Elsa Afrianti
A. Pengertian Folklor
Istilah Folklor berasal dari bahasa Inggris yang
terdiri dari dua kata dasar yaitu folk dan
lore. Folk adalah kolektif
masyarakat, sedangkan lore adalah tradisi yang dimiliki folk. Folk merupakan sekelompok
masyarakat yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, serta kebudayaan
tertentu, sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Folk juga memiliki
tradisi khas, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi turun menurun.[1]
Folklor digunakan sebagai sarana tempat penyebaran
budaya di masyarakat. Folk sendiri merupakan sekelompok orang yang mempunyai
ciri-ciri pengenal seperti warna kulit, rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf
pendidikan, dan agama yang sama.
Tujuan adanya folklor ialah, digunakan sebagai sistem
proyeksi, digunakan sebagai angan-angan suatu kolektif, digunakan sebagai alat
pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, digunakan sebagai
alat pendidik anak, dan digunakan sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma
masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.[2]
Dengan adanya tujuan folklor yang jelas, maka sampai
kini folklor masih digunakan oleh masyarakat, baik tu orang dewasa, remaja
maupun anak-anak.
B. Sejarah Folklor
William John Thoms, seorang ahli kebudayaan antik dari
Inggris yang memulai awal dari perkembangan folklor. William John Thoms memulai
perkembangan folklor dengan mengumumkan artikelnya dalam majalah Athenaeum No.
982 tanggal 22 Agustus 1846. Saat mengumumkan artikelnya, William John Thoms menggunakan nama samaran yaitu “Ambrose
Merton Danandjaya”. Dalam isi artikelnya, thoms menciptakan istilah folklor
dengan tujuan untuk sopan santun Inggris, takhayul, balada dan masa lampau.
Sejak saat itulah folklor menjadi istilah baru di dalam kebudayaan Inggris.
C. Macam Ahli Folklor
Pada awal perkembangannya, para ahli folklor belum
sependapat tentang folklor itu sendiri. Para ahli folklor dunia ada 3 macam,
yaitu :
1)
Ahli folklor humanitis
Ahli folklor humanitis merupakan ahli foklor yang
didalamnya terdiri dari para sarjana ahli bahasa dan kesastraan, yang kemudian
memperdalam ilmu folklor, dan mereka masih memegang ketat definisi yang
disampaikan oleh William John Thoms. Tidak hanya meneliti kesastraan lisan,
ahli folklor humanitis juga meneliti hasil kelakuan yang berupa benda material,
contohnya seperti arsitektur rakyat, mainan rakyat, dan pakaian rakyat. Pada
umumnya, ahli folklor humanitis lebih mementingkan aspek lore daripada folk dari penelitian folklor.
2)
Ahli folklor antropologis
Ahli folklor antropologis merupakan ahli folklor yang
membatasi objek penelitian mereka pada unsur kebudayaan yang bersifat lisan
saja. Ahli foklor antropologis lebih mementingkan aspek folk daripada lore dari
penelitian foklor mereka.
3)
Ahli folklor modern
Ahli folklor modern merupakan ahli folklor yang
memiliki latar belakang ilmu interdisipliner, yang mengakibatkan mereka berada pada pertengahan antara dua
kutub perbedaan itu. Didalam penelitian folklor, ahli folklor modern sama
dengan ahli folklor humanitis. Pada umumnya, ahli folklor modern lebih
menelitik beratkan pada kedua aspek folklor yang diteliti, yaitu folk dan lore.
D. Ciri-ciri Folklor
Ciri-ciri folklor menurut pendapat sebagai berikut :
1)
Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara
lisan
Penyebaran
dan pewarisan yang dimaksud ialah folklor disebarkan melalui tutur kata dari
mulut ke mulut.
2)
Folklor bersifat tradisional
Folklor
bersifat tradisional merupakan folklor yang disebarkan dalam bentuk relatif
tetap atau dalam bentuk standar.
3)
Folklor ada (exist)
Exist foklor memiliki versi-versi
dan varian-varian yang berbeda. Adanya versi dan varian yang berbeda-beda
mengakibatkan cara penyebaran folklor dari mulut ke mulut (lisan), yang
biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman.
4)
Folklor bersifat anonim
Folklor
bersifat anonim merupakan folklor yang nama penciptanya sudah tidak diketahui
orang lagi.
5)
Folklor memiliki bentuk berumus atau berpola.
6)
Folklor memiliki kegunaan sebagai alat pendidik,
pelipur lara, protes sosial, serta proyeksi keinginan terpendam.
7)
Folklor bersifat pralogis
Folklor
bersifat pralogis merupakan folklor yang mempunyai logika sendiri dan tidak
sesuai logika umum. Ciri pengenalan folklor bersifat pralogis ini berlaku untuk
folklor lisan dan sebagian lisan.
8)
Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.
Folklor
menjadi milik bersama terjadi karena penciptanya yang pertama sudah tidak
diketahui lagi.
9)
Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu
Folklor
bersifat polos dan lugu mengakibatkan folklor seringkali kelihatannya kasar,
dan terlalu spontan.[3]
Dari 9 ciri-ciri folklor dari pendapatat Danandjaya
diatas, maka sangat membantu dalam menentukan perbedaan masyarakat yang
memiliki tradisi lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan dalam kajian folklor.
E. Jenis Folklor
1)
Folklor lisan
Foklor
lisan disebut juga dengan folklor fakta mental (mentifact). Folklor lisan
mengacu pada bentuk folklor yang hanya memiliki bentuk lisan dan kepercayaan
secara mental. Contoh dari folklor lisan ialah bahasa dan ungkapan, teka-teki,
dajak, puisi, syair, prosa, dan nyanyian rakyat tradisional.
2)
Folklor setengah lisan
Folklor
setengah lisan disebut juga dengan folklor fakta sosial (sociofact).
Perkembangan folklor ini tidak hanya secara lisan melainkan juga menjadi bentuk
pranata, perilaku, kebiasaan, dan adat yang diberlakukan dalam sebuah
masyarakat. Contoh foklor setengah lisan ialah kepercayaan, tahayul, mitos,
pertunjukan/teater, tarian, perilaku kebiasaan, ritual, upacara, dan pesta
tradisional.
3)
Folklor bukan lisan
Foklor
bukan lisan disebut juga dengan folklor
artefact / kebendaan/ material. Folklor bukan lisan ini mengacu pada bentuk
folklor yang memiliki bentuk fisik terkait benda-benda nyata yang ada di dunia.
Penggunaan, pakem bentuk, ciri khas, dan aturan dibalik benda-benda inilah yang
menjadikannya bagian dari folklor. Contoh foklor bukan lisan ialah rumah,
pakaian tradisional, obat-obatan, makanan, minuman, alat musik, dan senjata
tradisional.
4)
Foklor anak
Didalam bermain terdapat unsur folklor yang dilagukan,
karena itu secara psikologi seorang anak sudah mampu menerima folklor. Folklor
juga memberikan perhatian khusus kepada anak, karena anak dianggap sebagai
corong zaman.
5)
Foklor remaja
Para peneliti belum banyak melakukan penggolongan
foklor remaja karena remaja jaarang sekali untuk berkeinginan mendalami foklor.
6)
Foklor dewasa
Folklor dapat dipandang secara keseluruhan oleh orang
dewasa, dikarenakan orang dewasa mampu mengekspresikan apa yang ada di dunia.
7)
Folklor primer dan folklor sekunder
Suatu karya yang masih murni tanpa ada perubahan sama
sekali merupakan definisi dari folklor primer. Sedangkan suatu karya yang telah
mengalami perubahan merupakan defnisi dari foklor sekunder.
8)
Folkor kolektif luas dan sempit.
Foklor kolektif sempit mengacu pada wilayah geoggrafis
atau budaya ras/ suku tertentu, seperti folklor masyarakat pegunungan bromo dan
folklor masyarakat suku Tengger di Bromo. Sedangkan folklor kolektif luas
memiliki komunitas penutur/pengguna yang lebih luas bahkan multikultur
yang tidak terbatas pada adat-budaya atau
suku tertentu. Contohnya folklor kolektif luas ialah folklor Nusantara
(Indonesia), folklor masyarakat Melayu, folklor Asia, folklor Timur Tengah,
folklor Eropa.[4]
Foklor memiliki
ciri-ciri dan jenis-jenis nya sendiri. Pada umumnya, jenis folklor yang banyak
diketahui masyarakat ada 3 ialah folklor lisan, folklor setengah lisan dan juga
folklor bukan lisan. Akan tetapi, masih ada 5 jenis folklor lainnya yaitu,
folklor anak, folklor remaja, folklor dewasa, folklor primer dan sekunder,
serta folklor kolektif luas dan sempit.
Ø Kesimpulan
William John Thoms
merupakan seseorang yang menciptakan dan mengembangkan folklor. Kata Folklor
berasal dari dua suku kata dasar bahasa Inggris yaitu folk dan lore. Folk
merupakan kolektif dan lore merupakan tradisi dari folk.
Folklor memiliki 9 ciri
khusus yaitu penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, bersifat
tradisional, ada exist dengan versi dan varian yang berbeda-beda, bersifat
anonim, memiliki bentuk berumus atau berpola, memiliki fungsi sebagai (alat pendidik, pelipur lara, protes
sosial, serta proyeksi keinginan terpendam), bersifat pralogis, menjadi milik
bersama, serta bersifat polos dan lugu.
Folklor juga terbagi menjadi 8 jenis
yaitu, foklor lisan, foklor setengah lisan, foklor bukan lisan, foklor anak,
foklor remaja, foklor dewasa, foklor primer dan sekunder, serta foklor kolektif
luas dan sempit.
[1] Mana, Lira Hayu A dan Samsiarni. Buku Ajar Mata Kuliah Folklor. Deepublish. Yogyakarta. 2018. Hal 2
[2] Wikipedia. Indonesia. https://id.wikipedia.org/wiki/Folklor. Diakses 2 Oktober 2020
[3] Mana, Lira Hayu A dan Samsiarni. Buku Ajar Mata Kuliah Folklor. Deepublish. Yogyakarta. 2018. Hal 4 -7
[4] Rokhmawan, Tristan. Peneitian, Transformasi, & Pengkajian Folklor. Yayasan
Kita Menulis. Sumatera Utara. 2019. Hal 14 – 39
Daftar Pustaka
Mana, Lira Hayu A dan
Samsiarni. 2018. Buku Ajar Mata Kuliah
Folklor. Deepublish. Yogyakarta.
Wikipedia. “Indonesia”. https://id.wikipedia.org/wiki/Folklor. Diakses 2 Oktober 2020
Rokhmawan, Tristan. 2019. Peneitian, Transformasi, & Pengkajian
Folklor. Yayasan Kita Menulis.
Sumatera Utara.
No comments:
Post a Comment