Shofa Tasya Auliyah
Provinsi
Riau merupakan salah satu Provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Seperti halnya
masyarakat Provinsi Riau yang didominasi oleh suku melayu. Oleh karena itu,
tradisi yang ada di Provinsi Riau tidak terlepas dari pengaruh nilai-nilai budaya melayu yang
dimiliki oleh masyarakat. Menurut Soerjanto Poespowardoyo (1989:218-219) kebudayaan
ialah keseluruhan proses dan hasil perkembangan yang disalurkan dari generasi
ke generasi untuk kehidupan manusiawi yang lebih baik[1]. Maka dari itu, kebudayaan
yang ada di Riau hingga saat ini merupakan warisan dari generasi pendahulu yang
masih bisa dilestarikan.
Di Provinsi Riau, terdapat berbagai tradisi budaya Melayu dan peninggalan sejarah dapat kita ketahui, seperti peninggalan candi, artefak dan peninggalan sejarah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa peninggalan sejarah dan kebudayaan kuno sangat banyak di wilayah Provinsi Riau. Berbagai
macam tradisi dilakukan oleh masyarakat Riau untuk menyambut bulan suci Ramadan seperti ziarah makam, makan bajambau dan petang megang.Ziarah
kubur atau ziarah makam adalah kunjungan ke tempat pemakaman umum/pribadi yang
dilakukan secara individu atau kelompok masyarakat pada waktu tertentu, dengan
tujuan mendoakan saudara atau keluarga yang telah meninggal dunia supaya
diberikan kedudukan atau posisi yang layak di sisi Allah SWT., sehingga
arwahnya diharapkan bisa tenang dengan adanya permohonan doa dari keluarganya
yang masih hidup[2].
Tradisi ziarah makam, yang didahului oleh kegiatan gotong royong, merupakan
kegiatan sosial yang bernilai tinggi, terutama dalam mempersatukan umat. Ziarah
makam merupakan hal yang paling umum dilakukan dan sudah menjadi tradisi di
seluruh Indonesia, tidak hanya di Riau saja.
Tradisi
menyambut bulan suci Ramadan oleh masyarakat Riau diawali dengan ziarah ke
makam pemuka agama dan tokoh-tokoh penting di Riau. Ziarah yang pertama
dilakukan di makam Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazaam Syah, atau yang
dikenal dengan Marhum Pekan. Beliau merupakan Sultan Kelima Kerajaan Siak Sri
Indrapura (1780-1782) dan juga pendiri Kota Pekanbaru[3]. Tidak
lupa dalam tradisi ziarah makam untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal.
Masyarakat Riau berziarah untuk membersihkan makan, membaca yasin ataupun
mengirim doa kepada ahli kubur, serta menaburkan bunga dan air[4]. Kegiatan
ziarah makam menjadi tempat di mana masyarakat menundukkan kepala untuk
mengingat kembali jasa-jasa pahlawan yang telah mendahului, serta untuk
keluarga yang telah meninggal dunia. Masyarakat Riau mayoritas akan mengunjungi
makam kerabat mereka. Sementara untuk
pemangku jabatan pemerintahan akan mengadakan acara ziarah makam pahlawan.
Tradisi ziarah makam tak hanya dilakukan menjelang bulan Ramadan, ada juga
masyarakat yang mengadakan ziarah makam bebrapa hari menjelang hari raya Idul
Fitri atau Lebaran.
Setelah
ziarah makam, dilanjutkan dengan tradisi Makan Bajambau atau yang disebut juga dengan
makan bersama. Makan Bejambau merupakan tradisi masyarakat daerah Riau,
khususnya daerah Kampar. Tradisi Makan Bajambau ini menjadi tradisi turun menurun
untuk meningkatkan silaturahmi di antara semua masyarakat. Selain Makan
Bajambau, masyarakat juga menyantuni anak yatim piatu dan fakir miskin. Namun,
seiring berkembangnya zaman, Makan Bajambau dalam 15 tahun terakhir sudah
berbeda, yang biasanya hanya diperuntukkan bagi anak-anak yatim yang ada di kampung,
saat ini semua masyarakat ikut dalam makan bersama dan juga ada hiburan musik
islami yang dihadiri kalangan pejabat[5]. Tradisi Makan Bajambau ini
pun tidak hanya dilaksanakan dalam rangka menyambut bulan Ramadan, namun juga
selalu dilakukan pada waktu tertentu khusunya di acara adat pernikahan, Acara Aqiqah,
Acara 7 Memperingati Hari Kematian, Acara Hari Besar Agama Islam, dan Acara
Pelantikan Ninik Mamak dan Pejabat Daerah[6].
Tradisi
Makan Bajambau dalam menyambut bulan suci Ramadan biasanya dilaksanakan pada
saat tiga hari menjelang masuknya bulan Ramadan. Tradisi ini biasa dilaksanakan
oleh ibu-ibu yang membawa hidangan dari rumah dengan menu yang berbeda-beda, yang
ditaruh di dalam dulang atau pun talam yang dibawa dengan cara dijunjung di
atas kepala. Hidangan yang telah disiapkan akan dibawa dan dikumpulkan di dalam
dua mushala yang diletakkan di teras masjid secara berdekatan, hidangan yang
telah disiapkan akan disantap usai shalat Jumat. Setiap alur pelaksanaan Makan
Bajambau ini memiliki makna yang sakral. Makan Bejambau memiliki aturan posisi
duduk pada saat jamuan. Hal ini dikarenakan posisi duduk akan menentukan
tingkatan seseorang di adalam masyarakat. Begitu juga dengan aturan tempat hidangan
yang akan digunakan serta orang yang berhak membawa jambau. Tradisi Makan Bajambau ini akan berlangsung hingga sore
hari dengan kegiatan lainnya[7]. Dengan
begitu, Makan Bajambau merupakan tradisi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat
karena memiliki fungsi mempererat jalin silaturrahmi antar masyarakat di dalam
suatu daerah. Setiap warga yang berkumpul dapat berinteraksi satu dengan yang
lainnya sehingga nilai sosial di dalam masyarakat tersebut dapat berkembang
dengan baik.
Selain
itu, ada tradisi yang dilakukan masyarakat Riau dalam menyambut bulan suci Ramadan
yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur serta kegembiraan umat muslim menyambut
bulan suci Ramadan. Tradisi itu sendiri dikenal dengan Petang Megang. Di berbagai
daerah Riau tradisi ini hampir dilakukan oleh semua daerah, di antaranya Kabupaten Siak, Bengkalis, Rokan
Hilir, Kepulauan Meranti dan daerah Riau lainnya[8]. Tradisi Petang Megang merupakan tradisi yang
membuat masyarakat Riau sangat antusias dalam melaksanakan Petang Megang ini.
Masyarakat yang biasanya bekerja di luar kota, akan menyempatkan diri untuk
berpartisipasi dalam kegiatan Petang Megang ini.
Di
Kampar, istilah Petang Megang disebut dengan istilah Balimau Kasai serta di Rokan
Hulu dikenal dengan istilah Bolimau Cono. Tradisi Petang Megang oleh masyarakat
kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan disebut Potang Mogang. Di Kecamatan
Langgam sendiri, tradisi Potang Mogang dianggap sebagai upacara penyucian diri
lahir maupun batin dan juga sebagai bentuk ucapan rasa syukur dan ungkapan
kegembiraan dengan akan segera datangnya bulan Ramadan[9]. Di
setiap daerah, sebuah tradisi memang memiliki nama dan istilah berbeda-beda,
hanya saja tradisi tersebut memiliki tujuan yang sama. Keunikan ini yang
dimiliki setiap kebudayaan, baik secara ritual dan pelaksanaannya memiliki
makna masing-masing di setiap daerah tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan
zaman hari ini secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak positif
dan negatif terhadap kehidupan masyarakat Indonesia[10].
Setelah
tradisi berziarah dan Makan Bajambau, maka masyarakat akan melaksanakan tradisi
Petang Megang yang dilakukan pada satu hari sebelum bulan Ramadan. Tradisi
Petang Megang sendiri mempunyai arti tersendiri Petang artinya (sore) dan
megang artinya (waktu diantara sore dan maghrib). Inti dari tradisi petang
megang ini, adalah Mandi Balimau. Sementara balimau memiliki arti air limau
yang telah di dibuat dengan ramuan tradisonal dengan khas aroma jeruk[11].
Air
belimau yang sudah selesai di ramu dengan cara tradisonal inilah yang digunakan
untuk menyiram diri atau tubuh untuk membersihkan diri. Kepercayan turun
termurun inilah yang diyakini masyarakat untuk membersihkan diri dari kotoran
yang terlihat dan tidak terlihat (dosa) sebelum memasuki bulan suci Ramadhan.
Air yang digunakan untuk mandi balimau berupa air rebusan limau purut yang
dicampur dengan serai wangi, daun nilam, mayang pinang, dan dilengkapi dengan
irisan bunga rampai[12].
Tradisi
petang megang yang telah turun menurun ini sempat menghilang pada tahun 1970-an
dikarenakan kondisi sungai siak yang berubah warna, akibat pencemaran dan
perambahan hutan, pembangunan industri hulu pabrik perkebunan sawit yang menyebabkan
tak ada lagi warga yang mau untuk menjalani tradisi petang megang. Namun pada
tahun 1997, tradisi Petang Megang ini mulai kembali dihidupkan oleh beberapa
tokoh masyarakat. Setelah dihidupkan kembali pada saat tahun 2001 pemko
pekanbaru memasukkan acara petang megang ini dalam agenda tahunan[13].
Tradisi
ini tidak hanya dihadiri oleh masyarakat saja tapi juga dihadiri oleh Tokoh Masyarakat, pemuka agama dan pejabat setempat,
masyarakat akan datang berbondong-bondong datang ke pinggir sungai. Di Riau
sendiri ada dua tempat yang ramai di datangi oleh masyarakat yaitu Sungai Siak di
Pekanbaru dan Sungai Kampar di Kabupaten Kampar[14].
Dengan
diiringi musik kompang atau alat kesenian Melayu Riau, para pejabat dan warga
berjalan menuju area lokasi petang megang. Tradisi yang di lakukan di Sungai
Siak Pekanbaru proses mandi balimau dilakukan secara simbolis kepada 10 anak
berusia kecil dan remaja untuk dimandikan oleh para tokoh-tokoh disana[15].
Tradisi petang megang ini secara serempak dilakukan oleh warga sekampung
terutama dikawasan Tanjungrhu sebagai kampung lama (pertama berdiri). Acara Petang
Megang ini masih dipertahankan warga Tanjungrhu sebagai tradisi turun menurun
dikarenakan banyak masyarakat merantau hingga menetap dan beranak-pinak di daerah
Tanjungrhu dan kampung dalam[16]. Kegiatan Petang Megang menjadikan masyarakat
Riau menyadari akan pentiingnya menyucikan diri dan keyakinan inilah yang
membuat tradisi Petang Megang masih ada hingga sekarang ini.
Kesimpulan
Setiap
daerah di Riau memiliki Tradisi menyambut bulan ramadhan atau bulan puasa yang
berbeda. Diantaranya terdapat tradisi ziarah makam, makan bajambau dan petang
megang tradisi ini memiliki nama dan istilah yang berbeda namun, memiliki
tujuan yang sama. Tradisi Petang megang ini sempat menghilang di tahun 1970-an
dikarenakan pencemaran sungai.
Acara
yang diadakan dalam waktu setahun sekali ini diharapkan dapat selalu
dilaksanakan setiap tahun nya, dikarenakan bisa menjadi tempat berkumpul
masyarakat, tokoh masyarakat dan pejabat daerah yang mengadakan acara tersebut.
Masyarakat akan berbondong-bondong datang ke tepian sungai untuk memeriahkan
acara petang megang tersebut.
Petang
megang ini merupakan salah satu peninggalan adat istiadat oleh masyarakat
melayu Riau. sehinga sebagai sebagai generasi muda kita harus turut
melestarikan adat istiadat peninggalan nenek moyang terdahulu. Selain itu usaha
melestarikan adat istiadat petang megang dilakukan juga oleh Pemko Kota
Pekanbaru dengan cara melaksanakan acara petang megang yang diadakan di tepian Sungai
Siak.
Setiap
tradisi memiliki maknanya tersendiri, namun tetap memiliki manfaat bagi diri
sendiri dan masyarakat. Bisa kita lihat kembali kegiatan Ziarah Makam, Makan
Bajambau, dan Petang Megang merupakan tradisi yang masih kita temui hingga saat
ini. Artinya masyarakat Riau masih menyadari arti penting sebuah tradisi yang
memiliki nilai positif. Sudah selayaknya kita sebagai masyarakat Riau terus
menjaga kelestarian budaya dan tradisi Melayu Riau agar tidak hilang ditelan
masa.
[1] Sonia Amrizal. Pelaksanaan Event Petang Megang di Kota Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol.4 No.2. Oktober 2017. Hal. 2.
[2] Jamaludin. Tradisi Ziarah Kubur Dalam Masyarakat Melayu Kuantan. Jurnal Sosial
Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya, Vol.11, No.2,
Juli-Desember 2014. Hal. 255.
[3] Ranah Riau, Indonesia. 27 Mei 2017. https://www.ranahriau.com/berita-3289-memaknai-tradisi-petang-megang-tradisi-menyambut-ramadhan-di-sungai-siak.html
Diakses tanggal 24 November 2020.
[4] Infopku.com, Indonesia. 17 Juni 2015.
https://infopku.com/beberapa-tradisi-melayu-riau-dalam-menyambut-bulan-ramadhan/16605/.
Diakses tanggal 24 November 2020
[5] Kompas.com, Indonesia. 4 Mei 2019. https://regional.kompas.com/read/2019/05/04/10382361/tradisi-unik-sambut-ramadhan-makan-bajambau-perkuat-silaturahmi-di-kampar?page=all#:~:text=PEKANBARU%2C%20KOMPAS.com%20%2D%20Setiap,yang%20hingga%20kini%20tetap%20terjaga.
Diakses tanggal 24 November 2020.
[6] Abdul Hafizh. Tradisi Makan Bajambau di Desa Salo Timur
Kecamatan Salo Kabupaten Kampar. Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol.5, Edisi
II Juli-Desember 2018. Hal. 5.
[7] Kompas.com Indonesia. op. cit., Diakses tanggal 24 November 2020
[8] Kang Marakara. 9 Mei 2019.
Kompasiana.com, Indonesia. https://thr.kompasiana.com/kang92078/5cd3c1a0750657763d1dc5c5/balimau-kasai-tradisi-melayu-riau-menyambut-ramadhan.
Diakses tanggal 24 November 2020.
[9] Razali Pebrianto, Heri Saputra,
Nurhasanah Bakhtiar. Kearifan Lokal Dalam
Tradisi Mandi Balimau Kasai: Peran Pemangku Adat Untuk Menjaga Nilai-Nilai
Islam di Desa Alam Panjang Kecamatan Rumbio Jaya Kabupaten Kampar Provinsi
Riau. Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol.3, No.1, Juli 2019. Hal. 19.
[10] Ibid., Hal. 18.
[11] Kang Marakara. 9 Mei 2019.
Kompasiana.com, Indonesia. op. cit., Diakses
tanggal 24 November 2020
[12] Riau24.com, Indonesia. 26 Mei 2017. https://archivedesktop.riau24.com/berita/baca/72673-inilah-asal-usul-petang-megang-atau-petang-belimau-di-pekanbaru.
Diakses tanggal 24 November 2020.
[13] Ibid., Diakses tanggal 24
November 2020.
[14] Infopku.com, Indonesia. op. cit., Diakses tanggal 24
November 2020.
[15] Ranahriau.com, Indonesia. Op cit., Diakses tanggal 24
November 2020.
[16] Riau24.com, Indonesia. op cit., Diakses tanggal 24 November 2020.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafizh. Tradisi Makan Bajambau di Desa Salo Timur
Kecamatan Salo Kabupaten Kampar. Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol.5, Edisi
II Juli-Desember 2018.
Amrizal, Sonia. 2017. Pelaksanaan
Event Petang Megang di Kota Pekanbaru dalam JOM FISIP Vol.4 No.2.
Pekanbaru: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Riau.
Infopku.com,
Indonesia. 17 Juni 2015.
https://infopku.com/beberapa-tradisi-melayu-riau-dalam-menyambut-bulan-ramadhan/16605/.
Diakses tanggal 24 November 2020
Jamaludin.
Tradisi Ziarah Kubur Dalam Masyarakat
Melayu Kuantan. Jurnal Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan
Budaya, Vol.11, No.2, Juli-Desember 2014.
Kang Marakara. 9
Mei 2019. Kompasiana.com, Indonesia.
https://thr.kompasiana.com/kang92078/5cd3c1a0750657763d1dc5c5/balimau-kasai-tradisi-melayu-riau-menyambut-ramadhan.
Diakses tanggal 24 November 2020.
Kompas.com, Indonesia. 4 Mei 2019.
https://regional.kompas.com/read/2019/05/04/10382361/tradisi-unik-sambut-ramadhan-makan-bajambau-perkuat-silaturahmi-di-kampar?page=all#:~:text=PEKANBARU%2C%20KOMPAS.com%20%2D%20Setiap,yang%20hingga%20kini%20tetap%20terjaga.
Diakses tanggal 24 November 2020.
Razali
Pebrianto, Heri Saputra, Nurhasanah Bakhtiar. Kearifan Lokal Dalam Tradisi Mandi Balimau Kasai: Peran Pemangku Adat
Untuk Menjaga Nilai-Nilai Islam di Desa Alam Panjang Kecamatan Rumbio Jaya
Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol.3, No.1,
Juli 2019. 2019. Hal. 18-19.
Ranah Riau, Indonesia. 27 Mei 2017. https://www.ranahriau.com/berita-3289-memaknai-tradisi-petang-megang-tradisi-menyambut-ramadhan-di-sungai-siak.html
Diakses tanggal 24 November 2020.
Riau24.com, Indonesia. 26 Mei 2017.
https://archivedesktop.riau24.com/berita/baca/72673-inilah-asal-usul-petang-megang-atau-petang-belimau-di-pekanbaru.
Diakses tanggal 24 November 2020.
No comments:
Post a Comment