Wednesday, 23 December 2020

Auguste Comte dan Sosiologi Positivisme

Wila Ardila


Positivisme muncul pada abad ke-19 dipromotori oleh seorang sosiolog asal prancis yaitu Auguste Comte. Paradigma ini terbukti ampuh dan digunakan banyak ilmuan untuk mengungkap kebenaran realitas dalam kurun waktu yang cukup lama (+ 400 tahun)1 walau terdapat berapa kelemahan dalam teori ini diantaranya adalah tidak dapat menjangkau kajian metafisika.

Positivisme adalah filsafat awal dan dasar munculnya ilmu pengetahuan serta hadir sebagai kritik atas pemahaman yang menjamur pada abad pertengahan yaitu metafisik. Positivisme mendasarkan pembuktian kebenaran menurut metodologi ilmiah yang dapat diamati dan diukur selanjutnya menjadi hukum-hukum yang menjadi acuan pokok dalam mencari kebenaran yang dirangkum menjadi hukum alam. Sedangkan pemahaman metafisik yaitu sesuatu yang tidak dapat diamati dan diukur karena pencarian kebenaran berdasarkan akal budi manusia. Perbedaan pengalaman manusia akan menjadi perbedaan dalam menentukan kebenaran, sehingga pada metafisik kebenaran bersifat abstrak.

Bapak positivisme, Auguste Comte memiliki nama panjang Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte. Ia lahir di Montpellier Prancis pada tanggal 19 Januari 1798 dari keluarga bangsawan katolik. Namun, ia tidak mengikuti kepercayaan keluarganya yaitu agama katolik sejak usia muda, ia mendeklarasikan dirinya seorang atheis. Comte kecil mengenyam pendidikan lokal di Montpellier dan mendalami matematika. Pada usia ke 25 tahun ia hijrah ke Paris dan belajar di Echole Polytechnique dalam bidang psikologi dan kedokteran.2 Selain itu, di Paris ia juga mempelajari pikiran-pikiran kaum ideolog.

Banyak rintangan yang di hadapi oleh comte dalam hidupnya, Comte adalah sosok yang keras, seorang pemikir yang kritis, tegas dan pekerja keras, dia tidak mau hidup dibawah tekanan orang karena dia tidak suka diatur oleh siapa pun. Comte terkenal sebagai mahasiswa yang cerdas serta memiliki pemikiran yang bagus. Comte hidup pada masa perkembangan industri yang semakin maju pada abad ke 19 M, revolusi Prancis dan rezim Napoleon serta pergolakan politik pada masa itu.

Filsafat Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte. Positivisme sendiri berasal dari “positif”. Istilah “filsafat positif” mulai digunakan Comte pada karyanya “Cours de Philosophie Positive” dan terus mengunakan istilah itu di seluruh karyanya. Filsafat digunakan sebagai “sistem umum tentang konsep-konsep umum mengenai manusia” dan positif digunakan sebagai “teori yang bertujuan untuk menyusun fakta-fakta yang teramati”. Dalam hal ini Comte menyatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak bisa melampaui fakta sehingga positivisme benar-benar menolak metafisika dan menerima adanya “das Ding an Sich” (Objek yang tidak bisa diselidiki oleh pengetahuan ilmiah).3

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat positivisme adalah suatu sistem umum yang mengkaji konsep dasar manusia yang fakta-faktanya dapat teramati dan dikaji lebih dalam.

 Ada beberapa pengertian “positif” menurut Comte ialah sebagai berikut;

  1. “Positif” merupakan lawan dari “khayal” , artinya positif adalah hal hal yang bersifat nyata (réel). Dalam hal ini menjelaskan bahwa kajian filsafat positif adalah suatu hal yang dapat diterima oleh akal sedangkan yang tidak dapat di kaji oleh akal atau di luar akal pikiran tidak termasuk dalam kajian filsafat positif.
  2. “Positif” adalah lawan dari sesuatu yang “tidak bermanfaat”  artinya positif adalah hal yang bermanfaat (utile). Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa kajian filsafat positif tidak semata-mata untuk sekedar mencari pengetahuan ataupun keingintahuan tetapi untuk mengkaji lebih lanjut lagi tentang kemajuan ilmu pengetahuan manusia.
  3. “Positif” sebagai lawan dari “keraguan” (indécision), berarti positif sendiri adalah keyakinan (certitude). Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa kajian filsafat positif mengarah pada sesuatu yang nyata dan tetap.
  4. “Positif” sebagai lawan dari “kabur” , maka positif disifati sebagai suatu hal yang jelas atau tepat . Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa filsafat positif mengarah pada sesuatu yang jelas dan pasti. Suatu hal yang tampak jelas dibutuhkan dan berpedoman jelas.
  5. “Positif” sebagai lawan “negatif” hal ini digunakan unutk menunjukkan sifat filsafat positivisme yang mengarah pada penataan dan penertiban pola pikir. Dalam hal ini dapat di jelaskan bahwa kajian filsafat mengacu pada tatanan, keteraturan dan ketertiban cara berpikir dan sudut pandang. Filsafat positivisme yang diungkapkan Comte melontarkan kritik yang keras terhadap metodologi pengetahuan sistematis yang berkembang subur pada abad pertengahan yaitu metafisika. Berbeda dengan meatafisika, positivisme mendasari pengetahuan dengan fakta objektif (nyata, pasti, tepat, berguna dan mutlak) sedangkan metafisika tidak dapat membuktikan kebenaran  pernyataa secara indrawi melalui pengamatan dan percobaan.

      Ciri khas sosiologi positivisme Auguste Comte yaitu hukum tiga tahap. Tahapan yang dipaparkan Auguste Comte ada tiga tahap, yaitu; tahap teologis, tahap metafisis dan tahap positif. Tahapan ini di pandang sebagai tahap perkembangan pola pikir manusia mulai dari lahir sampai dewasa. Berikut pembahasan perkembangan hukum tiga tahap menurut Auguste comte :

1. Tahap Teologis atau Fiktif (the theological or fictitious)Tahap ini merupakan awal perkembangan jiwa manusia. Tahap ini menjelaskan bahwa manusia membutuhkan pedoman atas ketidaktahuannya, yang mana hal yang sulit dipikirkan itu harus diketahui oleh manusia itu. bisa saja kita sebut tahapan ini sebagai pandangan psikologi manusia. musababnya. Berikut tahapan pada frase ini;

  1. Fetisysme (fetishism), adalah suatu bentuk kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan yang sakti dalam benda-benda tertentu.
  2. Politeisme (polytheism),adalah suatu kepercayaan yang menganggap bahwa banyak Tuhan atau dewa yang disembah.
  3. Monotheisme (monotheism), adalah suatu kepercayaan bahwa Tuhan hanya ada satu dan menguasai segala sesuatu. 

2. Tahap Metafisis (the metaphysical or abstract)

Pada tahap ini terjadi perkembangan dalam pemikiran manusia, seperti masa anak-anak ke masa remaja, bisa disebut juga tahapan peralihan atau transisi. Kekuatan-kekuatan yang ada telah diubah menjadi abstraksi-abstraksi metafisis. Masa ini dimana manusia mampu mencari kebenaran dari kondisi alam dan kepercayaan yang di anut nya. Dalam hal ini Comte  menerangkan bahwa masa ini adalah masa peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak menjadi masa dewasa. Karena ketidakpercayaan manusia akan adanya ketetapan akhir mereka mau tidak mau menggunakan akal budi sebagai sumber mancari kebenaran.

Pada masa ini manusia sudah bisa mendeskripsikan secara filosofis (jiwa,ekstensi) berdasarkan kepercayaaan serta hukum alam. Menurut Comte terjadinya frase ini karena dominasi sosial para ahli hukum yang menarik doktrin doktrin sosial dan politik dari pemahamana ilmu alam. Masa ini diperkirakan terjadi antara tahun 1300 hingga 1800 M.4

3. Tahap Positif (the positive or scientific)

Pada masa ini manusia lebih berkembang dari masa sebelumnya. Bisa dilihat  pada masa metafisik manusia merasa cukup dengan pengetahuan yang abstrak, pada masa ini yang dibutuhkan adalah pengetahuan yang ril (jelas, nyata). Pengatahuan yang dicapai harus melalui pengamatan, percobaan dana perbandingan di atas hukum hukum yang umum (abtrak). Pengeahuan yang dicapai tidak lagi abstrack, akan tetapi jelas, pasti dan bermanfaat. Masa ini adalah masa yang berusaha comte wujudkan, dimana kehidupan masyarakat akan diatur oleh cendikiawan dan industrialis dengn dasar rasa perikemanusiaan. Tahap ini adalah tahap indusrialis yang dterjadi pada setelah tahun 1800.

Pemahaman tentang positivisme berkembang di Mesir dan Inggris.

        ·         Pengaruh Positivisme di Mesir

     Banyak tokoh-tokoh Mesir yang mengemukan pendapatnya tentang positivisme, sehingga pemahaman ini berkembang pesat di Mesir. Diantara tokoh tersebut adalah Muhammad Abduh, Napoleon Bonaparte.

      Kontak Mesir dengan Eropa bermula dengan datangnya ekspedisi Napoleon Bonaparte yang mendarat di Aleksandria pada tahun 1798 M.dalam masa tiga minggu, kaum mamalik yang berkuasa di Mesir dikalahkan pasukan Prancis dan sleuruh Mesir jatuh ke tangan Napoleon Benaparte. Bersama Napoleon turut datang ke Mesir iImu pengetahuan dan kebudayaan Barat. Napoleon mempunyai hubungan yang baik dengan ulama al-Azhar dan lembaganya itu banyak dikunjungi oleh kaum terpelajar Mesir. Setelah ekspedisi Napoleon berakhir di Mesir, Muhamad Ali (1805-1848), seorang perwira Turki,mengambil alih kekuasan. Setelah ia berkuasa, selain mendirikan sekolah-sekolah ia mengirim pula pelajar-pelajaran ke Eropa, teruma Paris dan jumlahnya lebih dari tiga ratus. Setelah kembali ke dalam bahasa Arab, di samping mengajar di sekolah-sekolah yang ia dirikan. Disiplin ulama Islam bertemu dengan para ilmuan Barat.”5

Salah satu pemikir pembaharuan yang berpengaruh oleh pemikiran-pemikiran barat adalah Muhammad Abduh. Beliau disebut sebagai reformis Islam yang modernis. Modernisme Abduh, antara lain tercermin dalam sikapnya yang apreasif terhadap filsafat. Ia menolak taqlid, dan menggantikannya dengan semangat ijtihad. [a melihat bahwa salah satu sebab keterbelakangan umat Islam ialah hilangnya tradisi intelektual, yang intinya kebebasan berfikir.6

Walaupun demikian Muhammad Abduh tidak sepenuhnya menerima pemahaman positivisme, bagi Muhammad Abduh agama tetap menjadi pusat dan ilmu pengetahuan harus sejalan dengan agama.

        ·         Pengaruh Positivisme di Inggris

         Pemikiran orang Inggris yang membuat pemahaman positivisme berkembang pesat disini. Orang Inggris banyak menaruh perhatian tentang pemahaman ini diantaranya John Stuart Mill dan Harbert Spencer.

       Orang Inggris yang menaruh perhatian besar terhadap karya Auguste Comte adalah John Stuart Mil (1806-1873). Ia mencoba memberikan suatu dasar psikologis dan logis kepada positivisme. Menurut Mill, psikologi adalah satu ilmu pengetahuan dasar yang menjadi asas bagi filsafat. Didalam hal ini pandangannya berbeda dengan Auguste Comte. Tugas psikologi ialah menyelidiki apa yang disajikan oleh kesadaran, artinya penginderaan kita dan hubungan-hubungannya. Adapun tugas logika talah membedakan hubungan-hubungan gagasan-gagasan yang bersifat kebutuhan daripada hubungan gagasan-gagasan yang tetap dan yang menurut hukum.”7

 Pemahaman ini yaitu sumber pengetahuan dapat berasal dari pengalaman kita serta akal dapat membedakan bagaimana hubungan kedua itu. Dari pengalaman kita dapat menjadi informasi yang akurat.

Menurut Mill, satu-satunya sumber bagi segala pengenalan adalah pengalaman, maka satu-satunya metode dalam ilmu pengetahuan ialah metode induktif, yaitu metode yang merumuskan suatu hukum umum dengan bertitik tolak dari dan berdasarkan pada sejumiah kasus khusus. Induktif merupakan metode yang paling dipercaya.”8

Pengalaman menjadi pokok yang penting dalam pengenalan ilmu pengetahuan, metode yang digunakan juga paling tepat dalam menangani berbagai masalah dan kasus dalam ilmu pengetahuan.

Tokoh yang pengaruhnya jauh lebih besar daripada John Stuart Mill adalah Herbert Spencer (1820-1903). keterangan tentang dunia, baik yang bersifat religuis maupun yang bersifat metafisis, keduanya menimbulkan hal-hal yang secara batiniah saling bertentangan.9

 Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa kedua pemahaman agama dan metafisis ingin menjelaskan tentang asal mula sebagai sesuatu, tetapi manusia tidak dapat mengetahui hal itu. Oleh karena harus mengesampingkan hal-hal yang tidak dikenal.

 

Kesimpulan

        Auguste Comte adalah filosof Perancis yang menekuni sosiologi. Bertolak dari sosiologi sebagai ilmu eksakta, ia melihat bahwa perkembangan intelektual-intelektual manusia ada tiga tahap, yaitu teologis, metrafisis, dan positif. Yang pertama diibaratkan oleh Aguste Comte sebagai kanak-kanak, yang kedua sebagai pemuda, dan yang ketiga sebagai orang dewasa. Pada tahap yang terakhir inilah manusia menganggap bahwa yang berarti itu hanya pemikiran yang dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pendapatnya yang demikian,dikenal dengan “positivisme”, yaitu suatu teori yang menolak setiap bentuk metafisika. Teori ini berkembang di Inggris dan Mesir. Perkembangan teori ini di Inggris karena pemahaman serta jalan pikiran masyarakat Inggris dan Mesir yang sama dengan teori ini, hanya saja dalam versi yang berbeda. Tidak semua hal dalam teori ini diterima di Mesir maupun Inggris, ada beberapa yang di anggap tetap ada, seperti di Mesir Muhammad Abduh tetap mengedepankan agama sebagai suatu pusat pemahaman dan ilmu pengetahuan sejalan dengan agama yang di yakini.

Auguste Comte membawa perubahan besar dalam dunia pemikiran dan mendobrak paham metafisik yang berpengaruh pada abad pertengahan dengan filsafat positifisme. Positif yang menurut comte adalah hal hal yang bersifat nyata, pasti, tepat, berguna dan memiliki kebenaran yang mutlak. Artinya kebenaran harus bersifat positif bukan abstrak dan dapat diamati, diukur dan diprediksi.

 

1  Muhammad Muslih. Filsafat Ilmu. Belukar. Yogyakarta. 2004. Hal  96.

2 Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi dari Filosofi Posivistik ke Post positivistik .PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2010. Hal 70.

3 Budi. Hardiman F. Filsafat Modern Dari Machievelli Sampai Niestzsche. PT Garmedia Pustaka Utama. Jakarta. 2004. Hal 197

4Ambo Upe. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi dari Filosofi Posivistik ke Post positivistik. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2010. Hal 78

5 Wibisono Koento. Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 1983. Hal 16.

6Ambo Upe. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi dari Filosofi Posivistik ke Post positivistik. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2010. Hal 78

7Ibid., Lihat pula K. Bertens, Op. Cit., Hal 75

8Harun Nasution. Islam Rasional.  Mizan. Jakarta. Hal 148-149

9Nurcholish Madjid. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan. Mizan. Jakarta.1987. Hal. 311, 312.

 

DAFTAR PUSTAKA

Hardiman, F. Budi. 2004. Filsafat Modern Dari Machievelli Sampai Niestzsche.  PT Garmedia Pustaka Utama. Jakarta

Harun.Nasution. 1989. Islam Rasional. Mizan. Jakarta

Koento, Wibisono.1983. Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte.  Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Muslih, Muhamad. 2004. Filsafat Ilmu.  Belukar. Yogyakarta

Nurcholish.Madjid. 1987. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan. Mizan. Jakarta

Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi dari Filosofi Posivistik ke Post positivistik.  PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

 

No comments:

Post a Comment

MINUMAN KHAS MELAYU RIAU

Salsabila Asri Negara Indonesia memiliki berbagai macam masyarakat dengan latar belakang dan keinginan yang berbeda. Indonesia juga memp...