Rika Amelia
Songket
diambil dari kata sungkit yang berarti mencungkil juga terdapat proses
mengait. Terdapat banyak istilah dari
berbagai daerah di Indonesia, seperti dari Palembang yang menyebut songket
berasal dari kata songko yang berarti saat pertama kali orang
menggunakan benang emas untuk benang hiasan sebuah ikat kepala. Di Bali kata nyuntik
dalam proses menenun dapat diartikan juga sebagai perencanaan motif. Di daerah
Sulawesi Tengah disebut sarung subi yaitu benang emas dan perak yang
terdapat pada kain songket. Di sumbawa, songket berarti kain tenun yang dihias dengan
benang perak dan emas. Penggunaan istilah-istilah songket ini berbeda-beda di
setiap daerah karna tampak dari teknik pembuatannya yang berbeda pula.[1]
Tenun
songket pertama kali diperkenalkan oleh seorang pengrajin bernama Wan Siti
Binti Wan Karim yang didatangkan dari Kerajaan Terengganu dan dibawa ke Siak
Sri Indrapura pada masa Kerajaan Siak diperintah oleh Sultan Sayid Ali. Tengku
Maharatu adalah orang yang berperan penting dalam perkembangan kain tenun
songket Melayu di Riau. Selain itu, beliau merupakan permaisuri dari Sultan Syarif Kasim II yang
kedua, setelah permaisuri pertama yaitu Tengku Agung meninggal dunia. Dia
melanjutkan perjuangan kakaknya mengajarkan cara bertenun kepada kaum perempuan
di Siak sehingga mereka bisa meningkatkan kedudukan kaum perempuan di Siak.[2]
Kerajinan
tenun songket masih bertahan hingga saat ini disebabkan peran aktif masyarakat
pengikut dari budaya tersebut, yang selalu memakai dan mempertahankan kerajinan
tenun songket. Penggunaan tenun songket juga sering dijumpai pada setiap waktu
dan kesempatan. Dilihat di masa sekarang penggunaan tenun songket memiliki
beberapa fungsi yaitu:[3]
1. Fungsi
Pakaian
Maksud dari fungsi pakaian yaitu masyarakat menggunakan tenun songket sebagai pakaian dan kelengkapannya. Saat ini kain tenun songket masih digunakan untuk pakaian, baik pakaian adat maupun pakaian masyarakat umum. Akan tetapi kain tenun songket lebih banyak digunakan untuk berbagai aktivitas seperti pakaian kantor. Selain digunakan untuk pakaian, kain tenun songket juga bisa digunakan sebagai perlengkapan seperti tas, dompet, sendal maupun sepatu. Hal ini disebabkan karena dalam berpakaian orang-orang cenderung memakai seragam agar lebih serasi
2. Fungsi
Estetis
Selain untuk pakaian, kain tenun songket juga berfungsi sebagai nilai estetis, dimana orang-orang memakai kain tenun songket bukan sekedar menutupi tubuh melainkan untuk keindahannya. Keindahannya dapat terlihat dari motif-motif di permukaan kain tenun songket tersebut.
3. Fungsi
Ekonomi
Saat ini kain tenun songket Melayu dijadikan mata pencarian bagi sebagian kalangan terutama pengrajin kain tersebut. Dahulu kain tenun Siak dibuat untuk dijadikan pakaian sendiri, untuk keperluan acara besar seperti pernikahan atau acara sakral lainnya dan tidak diperjual belikan, berbeda dengan sekarang dimana kain tenun songket Siak dibuat dan dapat diperjual belikan. Pada masa sekarang kain tenun songket memiliki nilai ekonomis yang tinggi, menjualnya juga cukup mudah dan dapat dipasarkan dimana-mana.
4. Fungsi
Sosial
Kain tenun songket juga mempunyai fungsi sosial, yaitu jika seseorang memakai kain tenun songket maka dapat menunjukkan status dan hubungan sosial antara satu dengan yang lainnya. Namun ada ketentuan yang sudah disepakati walau tidak ada bukti tertulisnya, yaitu untuk warna kuning dan hitam tidak boleh dipakai oleh sembarang orang karena warna itu hanya boleh dipakai untuk datuk-datuk atau keturunan kerajaan saja. Akan tetapi selain dari warna itu boleh dipakai oleh siapa saja termasuk pendatang, sesuai dengan pepatah “dimana bumi dipijak disitu langit di junjung”.
Motif
Tenun Songket Melayu Riau
Seperti
yang kita ketahui bahwa Indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam, salah
satunya adalah tenun songket. Tenun songket sendiri memiliki banyak motif yang
mana tiap motif memiliki arti tertentu dan mecerminkan pandangan hidup manusia.
Ada 4 pusat tenun di Riau yaitu di Rokan Hilir, Bengkalis, Siak dan Indragiri
Hulu dan memiliki motif yang berbeda di setiap daerah, kurang lebih ada 140
macam motif dari Riau.
Berikut
ini merupakan motif yang berasal dari
siak:
1. Pucuk
Rebung
Motif ini memiliki makna kesabaran dan kesuburan. Bentuk motif ini menyerupai pucuk tunas bambu yang baru tumbuh dan berbentuk runcing. Bagian pada pangkalnya besar dan akan semakin kecil keatas. Pada permukaannya dikelilingi daun-daun muda berbentuk segitiga yang ujungnya runcing seperti pedang.
2. Siku
Keluang
Motif Siku Keluang bermakna kepribadian yang memiliki sikap dan tanggung jawab. Motif ini berbentuk seperti sudut sayap kelelawar yang melambangkan nilai tanggung jawab yang harus diamalkan di kehidupan sehari-hari.
3. Bunga
Cengkih
Pada motif ini, bunga dan kuntumnya menjadi “mahkota” di dalam hiasannya dan memiliki arti kasih sayang, bersih dan lemah lembut, termasuk pada motif bunga cengkih ini.
4. Tampuk
manggis
Memiliki arti manis, sopan santun dan berbudi pekerti.
5. Semut
beriring
Motif ini memiliki arti kerukunan dan gotong royong karena tecermin dari sifat semut yang senantiasa bekerja sama dan bila bertemu saling merangkul.
6. Itik
Pulang Petang
Motif ini memiliki arti kerukunan dan persatuan, hal in tecermin dari sikap itik yang selalu beriringan dengan serasi dan rukun sehingga bisa menjadi contoh kehidupan.
7. Awan
Larat
Motif ini memiliki arti budi dan kearifan serta lemah lembut. Motif ini berbentuk awan yang tertiup angin dan ada juga yang menyebutkan jika nama ini berasal dari nama anak kecil bernama awing yang menggaris di tanah hingga melarat-larat dan menghasilkan bentuk yang sangat indah.
Motif yang beragam bentuk dan ditempatkan
pada pakaian adat maupun pakaian resmi maka
pakaian yang terbuat dari songket tersebut akan memberikan makna yang sangat
baik bagi yang memakainya maupun yang melihatnya. Dan dari sini kita dapat
mengartikan bahwa kain songket dapat memberikan simbol adat dan marwah yang
tinggi.
Abdul
Malik, dkk (2004), mengatakan bahwa pakaian orang melayu yang terbuat dari
tenun yang kaya akan khazanah kebudayaan harus mempunyai nilai yang sangat
tinggi dan bukan hanya sekedar berfungsi melindungi tubuh saja, tetapi lebih
dari itu, seperti berfungsi menutup malu, menjemput budi, menjunjung adat dan
menjunjung bangsa.
Hal ini memberikan arti bahwa orang melayu memiliki nilai pragmatis, dan juga bernilai religius, adat, kultural dan estetis. Sesuai ungkapan dalam budaya Melayu yang berbunyi “pantang memakai memandai-mandai” artinya pakaian yang terbuat dari tenun songket tidak bisa dipakai sembarang tempat, melainkan mengikuti ketentuan yang diatur oleh adat.
Peraturan
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Hasil Tenun Songket Melayu
Perlindungan hukum pada songket bukan
hal baru lagi bagi bangsa Indonesia karena masih perlu adanya kesadaran dan
timbulnya minat serta rasa bangga untuk menciptakan karya intelektual dan
penemuan khususnya di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Selain itu perlunya
menanamkan rasa tanggung jawab yang tinggi agar memanfaatkan karyanya dengan
sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat dan tidak hanya menjamin kepastian
perlindungan hukum untuk pribadi.
Songket merupakan harta berharga
dalam budaya yang memiliki peran sebagai jati diri orang Melayu. Pakaian
berfungsi untuk menutupi badan juga mengikuti norma-norma sosial. Di dalam
agama juga menganjurkan tata cara dan sopan santun dalam berpakaian. Selain itu
dalam berpakaian terbentuk nilai-nilai keindahan dan etika masyarakat yang
mendukungnya. Pakaian ini berfungsi di berbagai aktivitas adat-istiadat,
seperti dalam upacara sunat Rasul, mengabsahkan pemimpin, dan lain sebagainya.
Tujuan perlindungan hukum hak cipta,
yaitu untuk menetapkan hak pencipta dan menjamin perlindungan terhadap karya
yang berkaitan dengan pemanfaatan kebudayaan yang adil dan benar juga dapat
memberikan kontribusi bagi kemajuan perdaban umat manusia. [4]
Perlindungan atas karya cipta yang dibutuhkan oleh penciptanya adalah:
- Terdapatnya otentifikasi atas penciptaan dari sebuah karya cipta
- Dapat memberikan jaminan terhadap integritas dari karya cipta
- Penyalinan secara sah, penyebarluasan/mengkomunikasikan lebih lanjut kepada publik adalah tidak diperkenankan apabila pencipta tidak menghendakinnya
- Seorang pencipta mempunyai kepentingan untuk mengkomersilkan karya cipta secara elektronik
- Karya cipta dapat diberikan secara terbatas kepada pihak yang berwenang
- Akses terhadap pencipta mempunyai kepastian akan adanya pembayaran yang sepadan atas karya ciptanya
KESIMPULAN
Tenun
songket memiliki arti mencungkil dan mengait. Diperkenalkan oleh Wan Siti Binti
Wan Karim dari Kerajaan Terengganu pada masa Sultan Sayid Ali. Di masa sekarang
tenun songket memiliki fungsi sebagai pakaian, keindahan, ekonomi dan sosial.
Motif songket ini pun memiliki lebih kurang 140 jenis, yang mana setiap
motifnya memiliki makna bagi yang melihat maupun yang memakai.
[1] Lestari, S., & Riyanti, M. T. (2017). Kajian Motif Tenun Songket Melayu Siak Tradisional Khas Riau. Jurnal Dimensi DKV Seni Rupa dan Desain. 2017. Hal. 37
[2] Riau
Daily Photo. “Sejarah Tenun Songket Sial Melayu Riau”, http://www.riaudailyphoto.com/2012/01/sejarah-tenun-songket-siak-melayu-riau.html.
Diakses
28 November 2020
[3] Guslinda, G. Kerajinan
Tenun Songket Melayu Riau Untuk Pelestarian Kearifan Lokal. Jurnal
Pendidikan Guru. Hal. 127
[4] Hanifah,
M. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Hasil Tenun Songket Melayu Menurut
Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Jurnal Ilmu Hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Guslinda, G. Kerajinan Tenun Songket
Melayu Riau Untuk Pelestarian Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Guru, 2(1),
124-130.
Hanifah, M. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Hasil Tenun Songket Melayu Menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Jurnal Ilmu Hukum, 6(2), 183-188.
Lestari, S., & Riyanti, M. T.
(2017). Kajian Motif Tenun Songket Melayu Siak Tradisional Khas Riau. Jurnal
Dimensi DKV Seni Rupa dan Desain, 2(1), 33-48.
Riau Daily Photo.
“Sejarah Tenun Songket Sial Melayu Riau”, http://www.riaudailyphoto.com/2012/01/sejarah-tenun-songket-siak-melayu-riau.html.
Diakses
28 November 2020
No comments:
Post a Comment