Saturday, 26 December 2020

Ngumbai Lawok

Ardelia Naisya Agustina


Indonesia sangat terkenal akan keanekaragamannya, hal tersebut berdasarkan fakta bahwa di Indonesia disamping terdapat kekayaan alam; hutan, lautan, serta sumber daya alam lainnya, juga terdapat kekayaan lain. Kekayaan kategori kedua ini menunjukkan pula bahwa sunnatullah betul-betul nyata dan terasa di Tanah Air. Indonesia dihuni oleh berbagai macam tipe mata pencaharian masyarakat seperti bertani atau berkebun pada masyarakat yang hidup di pegunungan, juga sebagai nelayan bagi yang hidup di daerah pantai, dimana pada masing-masing tipe tersebut memiliki upacara atau ritus. Adapun tujuan masyarakat melakukan ritus tersebut agar pada saat menjalankan pekerjaan penghasilan mereka meningkat dan dijauhkan dari mara bahaya.

Pada setiap kelompok masyarakat memiliki norma informal, dimana norma tersebut dijadikan sebagai acuan atau pandangan dalam berinteraksi meskipun memiliki berbagai macam perbedaan latar belakang. Norma informal tersebut dinamakan kearifan lokal (local wisdom) yang sesungguhnya dapat menjadi modal sosial dan tentu sangat bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan manusia itu sendiri. Masyarakat Lampung (khususnya di Kabupaten Pesisir Barat) memiliki kearifan lokal yang jika dipahami, dikembangkan serta dikelola secara baik, maka dapat berkontribusi pada pembangunan daerah, khususnya sebagai dalam hal kepariwisataan. Adapun kearifan lokal yang dimaksud disini yaitu ritual Ngumbai Lawok.[1]

Asal muasal tradisi Ngumbai Lawok di Pesisir Barat dilatar belakangi karena terdapat keyakinan masyarakat, dimana laut memiliki “penguasa”. Sehingga dengan demikian, dilakukan persembahan yang berbentuk sesajian kepala kerbau juga beberapa hasil tanaman pertanian. Tujuan pelaksanaan ritual tersebut yaitu agar masyarakat tidak terkena musibah maupun bencana. Sejarah kapan dan siapa yang pertamakali melakukan ritual Ngumbai Lawok memang sampai kini belum diketahui secara pasti, akan tetapi pelaksanaan ritual tersebut telah dilakukan secara turun menurun dari generasi ke generasi berikutnya.

Ngumbai lawok terdiri dari dua suku kata, yaitu Ngumbai dan Lawok. Ngumbai adalah suatu upacara membebaskan orang atau tempat dari nasib buruk yang akan menimpa. Sedangkan Lawok ( laut) adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak atau luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua dan pulau-pulau. Jadi Ngumbai Lawok adalah suatu bentuk upacara yang di rayakan atau dilaksanakan oleh masyarakat pantai atau nelayan untuk membebaskan orang dari nasib buruk atau mala petaka yang akan menimpa masyarakat pantai tersebut. H. Karkono Kamajaya dalam bukunya “ruatan murwakala suatu pedoman”, berpendapat bahwa kata “ngeruat” berasal dari kata “ ruat” yang berati lepas, bebas. Jadi Ngumbai Lawok (ruat laut) adalah melepaskan atau membebaskan.[2]

Ngumbai Lawok merupakan acara syukuran adat masyarakat Lampung Pesisir (utamanya di Kabupaten Pesisir Barat) atas rahmat Tuhan yang telah mereka peroleh dari laut. Ngumbai lawok dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas banyaknya tangkapan ikan dan juta laut yang bersahabat, dengan harapan agar berlimpah hasil tangkapan juga keramahan laut terus bertambah, dan meningkat. Ngumbai lawok merupakan ritual melarung berbagai sesaji ke laut sebagai ungkapan syukur atas rezeki yang diperoleh selama satu tahun. Tradisi ini lahir dari pemahaman nelayan setempat bahwa laut adalah lahan untuk mencari nafkah. Sehingga, laut harus dibersihkan, dijaga, dan dirawat dengan melakukan Ngumbai Lawok yang dalam pelaksanannya ditandai dengan penyembelihan dan pelarungan kepala kerbau ke laut sebagai wujud rasa terima kasih atas nikmat Tuhan. Ritual ini juga menjadi simbol persahabatan antara nelayan dengan laut (manusia dengan alam).[3]

Ngumbai Lawok dilaksanakan selama satu hari atau tiga hari, sesuai dengan kesepakatan yang disetujui, namun disini peneliti membahas yang dilaksanakam selama 3 hari, dan membaginya dalam beberapa tahapan, yakni persiapan, pelaksanaan dan evaluasi (sesudah) berikut penjelasanya:

1.      Persiapan

Pada tahap ini, para tokoh agama, tokoh masyarakat atau adat, dan aparatur desa terlebih dahulu mengadakan musyawarah mengenai waktu pelaksanaan, pembentukan panitia ngumbai lawok serta biaya yang harus disiapkan, setelah di dapat kesepakatan baru kemudian bersiap untuk melaksanakannya. Bahwa Ngumbai Lawok dilaksanakan pada tanggal 1 atau 10 bulan muharram dan syuro karena dalam sejarah diyakini pada bulan tersebut Nabi Nuh as berhasil menyelesaikan pembuatan bahtera bagi para pengikutnya karena kemarahan air laut yang begitu dahsyat, hingga menenggelamkan orang-orang yang berada di luar kapal tersebut. Sehingga timbulah kepercayaan bahwa tanggal 1 atau 10 muharram adalah hari baik untuk membersihkan laut.

Ø  Prosesi awal ngumbai lawok sejak tanggal 1 Muharram yakni diawali dengan pemandian pusaka. Seluruh pusaka yang ada di rumah kraton kesultanan marga Way Napal dilanjutkan dengan membersihkan Lamban Gedung Marga Way Napal.

Ø  Masyarakat menyiapkan batang bambu sebanyak 27 batang. Setelah bambu terkumpul, masyarakat bersama-sama menyusun bambu tersebut hingga menjadi satu dan menyatu yang disebut dengan rakit kencana, lalu diatasnya dibentuk seperti perahu atau jukung.

Ø  Persiapan selanjutnya adalah pembuatan sepasang patung pengantin. Sebelum patung dibuat keluarga sultan akan meminta petunjuk terlebih dahulu dengan cara berpuasa (puasa mutih) dan berdzikir hingga mendapatkan petunjuk baik dari mimpi atau datang orang yang tidak dikenal yang memberitahukan jenis tanah seperti apa yang akan dibuat menjadi patung dan tempat pengambilan tanah tersebut. Tanah tersebut diambil lalu dibentuk menyerupai sepasang patung pengantin yang berukuran sedang yakni sebesar betis orang dewasa.

Untuk menunjang keberhasilan dalam tradisi Ngumbai Lawok tersebut tentu dibutuhkan biaya yang cukup banyak, biaya penyelenggarakaan acara tersebut berasal dari sumbangan sang sultan atau swadaya masarakat yakni, dimana keputusanmusyawarah para tokoh agama, adat dan aparatur desa pelaksanaan

2.      Pelaksanaan

Hari pertama diisi acara upacara yang diawali dengan sambutan oleh ketua panitia Ngumbai Lawok, tokoh adat, tokoh agama dan aparatur desa. Acara pembukaan Ngumbai Lawok diisi dengan tarian-tarian adat, nyambai, pertunjukan silat atau silek Lampung. Kemudian pada malam harinya, seluruh masyarakat melaksanakan doa bersama dengan tujuan memohon keselamatan dan kelancaran dalam melaksanakan tradisi Ngumbai Lawok sampai puncak esok harinya. Biaya yang telah ada, juga dipergunakan untuk membeli perlengkapan Ngumbai Lawok seperti kerbau, kain putih, bunga tujuh macam, kue tujuh macam, nasi tumpeng, dan lain-lain. Setelah perlengkapan terpenuhi, maka pada tanggal 1 atau 10 bulan muharram atau syuro proses Ngumbai Lawok dilakukan yang dipimpin oleh tokoh agama dan tokoh adat disana. Adapun prosesi yang ada dalam Ngumbai Lawok sebagai berikut :

a)      Menyiapkan sesaji Sesaji (sesembahan) yang di persiapkan antara lain:

ü  Kepala kerbau. kerbau yang sebelumnya sudah dibeli kemudian di sembelih. Kepala kerbau di gunakan sebagai sesaji yang akan dilarungkan atau dihanyutkan ke laut, sedangkan bagian tubuh kerbau dimasak bersama-sama oleh masyarakat dan disuguhkan untuk dimakan secara bersama oleh masyarakat.

ü  Kembang tujuh macam yaitu kembang mawar merah dan putih, kembang kelapa, kembang tali, kembang cempaka, kembang ganda suli, kembang ghatus dan sebagainya.

ü  Minyak wangi

ü  Air bekas pemandian pusaka pada tanggal 1 Muharam

ü  Jajanan pasar

ü  Nasi kuning atau nasi tumpeng

ü  Kain hitam dan putih

ü  Patung pengantin

ü  Buah-buahan seperti pisang dan yang lainya

b)      Pembacaan Khadaroh.

Ø  Nabi Muhammad saw

Ø  Nabi nuh as

Ø  Nabi sulaiman as

Ø  Khulafaurrasyidin

Ø  Syekh Abdul Qadir Jaelani dan para ulama yang telah wafat

c)      Pembacaan surat yasin

d)     Doa bersamamemohon rezeki dan jauh dari bencana.

e)      Pawai yang di laksanakan sebelum acara menghanyutkan sesaji ke laut.

Acara menghanyutkan sesaji atau larung yaitu mengunakan jukung lunik (perahu kecil) atau rakit kencana yang diisi dengan bermacam-macam sesaji, antara lain berisi bunga tujuh macam dan berbagai macam makanan, serata kepala kerbau. Perahu kecil ini kemudian dibawa untuk dipersembahkan kepada penguasa laut dengan dikawal oleh beberapa jukung lainya yang dihiasi dengan bermacam sesajian seperti makanan, kopi, rokok, dan kelapa muda hijau. Setelah tiba di tengah laut, sang pawang pun membaca doa dan membakar kemenyan serta menaburkan bunga-bunga kelaut, kemudian sajian tersebut dibiarkan terombang-ambing dilautan. Setelah sesaji-sesaji tersebut dibawa oleh ombak kepinggir pantai maka menjadi objek rebutan masyarakat yang mengikuti acara Ngumbai Lawok.

Mereka beranggapan bahwa sesajen itu akan membawa berkah dalam kehidupan. Setelah acara pembacaan doa di pinggir pantai, maka acara penghanyutan (larungan) dilaksanakan dengan dipimpin oleh tokoh mayarakat atau adat. Adapun perlengkapan untuk melarung kepala hewan ialah kain putih, bunga tujuh macam, dua telor ayam mentah dan pembakaran kemenyan. Untuk telor dan pembakaran kemenyan ini hanya sebagai syarat, kemudian kepala kerbau dibuang dengan diiringi doa-doa selamat agar dijauhkan dari segala bala (marabahaya) seperti kesurupan, badai dan topan, gelombang besar, serta agar di mudahkan dalam mencari ikan, sedangkan untuk daging hewan (kerbau/kambing) tersebut dimasak kemudian dimakan secara bersama-sama oleh masyarakat yang melaksanakan Ngumbai Lawok tersebut.

3.      Evaluasi

Setelah acara penghanyutan kepala kerbau dan sesembahan lainya ketengah laut dan masyarakat telah kembali ketepi pantai, maka pada malam harinya, diadakan acara hiburan atau pertunjukan pencak silat dan tarian-tarian yang di perankan oleh para bujang dan gadis hingga selesai kemudian bendahara dari acara tersebut menyampaikan laporan masalah dana yang terkumpul dan besarnya pengeluaran dana yang terpakai untuk acara tersebut.[4]


Kesimpulan.

            Ngumbai Lawok merupakan acara syukuran adat masyarakat Lampung Pesisir (utamanya di Kabupaten Pesisir Barat) atas rahmat Tuhan yang telah mereka peroleh dari laut. Ngumbai Lawok merupakan ritual melarung berbagai sesaji ke laut sebagai ungkapan syukur atas rezeki yang diperoleh selama satu tahun. Tradisi ini lahir dari pemahaman nelayan setempat bahwa laut adalah lahan untuk mencari nafkah. Sehingga, laut harus dibersihkan, dijaga, dan dirawat dengan melakukan Ngumbai Lawok yang dalam pelaksanannya ditandai dengan penyembelihan dan pelarungan kepala kerbau ke laut sebagai wujud rasa terima kasih atas nikmat Tuhan. Ritual ini juga menjadi simbol persahabatan antara nelayan dengan laut (manusia dengan alam). Ngumbai Lawok dilaksanakan selama satu hari atau tiga hari, sesuai dengan kesepakatan yang disetujui, namun disini peneliti membahas yang dilaksanakan selama 3 hari.



[2] H. Karnoko Kamajaya Dkk, Ruatan Murkawa: Suatu Pedoman, (Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1992), h. 33.

[3] Rustam Renaldy. “Ngumbai Lawok, Ruwat Laut Ala Lampung Yang Sempat Ditinggalkan”https://www.sekitarlampung.com/tradisi-ngumbai-lawoklampung/ Diakses 27 November 2020

[4] Ruslan, Idrus, “Dimensi Kearifan Lokal Masyrakat Lampung Sebagai Media Resolusi Konflik” dalam Kalam, Volume 12, Nomor 1, Juni 2018.

 

DAFTAR PUSTAKA

Dkk, Kamajaya, Karnoko H. Ruatan Murkawa: Suatu Pedoman, Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1992.

Liputan6.com https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4029387/6-adat-yang-unik-dan-terkenal-di-lampung Diakses  27 November 2020

Ruslan, Idrus, “Dimensi Kearifan Lokal Masyrakat Lampung Sebagai Media Resolusi Konflik” dalam Kalam, Volume 12, Nomor 1, Juni 2018.

Rustam Renaldy. “Ngumbai Lawok, Ruwat Laut Ala Lampung Yang Sempat Ditinggalkan”https://www.sekitarlampung.com/tradisi-ngumbai-lawoklampung/ Diakses 27 November 2020

 

No comments:

Post a Comment

MINUMAN KHAS MELAYU RIAU

Salsabila Asri Negara Indonesia memiliki berbagai macam masyarakat dengan latar belakang dan keinginan yang berbeda. Indonesia juga memp...