Wednesday, 16 December 2020

TRADISI MENYAMBUT BULAN PUASA

Shofa Tasya Auliyah


Provinsi Riau merupakan salah satu Provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Seperti halnya masyarakat Provinsi Riau yang didominasi oleh suku melayu. Oleh karena itu, tradisi yang ada di Provinsi Riau tidak terlepas dari  pengaruh nilai-nilai budaya melayu yang dimiliki oleh masyarakat. Menurut Soerjanto Poespowardoyo (1989:218-219) kebudayaan ialah keseluruhan proses dan hasil perkembangan yang disalurkan dari generasi ke generasi untuk kehidupan manusiawi yang lebih baik[1]. Maka dari itu, kebudayaan yang ada di Riau hingga saat ini merupakan warisan dari generasi pendahulu yang masih bisa dilestarikan.

Di Provinsi Riau, terdapat berbagai tradisi budaya Melayu dan peninggalan sejarah dapat kita ketahui, seperti peninggalan candi, artefak dan peninggalan sejarah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa peninggalan sejarah dan kebudayaan kuno sangat banyak di wilayah Provinsi Riau. Berbagai

macam tradisi dilakukan oleh masyarakat Riau untuk menyambut bulan suci Ramadan seperti ziarah makam, makan bajambau dan petang megang.

Ziarah kubur atau ziarah makam adalah kunjungan ke tempat pemakaman umum/pribadi yang dilakukan secara individu atau kelompok masyarakat pada waktu tertentu, dengan tujuan mendoakan saudara atau keluarga yang telah meninggal dunia supaya diberikan kedudukan atau posisi yang layak di sisi Allah SWT., sehingga arwahnya diharapkan bisa tenang dengan adanya permohonan doa dari keluarganya yang masih hidup[2]. Tradisi ziarah makam, yang didahului oleh kegiatan gotong royong, merupakan kegiatan sosial yang bernilai tinggi, terutama dalam mempersatukan umat. Ziarah makam merupakan hal yang paling umum dilakukan dan sudah menjadi tradisi di seluruh Indonesia, tidak hanya di Riau saja.

Tradisi menyambut bulan suci Ramadan oleh masyarakat Riau diawali dengan ziarah ke makam pemuka agama dan tokoh-tokoh penting di Riau. Ziarah yang pertama dilakukan di makam Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazaam Syah, atau yang dikenal dengan Marhum Pekan. Beliau merupakan Sultan Kelima Kerajaan Siak Sri Indrapura (1780-1782) dan juga pendiri Kota Pekanbaru[3]. Tidak lupa dalam tradisi ziarah makam untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal. Masyarakat Riau berziarah untuk membersihkan makan, membaca yasin ataupun mengirim doa kepada ahli kubur, serta menaburkan bunga dan air[4]. Kegiatan ziarah makam menjadi tempat di mana masyarakat menundukkan kepala untuk mengingat kembali jasa-jasa pahlawan yang telah mendahului, serta untuk keluarga yang telah meninggal dunia. Masyarakat Riau mayoritas akan mengunjungi makam kerabat mereka. Sementara  untuk pemangku jabatan pemerintahan akan mengadakan acara ziarah makam pahlawan. Tradisi ziarah makam tak hanya dilakukan menjelang bulan Ramadan, ada juga masyarakat yang mengadakan ziarah makam bebrapa hari menjelang hari raya Idul Fitri atau Lebaran.

Setelah ziarah makam, dilanjutkan dengan tradisi Makan Bajambau atau yang disebut juga dengan makan bersama. Makan Bejambau merupakan tradisi masyarakat daerah Riau, khususnya daerah Kampar. Tradisi Makan Bajambau ini menjadi tradisi turun menurun untuk meningkatkan silaturahmi di antara semua masyarakat. Selain Makan Bajambau, masyarakat juga menyantuni anak yatim piatu dan fakir miskin. Namun, seiring berkembangnya zaman, Makan Bajambau dalam 15 tahun terakhir sudah berbeda, yang biasanya hanya diperuntukkan bagi anak-anak yatim yang ada di kampung, saat ini semua masyarakat ikut dalam makan bersama dan juga ada hiburan musik islami yang dihadiri kalangan pejabat[5]. Tradisi Makan Bajambau ini pun tidak hanya dilaksanakan dalam rangka menyambut bulan Ramadan, namun juga selalu dilakukan pada waktu tertentu khusunya di acara adat pernikahan, Acara Aqiqah, Acara 7 Memperingati Hari Kematian, Acara Hari Besar Agama Islam, dan Acara Pelantikan Ninik Mamak dan Pejabat Daerah[6].

Tradisi Makan Bajambau dalam menyambut bulan suci Ramadan biasanya dilaksanakan pada saat tiga hari menjelang masuknya bulan Ramadan. Tradisi ini biasa dilaksanakan oleh ibu-ibu yang membawa hidangan dari rumah dengan menu yang berbeda-beda, yang ditaruh di dalam dulang atau pun talam yang dibawa dengan cara dijunjung di atas kepala. Hidangan yang telah disiapkan akan dibawa dan dikumpulkan di dalam dua mushala yang diletakkan di teras masjid secara berdekatan, hidangan yang telah disiapkan akan disantap usai shalat Jumat. Setiap alur pelaksanaan Makan Bajambau ini memiliki makna yang sakral. Makan Bejambau memiliki aturan posisi duduk pada saat jamuan. Hal ini dikarenakan posisi duduk akan menentukan tingkatan seseorang di adalam masyarakat. Begitu juga dengan aturan tempat hidangan yang akan digunakan serta orang yang berhak membawa jambau. Tradisi Makan Bajambau ini akan berlangsung hingga sore hari dengan kegiatan lainnya[7]. Dengan begitu, Makan Bajambau merupakan tradisi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat karena memiliki fungsi mempererat jalin silaturrahmi antar masyarakat di dalam suatu daerah. Setiap warga yang berkumpul dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga nilai sosial di dalam masyarakat tersebut dapat berkembang dengan baik.

Selain itu, ada tradisi yang dilakukan masyarakat Riau dalam menyambut bulan suci Ramadan yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur serta kegembiraan umat muslim menyambut bulan suci Ramadan. Tradisi itu sendiri dikenal dengan Petang Megang. Di berbagai daerah Riau tradisi ini hampir dilakukan oleh semua daerah,  di antaranya Kabupaten Siak, Bengkalis, Rokan Hilir, Kepulauan Meranti dan daerah Riau lainnya[8].  Tradisi Petang Megang merupakan tradisi yang membuat masyarakat Riau sangat antusias dalam melaksanakan Petang Megang ini. Masyarakat yang biasanya bekerja di luar kota, akan menyempatkan diri untuk berpartisipasi dalam kegiatan Petang Megang ini.

Di Kampar, istilah Petang Megang disebut dengan istilah Balimau Kasai serta di Rokan Hulu dikenal dengan istilah Bolimau Cono. Tradisi Petang Megang oleh masyarakat kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan disebut Potang Mogang. Di Kecamatan Langgam sendiri, tradisi Potang Mogang dianggap sebagai upacara penyucian diri lahir maupun batin dan juga sebagai bentuk ucapan rasa syukur dan ungkapan kegembiraan dengan akan segera datangnya bulan Ramadan[9]. Di setiap daerah, sebuah tradisi memang memiliki nama dan istilah berbeda-beda, hanya saja tradisi tersebut memiliki tujuan yang sama. Keunikan ini yang dimiliki setiap kebudayaan, baik secara ritual dan pelaksanaannya memiliki makna masing-masing di setiap daerah tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan zaman hari ini secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak positif dan negatif terhadap kehidupan masyarakat Indonesia[10].

Setelah tradisi berziarah dan Makan Bajambau, maka masyarakat akan melaksanakan tradisi Petang Megang yang dilakukan pada satu hari sebelum bulan Ramadan. Tradisi Petang Megang sendiri mempunyai arti tersendiri Petang artinya (sore) dan megang artinya (waktu diantara sore dan maghrib). Inti dari tradisi petang megang ini, adalah Mandi Balimau. Sementara balimau memiliki arti air limau yang telah di dibuat dengan ramuan tradisonal dengan khas aroma jeruk[11].

Air belimau yang sudah selesai di ramu dengan cara tradisonal inilah yang digunakan untuk menyiram diri atau tubuh untuk membersihkan diri. Kepercayan turun termurun inilah yang diyakini masyarakat untuk membersihkan diri dari kotoran yang terlihat dan tidak terlihat (dosa) sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Air yang digunakan untuk mandi balimau berupa air rebusan limau purut yang dicampur dengan serai wangi, daun nilam, mayang pinang, dan dilengkapi dengan irisan bunga rampai[12].  

Tradisi petang megang yang telah turun menurun ini sempat menghilang pada tahun 1970-an dikarenakan kondisi sungai siak yang berubah warna, akibat pencemaran dan perambahan hutan, pembangunan industri hulu pabrik perkebunan sawit yang menyebabkan tak ada lagi warga yang mau untuk menjalani tradisi petang megang. Namun pada tahun 1997, tradisi Petang Megang ini mulai kembali dihidupkan oleh beberapa tokoh masyarakat. Setelah dihidupkan kembali pada saat tahun 2001 pemko pekanbaru memasukkan acara petang megang ini dalam agenda tahunan[13].

Tradisi ini tidak hanya dihadiri oleh masyarakat saja tapi juga dihadiri oleh Tokoh  Masyarakat, pemuka agama dan pejabat setempat, masyarakat akan datang berbondong-bondong datang ke pinggir sungai. Di Riau sendiri ada dua tempat yang ramai di datangi oleh masyarakat yaitu Sungai Siak di Pekanbaru dan Sungai Kampar di Kabupaten Kampar[14].

Dengan diiringi musik kompang atau alat kesenian Melayu Riau, para pejabat dan warga berjalan menuju area lokasi petang megang. Tradisi yang di lakukan di Sungai Siak Pekanbaru proses mandi balimau dilakukan secara simbolis kepada 10 anak berusia kecil dan remaja untuk dimandikan oleh para tokoh-tokoh disana[15]. Tradisi petang megang ini secara serempak dilakukan oleh warga sekampung terutama dikawasan Tanjungrhu sebagai kampung lama (pertama berdiri). Acara Petang Megang ini masih dipertahankan warga Tanjungrhu sebagai tradisi turun menurun dikarenakan banyak masyarakat merantau hingga menetap dan beranak-pinak di daerah Tanjungrhu dan kampung dalam[16].  Kegiatan Petang Megang menjadikan masyarakat Riau menyadari akan pentiingnya menyucikan diri dan keyakinan inilah yang membuat tradisi Petang Megang masih ada hingga sekarang ini.


Kesimpulan

Setiap daerah di Riau memiliki Tradisi menyambut bulan ramadhan atau bulan puasa yang berbeda. Diantaranya terdapat tradisi ziarah makam, makan bajambau dan petang megang tradisi ini memiliki nama dan istilah yang berbeda namun, memiliki tujuan yang sama. Tradisi Petang megang ini sempat menghilang di tahun 1970-an dikarenakan pencemaran sungai.

Acara yang diadakan dalam waktu setahun sekali ini diharapkan dapat selalu dilaksanakan setiap tahun nya, dikarenakan bisa menjadi tempat berkumpul masyarakat, tokoh masyarakat dan pejabat daerah yang mengadakan acara tersebut. Masyarakat akan berbondong-bondong datang ke tepian sungai untuk memeriahkan acara petang megang tersebut.

Petang megang ini merupakan salah satu peninggalan adat istiadat oleh masyarakat melayu Riau. sehinga sebagai sebagai generasi muda kita harus turut melestarikan adat istiadat peninggalan nenek moyang terdahulu. Selain itu usaha melestarikan adat istiadat petang megang dilakukan juga oleh Pemko Kota Pekanbaru dengan cara melaksanakan acara petang megang yang diadakan di tepian Sungai Siak.

Setiap tradisi memiliki maknanya tersendiri, namun tetap memiliki manfaat bagi diri sendiri dan masyarakat. Bisa kita lihat kembali kegiatan Ziarah Makam, Makan Bajambau, dan Petang Megang merupakan tradisi yang masih kita temui hingga saat ini. Artinya masyarakat Riau masih menyadari arti penting sebuah tradisi yang memiliki nilai positif. Sudah selayaknya kita sebagai masyarakat Riau terus menjaga kelestarian budaya dan tradisi Melayu Riau agar tidak hilang ditelan masa.

 


[1] Sonia Amrizal. Pelaksanaan Event Petang Megang di Kota Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol.4 No.2. Oktober 2017. Hal. 2.

[2] Jamaludin. Tradisi Ziarah Kubur Dalam Masyarakat Melayu Kuantan. Jurnal Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya, Vol.11, No.2, Juli-Desember 2014. Hal. 255.

[3] Ranah Riau, Indonesia. 27 Mei 2017. https://www.ranahriau.com/berita-3289-memaknai-tradisi-petang-megang-tradisi-menyambut-ramadhan-di-sungai-siak.html Diakses tanggal 24 November 2020.

[4] Infopku.com, Indonesia. 17 Juni 2015. https://infopku.com/beberapa-tradisi-melayu-riau-dalam-menyambut-bulan-ramadhan/16605/. Diakses tanggal 24 November 2020

[5] Kompas.com, Indonesia. 4 Mei 2019. https://regional.kompas.com/read/2019/05/04/10382361/tradisi-unik-sambut-ramadhan-makan-bajambau-perkuat-silaturahmi-di-kampar?page=all#:~:text=PEKANBARU%2C%20KOMPAS.com%20%2D%20Setiap,yang%20hingga%20kini%20tetap%20terjaga. Diakses tanggal 24 November 2020.

[6] Abdul Hafizh. Tradisi Makan Bajambau di Desa Salo Timur Kecamatan Salo Kabupaten Kampar. Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol.5, Edisi II Juli-Desember 2018. Hal. 5.

[7] Kompas.com Indonesia. op. cit., Diakses tanggal 24 November 2020

[8] Kang Marakara. 9 Mei 2019. Kompasiana.com, Indonesia. https://thr.kompasiana.com/kang92078/5cd3c1a0750657763d1dc5c5/balimau-kasai-tradisi-melayu-riau-menyambut-ramadhan. Diakses tanggal 24 November 2020.

[9] Razali Pebrianto, Heri Saputra, Nurhasanah Bakhtiar. Kearifan Lokal Dalam Tradisi Mandi Balimau Kasai: Peran Pemangku Adat Untuk Menjaga Nilai-Nilai Islam di Desa Alam Panjang Kecamatan Rumbio Jaya Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol.3, No.1, Juli 2019. Hal. 19.

[10] Ibid., Hal. 18.

[11] Kang Marakara. 9 Mei 2019. Kompasiana.com, Indonesia. op. cit., Diakses tanggal 24 November 2020

[12] Riau24.com, Indonesia. 26 Mei 2017.  https://archivedesktop.riau24.com/berita/baca/72673-inilah-asal-usul-petang-megang-atau-petang-belimau-di-pekanbaru. Diakses tanggal 24 November 2020.

[13] Ibid., Diakses tanggal 24 November 2020.

[14] Infopku.com, Indonesia. op. cit., Diakses tanggal 24 November 2020.

[15] Ranahriau.com, Indonesia. Op cit., Diakses tanggal 24 November 2020.

[16] Riau24.com, Indonesia. op cit., Diakses tanggal 24 November 2020.

  

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafizh. Tradisi Makan Bajambau di Desa Salo Timur Kecamatan Salo Kabupaten Kampar. Jurnal Online Mahasiswa FISIP Vol.5, Edisi II Juli-Desember 2018.

Amrizal, Sonia. 2017. Pelaksanaan Event Petang Megang di Kota Pekanbaru dalam JOM FISIP Vol.4 No.2. Pekanbaru: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Riau.

Infopku.com, Indonesia. 17 Juni 2015. https://infopku.com/beberapa-tradisi-melayu-riau-dalam-menyambut-bulan-ramadhan/16605/. Diakses tanggal 24 November 2020

Jamaludin. Tradisi Ziarah Kubur Dalam Masyarakat Melayu Kuantan. Jurnal Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya, Vol.11, No.2, Juli-Desember 2014.

Kang Marakara. 9 Mei 2019. Kompasiana.com, Indonesia. https://thr.kompasiana.com/kang92078/5cd3c1a0750657763d1dc5c5/balimau-kasai-tradisi-melayu-riau-menyambut-ramadhan. Diakses tanggal 24 November 2020.

Kompas.com, Indonesia. 4 Mei 2019. https://regional.kompas.com/read/2019/05/04/10382361/tradisi-unik-sambut-ramadhan-makan-bajambau-perkuat-silaturahmi-di-kampar?page=all#:~:text=PEKANBARU%2C%20KOMPAS.com%20%2D%20Setiap,yang%20hingga%20kini%20tetap%20terjaga. Diakses tanggal 24 November 2020.

Razali Pebrianto, Heri Saputra, Nurhasanah Bakhtiar. Kearifan Lokal Dalam Tradisi Mandi Balimau Kasai: Peran Pemangku Adat Untuk Menjaga Nilai-Nilai Islam di Desa Alam Panjang Kecamatan Rumbio Jaya Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol.3, No.1, Juli 2019. 2019. Hal. 18-19.

Ranah Riau, Indonesia. 27 Mei 2017. https://www.ranahriau.com/berita-3289-memaknai-tradisi-petang-megang-tradisi-menyambut-ramadhan-di-sungai-siak.html Diakses tanggal 24 November 2020.

Riau24.com, Indonesia. 26 Mei 2017.  https://archivedesktop.riau24.com/berita/baca/72673-inilah-asal-usul-petang-megang-atau-petang-belimau-di-pekanbaru. Diakses tanggal 24 November 2020.

No comments:

Post a Comment

MINUMAN KHAS MELAYU RIAU

Salsabila Asri Negara Indonesia memiliki berbagai macam masyarakat dengan latar belakang dan keinginan yang berbeda. Indonesia juga memp...