Ice Zurmiati
Antropologi adalah ilmu
tentang manusia, masa lalu dan kini, di mana didalamnya manusia digambarkan
melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu alam. Antropologi sendiri berasal dari
kata Yunani yaitu anthropos yang
berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Antropologi merupakan cabang ilmu
yang usia perkembangannya relative lebih muda dari cabang ilmu lainnya. Ilmu
ini sebenarnya mulai berkembang bersamaan dengan abad pelayaran dunia.
Lambannya perkembangan Antropologi pada masa-masa awal disebabkan ke gagalan
masyarakat Eropa melihat dan memahami kenyataan bahwa antara diri mereka dan
bangsa-bangsa lain di luar mereka (daerah-daerah lain di dunia), sebenarnya
memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang sama. [[1]]
Menurut Haviland, sebelum akhir abad ke-18, masyarakat Eropa selalu menganggap orang-orang dengan kebudayaan berbeda, yang tidak memiliki nilai-nilai budaya Eropa, adalah orang
“biadab”,”buas”, atau berperilaku “barbar”. Baru di akhir abad ke-18, banyak masyarakat Eropa menganggap nilai, norma, dan perilaku bangsa-bangsa asing itu sangat relevan untuk memahami nilai, norma, dan perilaku mereka sendiri. Hal ini terjadi karena perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke-18 di Eropa, didominasi dengan usaha untuk menerangkan segala sesuatu berdasarkan hukum alam. Selain itu, sebelum akhir abad ke-18 masyarakat Eropa masih sangat kuat dipengaruhi oleh ketatnya penafsiran terhadap teks-teks Alkitab. Kesangsian terhadap kemampuan Alkitab untuk menjelaskan tentang lebih banyak keanekaragaman manusia telah mendorong berkembangnya kesadaran bahwa studi tentang bangsa-bangsa “biadab”,”buas”, dan “barbar” itu sebelumnya adalah studi tentang seluruh umat manusia.Antropologi bertujuan untuk
lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai entitas biologis homo sapiens
dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif.
Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberikan
arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak
awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya (Inggris cross-cultural) dalam
menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam
perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview).
[[2]]
Antropologi lahir atau berawal dari
ketertarikan orang-orang Eropa pada ciri-ciri fisik, adat istiadat,
dan budaya etnis-etnis lain yang berbeda dari masyarakat yang dikenal di Eropa.
Pada saat itu kajian antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di
suatu kawasan geografis yang sama, memiliki ciri fisik dan bahasa yang
digunakan serupa, serta cara hidup yang sama. Namun demikian dalam
perkembangannya, ilmu antropologi kemudian tidak lagi hanya mempelajari
kelompok manusia tunggal yang mendiami suatu wilayah geografis yang sama.
Kajian-kajian antropologi mengenai isu-isu migrasi misalnya kemudian melahirkan
penelitian-penelitian etnografis multi-situs. Hal ini terjadi karena dalam
perkembangannya, pergerakan manusia baik dalam satu kawasan regional tertentu
hingga dalam cakupan global adalah fenomena yang semakin umum terjadi.
Menurut perkembangan sejarah, Antropologi
mengalami perkembangan dari satu episode aliran ke aliran lain atau dari satu
perspektif ke perspektif lainnya. Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, selalu
tidak berangkat dari ranah kosong, tetapi ke lanjutan dari perkembangan
sebelumnya, apakah dalam bentuknya melanjutkan tradisi yang sudah ada, merevisi
pandangan yang berkembang atau bahkan menolak dan menemukan sesuatu yang baru.
Antropologi sebagai suatu bidang atau disiplin di dalam ilmu sosial juga
mengalam proses serupa dengan ilmu-ilmu sosial lainnya bahkan ilmu-ilmu alam. [[3]]
Seperti
halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan
dalam perkembangannya. Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi
menjadi empat fase sebagai berikut. [[4]]
1. Fase
Pertama (Sebelum 1800)
Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16,
suku-suku bangsa di benua Asia, Afrika, Amerika, dan Oseania mulai kedatangan
orang-orang Eropa Barat selam kurang lebih 4 abad. Orang-orang eropa tersebut,
yang antara lain terdiri dari para musafir, pelaut, pendeta, kaum nasrani,
maupun para pegawai pemerintahan jajahan, mulai menerbitkan buku-buku kisah
perjalanan, laporan dan lain-lain yang mendeskripsikan kondisi dari
bangsa-bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi tersebut berupa adat istiadat,
susunan masyarakat, bahasa, atau cirri-ciri fisik. Deskripsi tersebut kemudian
disebut sebagai "etnografi" (dari kata etnosberarti bahasa.
2. Fase
kedua (kira-kira Pertengahan Abad ke-19)
Pada awal abad ke-19 ada usaha-usaha untuk
mengintegrasikan secara serius beerapa karangan-karangan yang membahas
masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai tingkat evolusi. Masyarakat dan
kebudayaan di dunia tersebut mentangkut masyarakat yang dianggap
"primitiv" yang tingkat evolusinya sangat lambat, maupun masyarakat
yang tingkatannya sudah dianggap maju. Pada sekitar 1860, lahirlah antropologi
setelah terdapat bebarapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai
berbagai kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusi.
3. Fase
Ketiga ( Awal Abad ke-20)
Pada awal abad ke-20, sebagian besar Negara penjajah
di Eropa berhasil memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka.
Dalam era colonial tersebut, ilmu Antropologi menjadi semakin penting bagi
kepentingan kolonialisme. Pada fase ini dimulai ada anggapan bahwa mempelajari
bangsa-bangsa non Eropa ternyata makin penting karena masyarakat tersebut pada
umumnya belum sekompleks bangsa-bangsa Eropa. Dengan pemahaman mengenai
masyarakat yang tidak kompleks, maka hal itu akan menambah pemahaman tentang masyarakat
yang kompleks.
4. Fase
Keempat (Sesudah Kira-kira 1930)
Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan
lebih berorientasi akademik. Penembangannya meliputu ketelitian bahan
pengetahuannya maupun metode-metode ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap
anti kolonialisme dan gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitive (yaitu
bangsa-bangsa yang tidak memperoleh pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika)
setelahPerang Dunia II. Menyebabkan bahwa antropologi kemudian seolah-olah
kehilangan lapangan. Oleh karena itu sasaran dan objek penelitian para ahli
antropologi sejak tahun 1930 telah beralih dari suku-suku bangsa primitiv non
Eropa kepada penduduk pedesaan, termasuk daerah-daerah pedesaan Eropa dan
Amerika. Secara akademik perkembangan antropologi pada fase ini ditandai dengan
symposium internasional pada tahun 1950-an, guna membahas tujuan dan ruang
lingkup antropologi oleh para ahli dari Amerika dan Eropa.
Antropologi di Indonesia
Di Indonesia,
antropologi berkembang seiring dengan kolonisasi bangsa-bangsa Eropa ke Hindia.
Watak khas suatu bangsa dan potensi kekayaan alamnya dilaporkan secara tertulis
oleh para pejabat kolonial. Berbagai laporan itu disebut etnologi. Berbagai
tulisan etnologi tersebut bermanfaat untuk mempermudah penguasaan kaum pribumi.
Keaslian masyarakat dipertahankan kemurniannya oleh kolonial. Penjagaan
kemurnian tersebut merupakan strategi agar masyarakat setempat tetap lemah dan
mudah dikuasai. Hal ini berlangsung terus sampai Belanda angkat kaki dari tanah
air. Setelah Indonesia merdeka, antropologi tetap menempati posisi strategis
sebagai ilmu yang bermanfaat untuk menjaga ketertiban sosial. Melalui jasa
Koentjaraningrat, antropologi menjadi alat penting guna merumuskan kebudayaan
nasional. [[5]]
Antropologi
di Indonesia berkembang untuk pengkajian masalah-masalah sosial budaya dan
upaya mendeskripsikan berbagai kehidupan dari berbagai suku bangsa dari Sabang
sampai Merauke agar saling mengenal satu dengan lainnya. Upaya-upaya tersebut
terus dilakukan hingga kini karena masih banyak suku-suku bangsa yang jumlah
anggotanya relatif sedikit dan hidup di beberapa daerah yang terpencil belum
mendapat perhatian.
Dalam
rangka merumuskan kebudayaan nasional tersebut, para antropolog diberi tugas
untuk meneliti berbagai watak khas masyarakat Indonesia yang majemuk.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui sikap mental yang cocok dengan
pembangunan dan budaya yang bernilai luhur sebagai identitas bangsa, di antara
nya pola makan, waktu luang, nilai anak, seni, kekerabatan, sampai konsep sehat
dan kematian.
KESIMPULAN
Antropologi
merupakan sebuah ilmu yang mempelajari umat manusia (anthropos). Secara etimologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Antropologi
memandang manusia sebagai sesuatu yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial,
dan kebudayaannya. Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusi
dan kebudayaannya.
Antropologi merupakan cabang
ilmu yang usia perkembangannya relative lebih muda dari cabang ilmu lainnya.
Ilmu ini sebenarnya mulai berkembang bersamaan dengan abad pelayaran dunia. Menurut perkembangan sejarah, Antropologi
mengalami perkembangan dari satu episode aliran ke aliran lain atau dari satu
perspektif ke perspektif lainnya. Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, selalu
tidak berangkat dari ranah kosong, tetapi ke lanjutan dari perkembangan
sebelumnya, apakah dalam bentuknya melanjutkan tradisi yang sudah ada, merevisi
pandangan yang berkembang atau bahkan menolak dan menemukan sesuatu yang baru.Koentjaraninggrat
menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase. Fase Pertama
(Sebelum 1800), Fase kedua (Pertengahan Abad ke-19), Fase ketiga (Awal Abad
ke-20), dan Fase keempat (Sesudah Kira-kira 1930).
Di Indonesia,
antropologi berkembang seiring dengan kolonisasi bangsa-bangsa Eropa ke Hindia.
Watak khas suatu bangsa dan potensi kekayaan alamnya dilaporkan secara tertulis
oleh para pejabat kolonial. Berbagai laporan itu disebut etnologi. Berbagai
tulisan etnologi tersebut bermanfaat untuk mempermudah penguasaan kaum pribumi.
Menurut Koentjaningrat, Antropologi di Indonesia hampir tidak terikat oleh
tradisi antropologi manapun dan belum mempunyai tradisi yang kuat. Oleh karena
itu seleksi dan kombinasi dari beberapa unsur atau aliran dapat dipilih sesuai
dengan kebutuhan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi.
[[2]]Wikipedia.
Antropologi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi#Sejarah.
Diakses pada tanggal 30 September 2020
[[3]] Nur
Syam, Mazha-Mazhab Antropologi, Penerbit
PT. Lkis Printing Cemerlang, Cetakan
1, Yogyakarta, 2007, hlm.6
[[5]] I
Made Reki Artawan, “Perkembangan
Antropologi di Indonesia”. Universitas Negri Gorontalo. Diakses pada
tanggal 02 Oktober 2016.
DAFTAR PUSTAKA
Sare, Yuni. (2006). Antropologi SMA/MA kelas XI. Jakarta : PT Grasindo.
Wikipedia. “Antropologi” https://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi#Sejarah Diakses pada tanggal 30 September 2020.
Syam, Nur. (2007). Mazhab-Mazhab Antropologi. Yogyakarta : PT. LKIS Printing Cemerlang.
Reskiani, Fatiha. (2016). “Sejarah Antropologi”. KOMPAS. https://www.kompasiana.com/reskiani/56ffd947b17e612f1488e221/sejarah-antropologi?page=all
Artawan, I Made Reki. (2016). “Perkembangan Antropologi Indonesia”. Universitas Negri Gorontalo. http://imaderekiartawan97.blogspot.com/2016/10/perkembangan-antropologi-di-indonesia.htm
No comments:
Post a Comment