Monday, 7 December 2020

FOLKLOR (TRADISI LISAN)

Elsa Afrianti


A.    Pengertian Folklor

Istilah Folklor berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Folk adalah kolektif masyarakat, sedangkan lore adalah tradisi yang dimiliki folk. Folk merupakan sekelompok masyarakat yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, serta kebudayaan tertentu, sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Folk juga memiliki tradisi khas, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi turun menurun.[1]

Folklor digunakan sebagai sarana tempat penyebaran budaya di masyarakat. Folk sendiri merupakan sekelompok orang yang mempunyai ciri-ciri pengenal seperti warna kulit, rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama.

Tujuan adanya folklor ialah, digunakan sebagai sistem proyeksi, digunakan sebagai angan-angan suatu kolektif, digunakan sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, digunakan sebagai alat pendidik anak, dan digunakan sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.[2]

Dengan adanya tujuan folklor yang jelas, maka sampai kini folklor masih digunakan oleh masyarakat, baik tu orang dewasa, remaja maupun anak-anak.

 

B.     Sejarah Folklor

William John Thoms, seorang ahli kebudayaan antik dari Inggris yang memulai awal dari perkembangan folklor. William John Thoms memulai perkembangan folklor dengan mengumumkan artikelnya dalam majalah Athenaeum No. 982 tanggal 22 Agustus 1846. Saat mengumumkan artikelnya, William John Thoms  menggunakan nama samaran yaitu “Ambrose Merton Danandjaya”. Dalam isi artikelnya, thoms menciptakan istilah folklor dengan tujuan untuk sopan santun Inggris, takhayul, balada dan masa lampau. Sejak saat itulah folklor menjadi istilah baru di dalam kebudayaan Inggris.

 

C.    Macam Ahli Folklor

Pada awal perkembangannya, para ahli folklor belum sependapat tentang folklor itu sendiri. Para ahli folklor dunia ada 3 macam, yaitu :

1)   Ahli folklor humanitis

Ahli folklor humanitis merupakan ahli foklor yang didalamnya terdiri dari para sarjana ahli bahasa dan kesastraan, yang kemudian memperdalam ilmu folklor, dan mereka masih memegang ketat definisi yang disampaikan oleh William John Thoms. Tidak hanya meneliti kesastraan lisan, ahli folklor humanitis juga meneliti hasil kelakuan yang berupa benda material, contohnya seperti arsitektur rakyat, mainan rakyat, dan pakaian rakyat. Pada umumnya, ahli folklor humanitis lebih mementingkan aspek lore daripada  folk dari penelitian folklor.

 

2)   Ahli folklor antropologis

Ahli folklor antropologis merupakan ahli folklor yang membatasi objek penelitian mereka pada unsur kebudayaan yang bersifat lisan saja. Ahli foklor antropologis lebih mementingkan aspek folk daripada lore dari penelitian foklor mereka.

 

3)   Ahli folklor modern

Ahli folklor modern merupakan ahli folklor yang memiliki latar belakang ilmu interdisipliner, yang mengakibatkan  mereka berada pada pertengahan antara dua kutub perbedaan itu. Didalam penelitian folklor, ahli folklor modern sama dengan ahli folklor humanitis. Pada umumnya, ahli folklor modern lebih menelitik beratkan pada kedua aspek folklor yang diteliti, yaitu folk dan lore.

 

D.    Ciri-ciri Folklor

Ciri-ciri folklor menurut pendapat sebagai berikut :

1)   Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan

Penyebaran dan pewarisan yang dimaksud ialah folklor disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut.

2)   Folklor bersifat tradisional

Folklor bersifat tradisional merupakan folklor yang disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.

3)   Folklor ada (exist)

Exist foklor memiliki versi-versi dan varian-varian yang berbeda. Adanya versi dan varian yang berbeda-beda mengakibatkan cara penyebaran folklor dari mulut ke mulut (lisan), yang biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman.

4)   Folklor bersifat anonim

Folklor bersifat anonim merupakan folklor yang nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.

5)   Folklor memiliki bentuk berumus atau berpola.

6)   Folklor memiliki kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, serta proyeksi keinginan terpendam.

7)   Folklor bersifat pralogis

Folklor bersifat pralogis merupakan folklor yang mempunyai logika sendiri dan tidak sesuai logika umum. Ciri pengenalan folklor bersifat pralogis ini berlaku untuk folklor lisan dan sebagian lisan.

8)   Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.

Folklor menjadi milik bersama terjadi karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi.

9)   Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu

Folklor bersifat polos dan lugu mengakibatkan folklor seringkali kelihatannya kasar, dan terlalu spontan.[3]

Dari 9 ciri-ciri folklor dari pendapatat Danandjaya diatas, maka sangat membantu dalam menentukan perbedaan masyarakat yang memiliki tradisi lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan dalam kajian folklor.

  

E.     Jenis Folklor

1)   Folklor lisan

Foklor lisan disebut juga dengan folklor fakta mental (mentifact). Folklor lisan mengacu pada bentuk folklor yang hanya memiliki bentuk lisan dan kepercayaan secara mental. Contoh dari folklor lisan ialah bahasa dan ungkapan, teka-teki, dajak, puisi, syair, prosa, dan nyanyian rakyat tradisional.

2)   Folklor setengah lisan

Folklor setengah lisan disebut juga dengan folklor fakta sosial (sociofact). Perkembangan folklor ini tidak hanya secara lisan melainkan juga menjadi bentuk pranata, perilaku, kebiasaan, dan adat yang diberlakukan dalam sebuah masyarakat. Contoh foklor setengah lisan ialah kepercayaan, tahayul, mitos, pertunjukan/teater, tarian, perilaku kebiasaan, ritual, upacara, dan pesta tradisional.

3)   Folklor bukan lisan

Foklor bukan lisan disebut juga dengan  folklor artefact / kebendaan/ material. Folklor bukan lisan ini mengacu pada bentuk folklor yang memiliki bentuk fisik terkait benda-benda nyata yang ada di dunia. Penggunaan, pakem bentuk, ciri khas, dan aturan dibalik benda-benda inilah yang menjadikannya bagian dari folklor. Contoh foklor bukan lisan ialah rumah, pakaian tradisional, obat-obatan, makanan, minuman, alat musik, dan senjata tradisional.

4)   Foklor anak

Didalam bermain terdapat unsur folklor yang dilagukan, karena itu secara psikologi seorang anak sudah mampu menerima folklor. Folklor juga memberikan perhatian khusus kepada anak, karena anak dianggap sebagai corong zaman.

5)      Foklor remaja

Para peneliti belum banyak melakukan penggolongan foklor remaja karena remaja jaarang sekali untuk berkeinginan mendalami foklor.

6)   Foklor dewasa

Folklor dapat dipandang secara keseluruhan oleh orang dewasa, dikarenakan orang dewasa mampu mengekspresikan apa yang ada di dunia.

7)   Folklor primer dan folklor sekunder

Suatu karya yang masih murni tanpa ada perubahan sama sekali merupakan definisi dari folklor primer. Sedangkan suatu karya yang telah mengalami perubahan merupakan defnisi dari foklor sekunder.

8)   Folkor kolektif luas dan sempit.

Foklor kolektif sempit mengacu pada wilayah geoggrafis atau budaya ras/ suku tertentu, seperti folklor masyarakat pegunungan bromo dan folklor masyarakat suku Tengger di Bromo. Sedangkan folklor kolektif luas memiliki komunitas penutur/pengguna yang lebih luas bahkan multikultur yang  tidak terbatas pada adat-budaya atau suku tertentu. Contohnya folklor kolektif luas ialah folklor Nusantara (Indonesia), folklor masyarakat Melayu, folklor Asia, folklor Timur Tengah, folklor Eropa.[4]

Foklor memiliki ciri-ciri dan jenis-jenis nya sendiri. Pada umumnya, jenis folklor yang banyak diketahui masyarakat ada 3 ialah folklor lisan, folklor setengah lisan dan juga folklor bukan lisan. Akan tetapi, masih ada 5 jenis folklor lainnya yaitu, folklor anak, folklor remaja, folklor dewasa, folklor primer dan sekunder, serta folklor kolektif luas dan sempit.

 

Ø  Kesimpulan

William John Thoms merupakan seseorang yang menciptakan dan mengembangkan folklor. Kata Folklor berasal dari dua suku kata dasar bahasa Inggris yaitu folk dan lore. Folk merupakan kolektif dan lore merupakan tradisi dari folk.

Folklor memiliki 9 ciri khusus yaitu penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, bersifat tradisional, ada exist dengan versi dan varian yang berbeda-beda, bersifat anonim, memiliki bentuk berumus atau berpola, memiliki fungsi sebagai (alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, serta proyeksi keinginan terpendam), bersifat pralogis, menjadi milik bersama, serta bersifat polos dan lugu.

Folklor juga terbagi menjadi 8 jenis yaitu, foklor lisan, foklor setengah lisan, foklor bukan lisan, foklor anak, foklor remaja, foklor dewasa, foklor primer dan sekunder, serta foklor kolektif luas dan sempit.



[1] Mana, Lira Hayu A dan Samsiarni. Buku Ajar Mata Kuliah Folklor. Deepublish.  Yogyakarta. 2018. Hal 2

[2] Wikipedia. Indonesia. https://id.wikipedia.org/wiki/Folklor.  Diakses 2 Oktober 2020

[3] Mana, Lira Hayu A dan Samsiarni. Buku Ajar Mata Kuliah Folklor. Deepublish.  Yogyakarta. 2018. Hal 4 -7

[4] Rokhmawan, Tristan. Peneitian, Transformasi, & Pengkajian Folklor. Yayasan Kita  Menulis. Sumatera Utara.  2019. Hal 14 – 39

  

Daftar Pustaka

Mana, Lira Hayu A dan Samsiarni. 2018. Buku Ajar Mata Kuliah Folklor. Deepublish.  Yogyakarta.

Wikipedia. “Indonesia”. https://id.wikipedia.org/wiki/Folklor.  Diakses 2 Oktober 2020

Rokhmawan, Tristan. 2019. Peneitian, Transformasi, & Pengkajian Folklor. Yayasan Kita  Menulis. Sumatera Utara.

 

No comments:

Post a Comment

MINUMAN KHAS MELAYU RIAU

Salsabila Asri Negara Indonesia memiliki berbagai macam masyarakat dengan latar belakang dan keinginan yang berbeda. Indonesia juga memp...