Ardelia Naisya Agustina
Indonesia sangat terkenal akan keanekaragamannya, hal tersebut berdasarkan
fakta bahwa di Indonesia disamping terdapat kekayaan alam; hutan, lautan, serta
sumber daya alam lainnya, juga terdapat kekayaan lain. Kekayaan kategori kedua
ini menunjukkan pula bahwa sunnatullah betul-betul nyata dan terasa di Tanah
Air. Indonesia dihuni oleh berbagai macam tipe mata pencaharian masyarakat
seperti bertani atau berkebun pada masyarakat yang hidup di pegunungan, juga
sebagai nelayan bagi yang hidup di daerah pantai, dimana pada masing-masing
tipe tersebut memiliki upacara atau ritus. Adapun tujuan masyarakat melakukan
ritus tersebut agar pada saat menjalankan pekerjaan penghasilan mereka
meningkat dan dijauhkan dari mara bahaya.
Pada setiap kelompok masyarakat memiliki norma informal, dimana norma tersebut dijadikan sebagai acuan atau pandangan dalam berinteraksi meskipun memiliki berbagai macam perbedaan latar belakang. Norma informal tersebut dinamakan kearifan lokal (local wisdom) yang sesungguhnya dapat menjadi modal sosial dan tentu sangat bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan manusia itu sendiri. Masyarakat Lampung (khususnya di Kabupaten Pesisir Barat) memiliki kearifan lokal yang jika dipahami, dikembangkan serta dikelola secara baik, maka dapat berkontribusi pada pembangunan daerah, khususnya sebagai dalam hal kepariwisataan. Adapun kearifan lokal yang dimaksud disini yaitu ritual Ngumbai Lawok.[1]
Asal muasal tradisi Ngumbai Lawok di Pesisir Barat dilatar belakangi karena
terdapat keyakinan masyarakat, dimana laut memiliki “penguasa”. Sehingga dengan
demikian, dilakukan persembahan yang berbentuk sesajian kepala kerbau juga
beberapa hasil tanaman pertanian. Tujuan pelaksanaan ritual tersebut yaitu agar
masyarakat tidak terkena musibah maupun bencana. Sejarah kapan dan siapa yang
pertamakali melakukan ritual Ngumbai Lawok memang sampai kini belum diketahui
secara pasti, akan tetapi pelaksanaan ritual tersebut telah dilakukan secara
turun menurun dari generasi ke generasi berikutnya.
Ngumbai lawok terdiri dari dua suku kata, yaitu Ngumbai dan Lawok. Ngumbai
adalah suatu upacara membebaskan orang atau tempat dari nasib buruk yang akan
menimpa. Sedangkan Lawok ( laut) adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang
banyak atau luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua dan
pulau-pulau. Jadi Ngumbai Lawok adalah suatu bentuk upacara yang di rayakan
atau dilaksanakan oleh masyarakat pantai atau nelayan untuk membebaskan orang
dari nasib buruk atau mala petaka yang akan menimpa masyarakat pantai tersebut.
H. Karkono Kamajaya dalam bukunya “ruatan murwakala suatu pedoman”, berpendapat
bahwa kata “ngeruat” berasal dari kata “ ruat” yang berati lepas, bebas. Jadi
Ngumbai Lawok (ruat laut) adalah melepaskan atau membebaskan.[2]
Ngumbai Lawok merupakan acara syukuran adat masyarakat Lampung Pesisir
(utamanya di Kabupaten Pesisir Barat) atas rahmat Tuhan yang telah mereka
peroleh dari laut. Ngumbai lawok dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas
banyaknya tangkapan ikan dan juta laut yang bersahabat, dengan harapan agar
berlimpah hasil tangkapan juga keramahan laut terus bertambah, dan meningkat.
Ngumbai lawok merupakan ritual melarung berbagai sesaji ke laut sebagai
ungkapan syukur atas rezeki yang diperoleh selama satu tahun. Tradisi ini lahir
dari pemahaman nelayan setempat bahwa laut adalah lahan untuk mencari nafkah.
Sehingga, laut harus dibersihkan, dijaga, dan dirawat dengan melakukan Ngumbai
Lawok yang dalam pelaksanannya ditandai dengan penyembelihan dan pelarungan
kepala kerbau ke laut sebagai wujud rasa terima kasih atas nikmat Tuhan. Ritual
ini juga menjadi simbol persahabatan antara nelayan dengan laut (manusia dengan
alam).[3]
Ngumbai Lawok dilaksanakan selama satu hari atau tiga hari, sesuai dengan
kesepakatan yang disetujui, namun disini peneliti membahas yang dilaksanakam
selama 3 hari, dan membaginya dalam beberapa tahapan, yakni persiapan,
pelaksanaan dan evaluasi (sesudah) berikut penjelasanya:
1. Persiapan
Pada tahap ini,
para tokoh agama, tokoh masyarakat atau adat, dan aparatur desa terlebih dahulu
mengadakan musyawarah mengenai waktu pelaksanaan, pembentukan panitia ngumbai
lawok serta biaya yang harus disiapkan, setelah di dapat kesepakatan baru
kemudian bersiap untuk melaksanakannya. Bahwa Ngumbai Lawok dilaksanakan pada
tanggal 1 atau 10 bulan muharram dan syuro karena dalam sejarah diyakini pada
bulan tersebut Nabi Nuh as berhasil menyelesaikan pembuatan bahtera bagi para
pengikutnya karena kemarahan air laut yang begitu dahsyat, hingga
menenggelamkan orang-orang yang berada di luar kapal tersebut. Sehingga
timbulah kepercayaan bahwa tanggal 1 atau 10 muharram adalah hari baik untuk
membersihkan laut.
Ø Prosesi awal ngumbai lawok sejak tanggal 1 Muharram yakni
diawali dengan pemandian pusaka. Seluruh pusaka yang ada di rumah kraton
kesultanan marga Way Napal dilanjutkan dengan membersihkan Lamban Gedung Marga
Way Napal.
Ø Masyarakat menyiapkan batang bambu sebanyak 27 batang.
Setelah bambu terkumpul, masyarakat bersama-sama menyusun bambu tersebut hingga
menjadi satu dan menyatu yang disebut dengan rakit kencana, lalu diatasnya
dibentuk seperti perahu atau jukung.
Ø Persiapan selanjutnya adalah pembuatan sepasang patung
pengantin. Sebelum patung dibuat keluarga sultan akan meminta petunjuk terlebih
dahulu dengan cara berpuasa (puasa mutih) dan berdzikir hingga mendapatkan
petunjuk baik dari mimpi atau datang orang yang tidak dikenal yang
memberitahukan jenis tanah seperti apa yang akan dibuat menjadi patung dan
tempat pengambilan tanah tersebut. Tanah tersebut diambil lalu dibentuk
menyerupai sepasang patung pengantin yang berukuran sedang yakni sebesar betis
orang dewasa.
Untuk menunjang
keberhasilan dalam tradisi Ngumbai Lawok tersebut tentu dibutuhkan biaya yang
cukup banyak, biaya penyelenggarakaan acara tersebut berasal dari sumbangan
sang sultan atau swadaya masarakat yakni, dimana keputusanmusyawarah para tokoh
agama, adat dan aparatur desa pelaksanaan
2. Pelaksanaan
Hari pertama diisi
acara upacara yang diawali dengan sambutan oleh ketua panitia Ngumbai Lawok,
tokoh adat, tokoh agama dan aparatur desa. Acara pembukaan Ngumbai Lawok diisi
dengan tarian-tarian adat, nyambai, pertunjukan silat atau silek Lampung.
Kemudian pada malam harinya, seluruh masyarakat melaksanakan doa bersama dengan
tujuan memohon keselamatan dan kelancaran dalam melaksanakan tradisi Ngumbai
Lawok sampai puncak esok harinya. Biaya yang telah ada, juga dipergunakan untuk
membeli perlengkapan Ngumbai Lawok seperti kerbau, kain putih, bunga tujuh
macam, kue tujuh macam, nasi tumpeng, dan lain-lain. Setelah perlengkapan
terpenuhi, maka pada tanggal 1 atau 10 bulan muharram atau syuro proses Ngumbai
Lawok dilakukan yang dipimpin oleh tokoh agama dan tokoh adat disana. Adapun
prosesi yang ada dalam Ngumbai Lawok sebagai berikut :
a) Menyiapkan sesaji Sesaji (sesembahan) yang di persiapkan
antara lain:
ü Kepala kerbau. kerbau yang sebelumnya sudah dibeli
kemudian di sembelih. Kepala kerbau di gunakan sebagai sesaji yang akan
dilarungkan atau dihanyutkan ke laut, sedangkan bagian tubuh kerbau dimasak
bersama-sama oleh masyarakat dan disuguhkan untuk dimakan secara bersama oleh
masyarakat.
ü Kembang tujuh macam yaitu kembang mawar merah dan putih,
kembang kelapa, kembang tali, kembang cempaka, kembang ganda suli, kembang
ghatus dan sebagainya.
ü Minyak wangi
ü Air bekas pemandian pusaka pada tanggal 1 Muharam
ü Jajanan pasar
ü Nasi kuning atau nasi tumpeng
ü Kain hitam dan putih
ü Patung pengantin
ü Buah-buahan seperti pisang dan yang lainya
b) Pembacaan Khadaroh.
Ø Nabi Muhammad saw
Ø Nabi nuh as
Ø Nabi sulaiman as
Ø Khulafaurrasyidin
Ø Syekh Abdul Qadir Jaelani dan para ulama yang telah wafat
c) Pembacaan surat yasin
d) Doa bersamamemohon rezeki dan jauh dari bencana.
e) Pawai yang di laksanakan sebelum acara menghanyutkan
sesaji ke laut.
Acara menghanyutkan
sesaji atau larung yaitu mengunakan jukung lunik (perahu kecil) atau rakit
kencana yang diisi dengan bermacam-macam sesaji, antara lain berisi bunga tujuh
macam dan berbagai macam makanan, serata kepala kerbau. Perahu kecil ini
kemudian dibawa untuk dipersembahkan kepada penguasa laut dengan dikawal oleh
beberapa jukung lainya yang dihiasi dengan bermacam sesajian seperti makanan,
kopi, rokok, dan kelapa muda hijau. Setelah tiba di tengah laut, sang pawang
pun membaca doa dan membakar kemenyan serta menaburkan bunga-bunga kelaut,
kemudian sajian tersebut dibiarkan terombang-ambing dilautan. Setelah
sesaji-sesaji tersebut dibawa oleh ombak kepinggir pantai maka menjadi objek
rebutan masyarakat yang mengikuti acara Ngumbai Lawok.
Mereka beranggapan
bahwa sesajen itu akan membawa berkah dalam kehidupan. Setelah acara pembacaan
doa di pinggir pantai, maka acara penghanyutan (larungan) dilaksanakan dengan
dipimpin oleh tokoh mayarakat atau adat. Adapun perlengkapan untuk melarung
kepala hewan ialah kain putih, bunga tujuh macam, dua telor ayam mentah dan
pembakaran kemenyan. Untuk telor dan pembakaran kemenyan ini hanya sebagai
syarat, kemudian kepala kerbau dibuang dengan diiringi doa-doa selamat agar
dijauhkan dari segala bala (marabahaya) seperti kesurupan, badai dan topan,
gelombang besar, serta agar di mudahkan dalam mencari ikan, sedangkan untuk
daging hewan (kerbau/kambing) tersebut dimasak kemudian dimakan secara
bersama-sama oleh masyarakat yang melaksanakan Ngumbai Lawok tersebut.
3. Evaluasi
Setelah acara
penghanyutan kepala kerbau dan sesembahan lainya ketengah laut dan masyarakat
telah kembali ketepi pantai, maka pada malam harinya, diadakan acara hiburan
atau pertunjukan pencak silat dan tarian-tarian yang di perankan oleh para
bujang dan gadis hingga selesai kemudian bendahara dari acara tersebut
menyampaikan laporan masalah dana yang terkumpul dan besarnya pengeluaran dana
yang terpakai untuk acara tersebut.[4]
Kesimpulan.
Ngumbai Lawok merupakan acara syukuran adat masyarakat Lampung Pesisir
(utamanya di Kabupaten Pesisir Barat) atas rahmat Tuhan yang telah mereka
peroleh dari laut. Ngumbai Lawok merupakan ritual melarung berbagai sesaji ke
laut sebagai ungkapan syukur atas rezeki yang diperoleh selama satu tahun.
Tradisi ini lahir dari pemahaman nelayan setempat bahwa laut adalah lahan untuk
mencari nafkah. Sehingga, laut harus dibersihkan, dijaga, dan dirawat dengan
melakukan Ngumbai Lawok yang dalam pelaksanannya ditandai dengan penyembelihan
dan pelarungan kepala kerbau ke laut sebagai wujud rasa terima kasih atas
nikmat Tuhan. Ritual ini juga menjadi simbol persahabatan antara nelayan dengan
laut (manusia dengan alam). Ngumbai Lawok dilaksanakan selama satu hari atau
tiga hari, sesuai dengan kesepakatan yang disetujui, namun disini peneliti
membahas yang dilaksanakan selama 3 hari.
[1] Liputan6.com https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4029387/6-adat-yang-unik-dan-terkenal-di-lampung Diakses 27
November 2020
[2] H. Karnoko Kamajaya Dkk, “Ruatan Murkawa:
Suatu Pedoman”, (Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1992), h. 33.
[3] Rustam Renaldy. “Ngumbai Lawok, Ruwat
Laut Ala Lampung Yang Sempat Ditinggalkan”https://www.sekitarlampung.com/tradisi-ngumbai-lawoklampung/ Diakses 27 November 2020
[4] Ruslan, Idrus, “Dimensi Kearifan
Lokal Masyrakat Lampung Sebagai Media Resolusi Konflik” dalam Kalam, Volume 12, Nomor 1, Juni 2018.
DAFTAR PUSTAKA
Dkk, Kamajaya, Karnoko H. “Ruatan Murkawa:
Suatu Pedoman”, Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1992.
Liputan6.com https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4029387/6-adat-yang-unik-dan-terkenal-di-lampung Diakses 27 November 2020
Ruslan, Idrus, “Dimensi Kearifan
Lokal Masyrakat Lampung Sebagai Media Resolusi Konflik” dalam Kalam, Volume 12, Nomor 1, Juni 2018.
Rustam Renaldy. “Ngumbai Lawok, Ruwat
Laut Ala Lampung Yang Sempat Ditinggalkan”https://www.sekitarlampung.com/tradisi-ngumbai-lawoklampung/ Diakses 27 November 2020
No comments:
Post a Comment