Sunday, 20 December 2020

Tradisi Perkawinan Adat Muslim Suku Dani

Enjela Primiranda


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture dan bahasa latin cultura.[1]

Budaya adalah hasil transmisi yang berjalan dalam pola kesejarahan. Dimana di dalamnya terdapat simbol dan sekaligus adanya sebuah sistem yang turun menurun. Beberapa pengertian budaya menurut para ahli :

  1. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski, mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
  2. Herskovits, memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
  3. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
  4. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
  5. Menurut Selo Soemardjan, dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.[2]

Jadi, budaya itu suatu yang terjadi secara turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dimana budaya bersifat sebagai ciri khas suatu daerah tersebut dan budaya juga kebiasaan yang sering ditemukan dimasyarakat itu sendiri. Budaya terbentuk dari banyak unsur, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan dan karya seni.

Membicarakan tentang budaya di Papua, salah satu suku yang ada di daerah pedalaman Papua yaitu suku Dani. Suku Dani adalah salah satu suku yang cukup besar di Papua. Suku Dani ini merupakan salah satu dari sekian banyak suku bangsa yang mendiami satu wilayah di Lembah Baliem Wamena Kabupaten Jayawijaya dan mendiami wilayah Pegunungan Tengah Papua serta sebagian Kabupaten Puncak Jaya. Suku Dani dikenal sejak ratusan tahun lalu dan pertama kali ditemukan oleh Ekspedisi Lorentz asal Belanda pada tahun 1909-1910, diantara sekian banyak eksplorasi di dataran tinggi pedalaman Papua yang dilakukan.

Agama Islam telah membawa perubahan pada masyarakat muslim suku Dani. Namun, para warganya hingga saat ini masih mempertahankan adat kebiasaan leluhur mereka. Sebuah tradisi yang selama  ini masih tetap berlaku dan dilestarikan dalam adat muslim suku Dani adalah praktik perkawinan.

Mata pencaharian pokok suku Dani yaitu bercocok tanam dan beternak babi. Bagi suku Dani, babi berguna untuk dimakan dagingnya, dan darahnya dipakai dalam upacara magis, tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan, tulang rusuknya digunakan untuk pisau pengupas ubi, dan sebagai alat pertukaran/barter serta untuk menciptakan perdamaian jika ada perselisihan. Masyarakat muslim suku Dani menggunakan mahar babi sebagai syarat untuk kawin. Suku Dani dalam ikatan perkawinan, laki-laki berkewajiban membayar mahar kepada keluarga perempuan berupa babi. Berkaitan dengan penggunaan mahar babi digunakan jika benar-benar dalam kondisi darurat. Babi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya di daerah dataran tinggi Papua. Kebiasaan memelihara babi dan mahar babi dalam perkawinan termasuk dalam kaidah al-‘Adah, al-fasidah yang artinya adat yang mafsadat, yaitu salah atau rusak. Mahar babi ini tidak termasuk dalam syarat-syarat mahar sesuai prinsip Islam. Disamping itu, mereka melakukan hubungan perkawinan berdasarkan sistem kekerabatan yang bersifat eksogami. Tradisi perkawinan adat suku Dani muslim ini sudah dianggap sebagai proses, dan diharuskan nikah agama secepat mungkin agar terhindar dari hukum-hukum zina.

Jan Boelars (1986) dalam penelitian berjudul, “Manusia Irian Dahulu, Sekarang dan Masa Depan”, berpendapat bahwa tradisi adat bagi suku Dani adalah suatu hal yang harus dihargai, dihormati dan dijunjung tinggi sebagai warisan para leluhur beberapa ribu tahun yang lalu. Menurut mereka  jika hubungan mereka dengan adat baik maka kebaikan akan selalu hadir, akan tetapi apabila adat tidak dihormati dengan baik maka kemungkinan besar akan mucul musibah yang menimpa mereka. Kepercayaan seperti ini sudah menjadi tradisi dalam kehidupan masyarakat suku Dani Lembah Baliem Wamena Papua.

Astrid S. Susanto Sunario (1996), dalam penelitian berjudul, “Pembangunan Masyarakat Pedesaan Suatu Telaah Analitis Masyarakat Wamena, Irian Jaya”, berpedapat bahwa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Dani, tradisi adat memegang peran penting. Adat mengikat mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam upacara perkawinan adat dilakukan “potong babi persembahan” untuk dimakan si calon pengantin perempuan. Jadi upacara perkawinan adat tersebut sudah menjadi tradisi dari suku Dani.[3]

Tradisi Perkawinan Adat Muslim Suku Dani

1.      Penentuan Jodoh dan Lamaran

Masyarakat muslim Dani memiliki pandangan tersendiri tentang kapan seorang gadis dan remaja dinyatakan telah siap kawin. Tandanya seperti mengacu pada perkembangan fisik dan kesiapan dalam bekerja, antara lain seorang gadis siap kawin apabila telah keluar susu (payudara telah membesar) dan telah mendapat menstruasi. Sedangkan tanda untuk laki-laki yaitu telah keluar kumis dan jenggot serta laki-laki tersebut memiliki babi banyak.

Pada masa lalu dalam masyarakat muslim suku Dani terdapat dua medium sebagai sarana pergaulan remaja dalam rangka menentukan jodoh dan pasangan yang akan siap dikawinkan. Medium yang dimaksud antara lain :

Pertama, haselumwuni(syair cinta). Haselumadalah syair yang mengisahkan tentang cinta dan kemesraan. Maksud dari nyanyian syair-syair cinta itu adalah untuk  menarik hati pasangan. Jika ada respon akan dibalas dengan nyanyian yang sama. Ini tandanya berarti cintanya diterima oleh pasangan yang ditaksir.

Kedua, tem wuni(syair cinta yang diiringi dengan tarian). Tem wuni dilakukan di dalam rumah, yaitu tempat tinggal keluarga yang baru dibangun selama beberapa hari. Pada zaman dulu rumah yang baru dibangun tersebut dipestakan oleh kaum remaja terlebih dahulu dengan kegiatan tem (tarian). Pihak perempuan akan memberi gelang (dari taring babi, kulit siput, dan sebagainya), sedangkan pihak pria akan memberikan palisu/suhotik(kantong) dan yosi (benang tradisional). Apabila pasangan menyetujui, dan menerima pasangan  dalam tarian, maka pasangan  akan menjadi pilihan utama dalam memilih jodoh dan akan berakhir dengan pesta perkawinan oleh kedua orang tua mereka.

Setelah menemukan jodoh, masyarakat muslim suku Dani melakukan lamaran secara resmi. Jika lamaran disetujui oleh pihak kedua orang tua si gadis, kemudian memberikan sepotong daging babi untuk diumumkan dan di informasikan dimuka umum atas nama orang tua calon pria. Kemudian orang tua dari mempelai pria mengadakan pesta memotong daging babi kecil untuk dimakan oleh si gadis. Setelah itu para orang tua pria mengundang saudara-saudaranya untuk menentukan waktu pesta perkawinan yang akan dilaksanakan.

2.      Persiapan Perkawinan

Unsur penting dalam upacara orang muslim suku Dani adalah yokal isin, atau upacara memakaikan yokal (pakaian untuk wanita yang sudah menikah) pada mempelai wanita. Bagi wanita yang telah bersuami menggunakan yokal, yaitu rok yang sangat pendek yang terbuat dari benang rotan yang dipakaikan melintang di depan perut dengan ikatan samping bagian pinggul. Upacara perkawinan dilakukan bersamaan dengan upacara inisiasi yang berdimensi sakral yang erat.

Selanjutnya, perginya kaum pria di desa-desa dengan menebang kayu dilereng-lereng gunung. Sedangkan kaum wanita memotong rumput untuk memasak. Pria dan wanita pergi-pulang berkunjung ke pemukiman-pemukiman untuk membicarakan tentang he yokal yang akan diselenggarakan.

Persiapan untuk perkawinan pun telah selesai dilakukan. Kemudian gadis yang akan menikah dibawa ke dapur untuk memakai yokal yang dihadiri oleh wanita. Di dapur telah disediakan jala-jala dan manik-manik yang dihadiahkan keluarga ibu para gadis. Salah seorang istri dari pemangku pelaksana upacara adat, memegang bagian kepala dan memakaikan yokal dari arah kepala serta mengalungkan beberapa noken/jala dengan mengucapkan beberapa kata nasehat dan kemudian yokal ditutup dan dirapikan oleh  seorang istri dari pemangku pengontrol adat, yang biasanya akan merapikan, merapatkan dan menutup aurat dengan yokal dari bawah. Wejangan-wejangan dilimpahkan kepada gadis agar mendapat berkat kemakmuran dari ibu-ibu berpengalaman.

Selama proses tersebut, para pria calon suami mereka tidak boleh memperlihatkan diri mereka dan para pria tidak diberi wejangan. Prosesi selanjutnya adalah menyiapkan babi-babi  tiga ekor yang terdiri dari babi kecil, sedang, dan besar untuk dipotong dan dimasak. Sebelum daging babi dibagikan, gadis yang berada di dalam dapur disuruh keluar untuk menerima hadiah dari kaum pria. Hadiah-hadiah itu ditumpahkan di kepala gadis, sampai gadis seperti tertimbun hadiah-hadiah itu. Menjelang malam hari, gadis itu memakai tali manik-manik yang ketat yang menjadi penutup aurat dan menerima tongkat penggali yang baru. Dengan demikian si gadis disapa dengan perkataan wanita yang sudah menikah.

Diiringi dengan tarian-tarian, kelompok ibu-ibu mengantar mempelai wanita ke tempat tinggal suaminya. Sebelum orang meninggalkan tempat tinggal itu para tokoh adat meminta perhatian dan dia menggali sebuah lubang dekat pagar dan menaruh sehelai daun didalamnya. Lalu semua wanita menjatuhkan tunas-tunas ubi kedalam itu, yang kemudian ditutup kembali.

Kemudian seorang wanita yang sudah tua menusuk sepotong bekas gaun anak perempuan dengan sepotong kayu yang runcing. Lalu setelah dipotong kayu diolesi dengan lemak babi dan menariknya diantara lutut wanita-wanita muda, tongkat ini ditegakkan diatas lubang bersama dengan tunas pisang. Maksud dari semua itu adalah mempelai wanita masa gadis mereka telah berlalu dan ia memulai hidupnya sebagai ibu rumah tangga yang sah.

3.      Larangan Perkawinan Satu Marga

Perkawinan yang layak dilakukan oleh muslim suku Dani adalah yang bersifat eksogami, yang artinya seseorang dilarang kawin dengan calon pasangan yang berasal dari marga yang sama. Oleh karena itu, Yelipele dilarang kawin dengan sesama Yelipele, karena mereka adalah warga marga yang sama. Di samping itu, Yelipele juga dilarang kawin dengan dengan orang Yaleget, karena keduanya masih dalam parohWaya. Demikian pula dari orang Asso tidak dapat berpasangan dengan sesama Asso, dan juga tidak boleh berpasangan dengan Elokpere, karena Asso dan Elokpere tergabung dalam paroh Wita. Hukum adat dalam perkawinan muslim suku Dani diatur dengan aturan yang sangat ketat, sehingga aturan-aturan adat itu harus ditaati oleh masyarakat. Semuanya terjadi karena nilai-nilai leluhur telah tertanam di dalam diri mereka. Apabila aturan itu dilanggar, misalnya perkawinan terjadi dalam satu marga misalnya Yelipele dengan Yelipele, maka dalam perkawinan itu sangat bertentangan dengan aturan adat dan bagi orang melanggarnya akan disebut ap-pawi dan he-pawi (laki-laki zina dan perempuan zina).

4.      Rukun dan Syarat Perkawinan

Dalam perkawinan adat suku Dani ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi, yaitu : (1) calon suami, (2) calon istri, (3) wali, (4) saksi, dan (5) mahar.

Sedangkan syarat untuk masing-masing rukun di atas adalah: (1) calon suami harus sudah siap bekerja, sudah tumbuh kumis, dan mempunyai banyak babi; (2) calon istri harus telah keluar susu (payudara telah membesar) dan telah mendapat menstruasi; (3) wali harus adik atau kakak dari bapak, harus laki-laki, dan apabila tidak ada lagi laki-laki maka perempuan juga bisa menjadi wali, yaitu dari ibu dan saudara perempuan dari ibu; (4) saksi harus opselak dan aghosalak (bapak dan ibu kandung), nyerugi (saudara dari bapak), inyeage (saudara dari ibu), dan amilak (famili dari bapak).

5.      Pelaksana Akad Nikah dan Pesta Perkawinan

Pada masyarakat muslim Dani, setelah dilangsungkan pernikahan secara adat, dilanjutkan dengan pernikahan massal. Dalam pelaksanaan nikah masal itu sendiri, setelah terkumpul semua pengantin, kemudian penghulu dari Kantor Urusan Agama (KUA) melakukan ijab qabul satu persatu.

Dalam perkawinan muslim suku Dani Desa Asolipele mengenal empat jenis perkawinan yaitu: (1) pada kesempatan wammawe (pesta daur hidup) selama 5-6 tahun sekali; (2) pesta perkawinan dari pihak calon suami dan sepenuhnya pesta perkawinan diselenggarakan di rumah tempat tinggal laki-laki calon suami si pengantin gadis, (3) pesta perkawinan oleh orang tua si gadis; (4) pesta kedua dari pihak calon suami bila si gadis telah dipestakan lebih dahulu oleh pihak keluarga atau orang tuanya, setelah pengantin dibawa pulang ke rumah laki-laki calon suami.

Beberapa unsur penting yang dihadirkan dalam pesta perkawinan sebagai alat pembayaran tetapi bukan mahar, yaitu yeeken (batu hitam), yerakeken (kerang laut), penansu (jala), dan su-ewesu (noken, kantong dari anyaman serat kayu).[4]

 

Kesimpulan

Budaya merupakan suatu yang terjadi secara turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dimana budaya bersifat sebagai ciri khas suatu daerah tersebut dan budaya juga kebiasaan yang sering ditemukan dimasyarakat itu sendiri. Salah satunya suku di Papua, yang ada di daerah pedalaman Papua yaitu suku Dani. Dimana warganya hingga saat ini masih mempertahankan adat kebiasaan leluhur mereka.

Sejak dahulu, mata pencaharian pokok suku Dani yaitu bercocok tanam dan beternak babi. Masyarakat muslim suku Dani menggunakan mahar babi sebagai syarat untuk kawin. Suku Dani dalam ikatan perkawinan, laki-laki berkewajiban membayar mahar kepada keluarga perempuan berupa babi. Berkaitan dengan penggunaan mahar babi digunakan jika benar-benar dalam kondisi darurat. Babi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya di daerah dataran tinggi Papua.

Tradisi perkawinan adat muslim Suku Dani diantaranya yaitu :

        1)      Penentuan Jodoh dan Pelamaran

        2)      Persiapan Perkawinan

        3)      Larangan Perkawinan Satu Marga

        4)      Rukun dan Syarat Perkawinan

        5)      Pelaksanaan Akad Nikah dan Pesta Perkawinan

 


[1] Wikipedia. Budaya. https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya. Diakses 7 November 2020.

[2] Aris Kurniawan.  “Budaya Indonesia”, https://www.gurupendidikan.co.id/budaya/. Diakses 17 Desember 2020.

[3] Yelipele, Adnan. 2015. "Hukum islam dan Adat di Papua". Cinta Buku Media. Tangerang Selatan. September 2015.

[4] Yelepele, Umar dan Mohammad , Hefni. Perkawinan Adat Muslim Suku Dani di Papua. Vol. 7, No. 1, Juni 2012. Hal. 29

  

DAFTAR PUSTAKA

Aris,Kurniawan.“Budaya Indonesia. https://www.gurupendidikan.co.id/budaya/. Diakses 17 Desember 2020.

Wikipedia. Budaya. https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya. Diakses 7 November 2020.

Yelipele, Adnan. 2015. "Hukum islam dan Adat di Papua". Cinta Buku Media. Tangerang Selatan. September 2015.

Yelepele, Umar dan Mohammad , Hefni. Perkawinan Adat Muslim Suku Dani di Papua.  Vol. 7, No. 1, Juni 2012.

 

No comments:

Post a Comment

MINUMAN KHAS MELAYU RIAU

Salsabila Asri Negara Indonesia memiliki berbagai macam masyarakat dengan latar belakang dan keinginan yang berbeda. Indonesia juga memp...