Reskiani, Fatiha. (2016). “Sejarah Antropologi”. KOMPAS. https://www.kompasiana.com/reskiani/56ffd947b17e612f1488e221/sejarah-antropologi?page=all

Artawan, I Made Reki. (2016). “Perkembangan Antropologi Indonesia”. Universitas Negri Gorontalo. http://imaderekiartawan97.blogspot.com/2016/10/perkembangan-antropologi-di-indonesia.htm

 

No comments:

Post a Comment

MINUMAN KHAS MELAYU RIAU

Salsabila Asri Negara Indonesia memiliki berbagai macam masyarakat dengan latar belakang dan keinginan yang berbeda. Indonesia juga memp...