Fadhila Eka Putri
Kebudayaan terminologi adalah Cultuur (bahasa
Belanda), Culture (bahasa Inggris), Colere (bahasa Latin), yang berarti mengolah,
mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari segi artikulasi, culture
berkembang sebagai daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah,
dalam artian memanfaatkan potensi alam. Dilihat secara bahasa Indonesia,
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti akal dan daya yang berarti kekuatan.
Secara umum komponen kebudayaan yaitu, alam pikiran ideologis dan religius, bahasa, hubungan sosial, perekonomian, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian, politik dan pemerintahan, pewarisan kebudayaan dan pendidikan. Kebudayaan mempunyai tanda atau ciri-ciri yang spesifik. Ciri khas yang melekat pada kebudayaan ialah komunikatif, dinamis, dan disfertif. Namun, walaupun
kebudayaan itu komunikatif, kebudayaan merupakan lapisanlapisan atau stratifikasi. Sifat komunikatif kebudayaan disebabkan adanya unsurunsur lama dan baru dalam pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan. Hal ini jelas pada historiografi kebudayaan. Misalnya, soal pakaian, dahulu orang-orang memakai daun-daunan sebagai pakaian sehari-hari, kemudian kulit kayu, kulit binatang, anyaman dan serat. Selanjutnya, seiring majunya teknologi, orang sudah bisa menenun pakaian dengan tangan, dan pada akhirnya timbul mesin tenun. Contoh lain dalam soal bahasa misalnya, sifat komunikatif kebudayaan tampak jelas, mulai dari beragam dialek bahasa yang dimiliki satu daerah dengan daerah lainnya, mempunyai ciri khas masing-masing sebagai identitas kebudayaan tertentu. Secara keseluruhan, kebudayaan adalah hasil usaha manusia untuk mencukupi semua kebutuhan manusia, berikut diantara definisi kebudayaan yang dipaparkan oleh para ahli.1)
E. B. Taylor, seorang antropologi Inggris mendefinisikan kebudayaan atau
culture sebagai: That complex whole which includes knowledge, believe, art,
morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by man as
member of society.
2)
Sutherland and Woodrard mengatakan: Culture include anything that can be
communicated from one generation to another. The culture of a people is c which
include knowledge, bilief, art, morals, law, tachiques of wood fabrication and
used and modes of communication.
3)
Charles A. Ellwood, mengatakan: Culture is transmitted socially, that is by
communication and gradually ambodies in a group tradition of which the vehicle
in tanguage. Thus culture in a group matter of habits of though and action
acquired or “learned” by interaction with other members of the group.
Culture includes all man`s acquire power of control over nature and himself. It
includes, there for, on the one hand, the whole of man`s material civilization,
tools, weapons, clothing, shelter, machines and even system industry and on the
other, all of non-material or spiritual civilization, such as language
literature, art religion, morality, law and government.
4)
Francis J. Brown, menyatakan bahwa: This emphasis upon interaction suggest
a some what different definition of culture as the total behavior pattern of
the group, conditioned in part by the physical environment, both natural and
man-made, but primarly by the idea, attitudes, values and habits whice have
been developed by the group to meet its needs.
5)
Dewantara mengatakan bahwa kebudayaan berarti buah budi manusia adalah
hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat yakni alam dan zaman
(kodrat dan masyarakat), dalam perjuangannya manusia mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.([1])
Jadi, kebudayaan mempunyai sifat kompleks,
banyak seluk beluknya dan merupakan totalitas, serta keseluruhan, yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, custom, kapabilitas dan
kebijaksanaan yang diperoleh manusia dalam masyarakat. Pencipta kebudayaan
adalah manusia, sedangkan fokus kebudayaan adalah masyarakat. Selain itu, dalam
kebudayaan terdapat penegasan bahwa kebudayaan dapat dikomunikasikan dan
ditundukkan, sebab kebudayaan merupakan social heritage, yakni sebagai warisan
sosial yang bersifat totalitas dan kompleks. Dengan kata lain, kebudayaan
merupakan hasil usaha manusia, baik berupa material maupun spiritual.
Kebudayaan adalah milik dan warisan sosial. Kebudayaan terbentuk melalui
interaksi sosial, dan diwariskan kepada generasi penerus dengan jalan
enkulturasi atau pendidikan. Jadi, kebudayaan adalah suatu hasil ciptaan dari
interaksi manusia yang berlangsung selama berabad-abad. Kebudayaan sebagai
hasil cipta karya manusia tentu mempunyai bentuk keseluruhan dan unsur-unsur.
Kebudayaan yang diciptakan manusia dalam
kelompok dan wilayah yang berbeda menghasilkan keragaman kebudayaan. Setiap
persekutuan hidup manusia (masyarakat, suku, atau bangsa) memiliki kebudayaan
sendiri yang berbeda dengan kebudayaan kelompok lain. Kebudayaan yang dimiliki
sekelompok manusia membentuk ciri dan menjadi pembeda dengan kelompok lain.
Dengan demikian, kebudayaan merupakan identitas persekutuan hidup manusia.
Dalam rangka pemenuhan hidup, manusia akan berinteraksi dengan manusia lain,
masyarakat berhubungan dengan masyarakat lain, demikian pula terjadi hubungan
antar persekutuan hidup manusia dari waktu ke waktu dan terus berlangsung
sepanjang kehidupan manusia. Kebudayaan mengalami dinamika seiring dengan
dinamika pergaulan hidup manusia sebagai pemilik kebudayaan. Berkaitan dengan
hal tersebut dikenal adanya penyebaran kebudayaan, perubahan kebudayaan dan
pewarisan kebudayaan. Adapun hal tersebut adalah fanatisme suku atau bangsa
(ethnosentrisme), goncangan kebudayaan (culture shock), dan konflik kebudayaan
(culture conflict).([2])
1)
Penyebaran kebudayaan
Difusi atau penyebaran kebudayaan adalah proses
penyebaran unsurunsur kebudayaan dari satu kelompok ke kelompok lain, atau
suatu masyarakat ke masyarakat lain. Kebudayaan kelompok masyarakat di suatu
wilayah biasanya menyebar ke masyarakat wilayah lain. Misalnya, kebudayaan dari
masyarakat Barat, masuk dan mempengaruhi kebudayaan masyarakat Timur. Dalam hal
penyebaran kebudayaan, seorang sejarawan Arnold J. Tonybee merumuskan beberapa
dalil tentang sebaran budaya sebagai berikut.
a.
Aspek atau unsur budaya selalu masuk tidak secara keseluruhan, melainkan
individual. Kebudayaan Barat yang masuk ke Timur pada abad ke-19 tidak masuk
secara keseluruhan. Dunia Timur mengambil budaya Barat secara keseluruhan dalam
satu unsur tertentu, yaitu teknologi. Teknologi merupakan unsur yang paling
mudah diserap. Industrialisasi di negara-negara Timur merupakan pengaruh dari
kebudayaan Barat
b.
Kekuatan menembus suatu budaya berbanding terbalik dengan nilainya. Semakin
tinggi dan dalam aspek budaya, semakin sulit untuk diterima. Contoh religi
adalah lapis dalam dari budaya. Religi orang Barat sulit diterima oleh orang
Timur dibanding teknologinya. Alasannya, religi merupakan lapisan budaya yang
paling dalam dan tinggi, sedangkan teknologi merupakan lapisan luar dari
budaya.
c.
Jika satu unsur budaya masuk, maka akan menarik unsur budaya lain. Unsur
teknologi asing yang diadopsi akan membawa masuk pula nilai budaya asing
melalui orang-orang asing yang bekerja di industri teknologi tersebut.
d.
Aspek atau unsur budaya yang di tanah asalnya tidak berbahaya, bisa menjadi
berbahaya bagi masyarakat yang didatangi. Contohnya ialah nasionalisme, di mana
nasionalisme sebagai hasil evolusi sosial budaya dan menjadi sebab tumbuhnya
negara-negara nasional di Eropa abad ke-19, namun justru memecah belah sistem
kenegaraan di dunia Timur, seperti kesultanan dan kekhalifahan di Timur Tengah.
2)
Perubahan Kebudayaan
Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi
sebagai akibat dari adanya ketidaksesuaian antara unsur-unsur budaya yang
berbeda, sehingga terjadi keadaan yang fungsinya tidak serasi bagi kehidupan.
Perubahan kebudayaan mencakup banyak aspek, baik bentuk, sifat perubahan,
dampak perubahan, maupun mekanisme yang dilaluinya. Perubahan kebudayaan
mencakup perkembangan kebudayaan. Pembangunan dan modernisasi termasuk pula
perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan yang terjadi bisa memunculkan
masalah, antara lain perubahan akan merugikan manusia jika perubahan itu
bersifat regress (kemunduran) bukan progress (kemajuan). Perubahan bisa berdampak
buruk atau menjadi bencana jika dilakukan melalui revolusi, berlangsung cepat,
dan di luar kendali manusia.
3)
Pewarisan Kebudayaan
Pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan, penerusan,
pemilikan, dan pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara
berkesinambungan. Pewarisan budaya bersifat vertikal, artinya budaya diwariskan
dari generasi terdahulu kepada generasi berikutnya untuk digunakan, dan
selanjutnya diteruskan kepada generasi yang akan datang.
Dalam enkulturasi budaya bisa muncul beberapa masalah,
antara lain sesuai atau tidaknya budaya warisan tersebut dengan dinamika
masyarakat saat sekarang, penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya
tersebut, dan munculnya budaya baru yang tidak lagi sesuai dengan budaya
warisan. Dalam suatu kasus, ditemukan generasi muda menolak budaya yang hendak
diwariskan oleh generasi pendahulunya. Budaya itu dianggap tidak lagi sesuai
dengan kepentingan hidup generasi tersebut, bahkan dianggap bertolak belakang
dengan nilai-nilai budaya baru yang diterima sekarang ini.
Jadi, dalam hal ini pewarisan budaya dapat dilalukan
melalui enkulturasi dan sosialisasi. Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses
mempelajari dan menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan sistem norma,
adat, dan peraturan hidup dalam kebudayaan. Proses enkulturasi dimulai sejak
dini, yaitu masa kanak-kanak, bermula dari lingkungan keluarga, teman-teman
sepermainan, dan masyarakat luas. Adapun sosialisasi atau proses pemasyarakatan
adalah individu menyesuaikan diri dengan individu lain dalam suatu masyarakat.([3])
Kesimpulan:
Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman
budaya yang biasa disebut dengan masyarakat multikultural. Pada kondisi ini,
dibutuhkan orang-orang yang mampu berkomunikasi antar budaya dan mempunyai
pengetahuan tentang perbandingan pola-pola budaya, serta komunikasi lintas
budaya. Hal ini dikarenakan keragaman masyarakat berpotensi menimbulkan
segmentasi kelompok, struktur yang terbagi-bagi, konsensus yang lemah, sering
terjadi konflik, integrasi yang dipaksakan, dan adanya dominasi kelompok, yang
pada akhirnya dapat melemahkan gerak kehidupan masyarakat itu sendiri. Adapun
komunikasi lintas budaya maupun antar budaya yang beroperasi dalam masyarakat
multikultural mengandung lima unsur penting, yakni: pertemuan berbagai kultur
dalam waktu dan tempat tertentu; pengakuan terhadap multikulturalisme dan
pluralisme; serta perubahan perilaku individu. Oleh karena itu, proses dan
praktik komunikasi antar budaya maupun lintas budaya sangat dibutuhkan yang
berfungsi sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Proses dan praktik
komunikasi yang efektif sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan seseorang
tentang jenis, derajat dan fungsi, bahkan makna perbedaan antar budaya. Semakin
tinggi tingkat pengetahuan sosial budaya seseorang tentang perbedaan varian
pola-pola budaya, semakin besar pula peluang untuk dapat berkomunikasi antar
budaya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pengetahuan tentang perbedaan varian
pola-pola budaya, semakin kecil pula peluang untuk berkomunikasi antar budaya.
[1] Abu Ahmadi. Sosiologi Pendidikan Cetakan 2 (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal 58.
[2] Elly M. Setiadi, dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hal 110.
[3] Herimanto
dan Winarno. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal 36.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan Cetakan 2 (Jakarta: Rineka Cipta, 2007).
Elly M. Setiadi, dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006).
Herimanto dan Winarno. Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010).
No comments:
Post a Comment