Enjela Primiranda
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture dan bahasa latin cultura.[1]
Budaya adalah
hasil transmisi yang berjalan dalam pola kesejarahan. Dimana di dalamnya
terdapat simbol dan sekaligus adanya sebuah sistem yang turun menurun. Beberapa pengertian budaya menurut para ahli :
- Melville
J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski, mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk
pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
- Herskovits, memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun
temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic.
- Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan
lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas
suatu masyarakat.
- Menurut
Edward Burnett Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai
anggota masyarakat.
- Menurut
Selo Soemardjan, dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan
adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.[2]
Jadi, budaya itu suatu yang terjadi secara
turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dimana budaya bersifat
sebagai ciri khas suatu daerah tersebut dan budaya juga kebiasaan yang sering
ditemukan dimasyarakat itu sendiri. Budaya terbentuk dari banyak unsur,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan dan
karya seni.
Membicarakan
tentang budaya di Papua, salah satu suku yang ada di daerah pedalaman Papua
yaitu suku Dani. Suku Dani adalah salah satu suku yang cukup besar di Papua.
Suku Dani ini merupakan salah satu dari sekian banyak suku bangsa yang mendiami
satu wilayah di Lembah Baliem Wamena Kabupaten Jayawijaya dan mendiami wilayah
Pegunungan Tengah Papua serta sebagian Kabupaten Puncak Jaya. Suku Dani dikenal
sejak ratusan tahun lalu dan pertama kali ditemukan oleh Ekspedisi Lorentz asal
Belanda pada tahun 1909-1910, diantara sekian banyak eksplorasi di dataran
tinggi pedalaman Papua yang dilakukan.
Agama Islam
telah membawa perubahan pada masyarakat muslim suku Dani. Namun, para warganya
hingga saat ini masih mempertahankan adat kebiasaan leluhur mereka. Sebuah
tradisi yang selama ini masih tetap
berlaku dan dilestarikan dalam adat muslim suku Dani adalah praktik perkawinan.
Mata pencaharian
pokok suku Dani yaitu bercocok tanam dan beternak babi. Bagi suku Dani, babi
berguna untuk dimakan dagingnya, dan darahnya dipakai dalam upacara magis,
tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan, tulang rusuknya digunakan untuk pisau pengupas
ubi, dan sebagai alat pertukaran/barter serta untuk menciptakan perdamaian jika
ada perselisihan. Masyarakat muslim suku Dani menggunakan mahar babi sebagai
syarat untuk kawin. Suku Dani dalam ikatan perkawinan, laki-laki berkewajiban
membayar mahar kepada keluarga perempuan berupa babi. Berkaitan dengan
penggunaan mahar babi digunakan jika benar-benar dalam kondisi darurat. Babi
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya di daerah dataran tinggi
Papua. Kebiasaan memelihara babi dan mahar babi dalam
perkawinan termasuk dalam kaidah al-‘Adah,
al-fasidah yang
artinya adat yang mafsadat, yaitu salah atau rusak. Mahar babi ini tidak
termasuk dalam syarat-syarat mahar sesuai prinsip Islam. Disamping itu, mereka
melakukan hubungan perkawinan berdasarkan sistem kekerabatan yang bersifat
eksogami. Tradisi perkawinan adat suku Dani muslim ini sudah dianggap sebagai
proses, dan diharuskan nikah agama secepat mungkin agar terhindar dari
hukum-hukum zina.
Jan Boelars
(1986) dalam penelitian berjudul, “Manusia Irian Dahulu, Sekarang dan Masa
Depan”, berpendapat bahwa tradisi adat bagi suku Dani adalah suatu hal yang
harus dihargai, dihormati dan dijunjung tinggi sebagai warisan para leluhur
beberapa ribu tahun yang lalu. Menurut mereka
jika hubungan mereka dengan adat baik maka kebaikan akan selalu hadir,
akan tetapi apabila adat tidak dihormati dengan baik maka kemungkinan besar
akan mucul musibah yang menimpa mereka. Kepercayaan seperti ini sudah menjadi
tradisi dalam kehidupan masyarakat suku Dani Lembah Baliem Wamena Papua.
Astrid S.
Susanto Sunario (1996), dalam penelitian berjudul, “Pembangunan Masyarakat
Pedesaan Suatu Telaah Analitis Masyarakat Wamena, Irian Jaya”, berpedapat bahwa
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Dani, tradisi adat memegang peran
penting. Adat mengikat mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam upacara
perkawinan adat dilakukan “potong babi persembahan” untuk dimakan si calon
pengantin perempuan. Jadi upacara perkawinan adat tersebut sudah menjadi
tradisi dari suku Dani.[3]
Tradisi Perkawinan Adat Muslim Suku Dani
1.
Penentuan
Jodoh dan Lamaran
Masyarakat
muslim Dani memiliki pandangan tersendiri tentang kapan seorang gadis dan
remaja dinyatakan telah siap kawin. Tandanya seperti mengacu pada perkembangan
fisik dan kesiapan dalam bekerja, antara lain seorang gadis siap kawin apabila
telah keluar susu (payudara telah membesar) dan telah mendapat menstruasi.
Sedangkan tanda untuk laki-laki yaitu telah keluar kumis dan jenggot serta
laki-laki tersebut memiliki babi banyak.
Pada masa lalu
dalam masyarakat muslim suku Dani terdapat dua medium sebagai sarana pergaulan
remaja dalam rangka menentukan jodoh dan pasangan yang akan siap dikawinkan.
Medium yang dimaksud antara lain :
Pertama, haselumwuni(syair cinta). Haselumadalah syair yang mengisahkan
tentang cinta dan kemesraan. Maksud dari nyanyian syair-syair cinta itu adalah
untuk menarik hati pasangan. Jika ada
respon akan dibalas dengan nyanyian yang sama. Ini tandanya berarti cintanya
diterima oleh pasangan yang ditaksir.
Kedua, tem wuni(syair cinta yang diiringi dengan
tarian). Tem wuni dilakukan di dalam
rumah, yaitu tempat tinggal keluarga yang baru dibangun selama beberapa hari.
Pada zaman dulu rumah yang baru dibangun tersebut dipestakan oleh kaum remaja
terlebih dahulu dengan kegiatan tem (tarian).
Pihak perempuan akan memberi gelang (dari taring babi, kulit siput, dan
sebagainya), sedangkan pihak pria akan memberikan palisu/suhotik(kantong) dan yosi
(benang tradisional). Apabila pasangan menyetujui, dan menerima pasangan dalam tarian,
maka pasangan akan menjadi pilihan utama
dalam memilih jodoh dan akan berakhir dengan pesta perkawinan oleh kedua orang
tua mereka.
Setelah
menemukan jodoh, masyarakat muslim suku Dani melakukan lamaran secara resmi.
Jika lamaran disetujui oleh pihak kedua orang tua si gadis, kemudian memberikan
sepotong daging babi untuk diumumkan dan di informasikan dimuka umum atas nama
orang tua calon pria. Kemudian orang tua dari mempelai pria mengadakan pesta
memotong daging babi kecil untuk dimakan oleh si gadis. Setelah itu para orang
tua pria mengundang saudara-saudaranya untuk menentukan waktu pesta perkawinan
yang akan dilaksanakan.
2.
Persiapan
Perkawinan
Unsur penting
dalam upacara orang muslim suku Dani adalah yokal
isin, atau upacara memakaikan yokal (pakaian
untuk wanita yang sudah menikah) pada mempelai wanita. Bagi wanita yang telah
bersuami menggunakan yokal, yaitu rok
yang sangat pendek yang terbuat dari benang rotan yang dipakaikan melintang di
depan perut dengan ikatan samping bagian pinggul. Upacara perkawinan dilakukan
bersamaan dengan upacara inisiasi yang berdimensi sakral yang erat.
Selanjutnya,
perginya kaum pria di desa-desa dengan menebang kayu dilereng-lereng gunung.
Sedangkan kaum wanita memotong rumput untuk memasak. Pria dan wanita
pergi-pulang berkunjung ke pemukiman-pemukiman untuk membicarakan tentang he yokal yang akan
diselenggarakan.
Persiapan untuk
perkawinan pun telah selesai dilakukan. Kemudian gadis yang akan menikah dibawa
ke dapur untuk memakai yokal yang dihadiri oleh wanita. Di dapur telah
disediakan jala-jala dan manik-manik yang dihadiahkan keluarga ibu para gadis.
Salah seorang istri dari pemangku pelaksana upacara adat, memegang bagian
kepala dan memakaikan yokal dari arah kepala serta mengalungkan beberapa noken/jala
dengan mengucapkan beberapa kata nasehat dan kemudian yokal ditutup dan
dirapikan oleh seorang istri dari
pemangku pengontrol adat, yang biasanya akan merapikan, merapatkan dan menutup
aurat dengan yokal dari bawah. Wejangan-wejangan dilimpahkan kepada gadis agar
mendapat berkat kemakmuran dari ibu-ibu berpengalaman.
Selama proses
tersebut, para pria calon suami mereka tidak boleh memperlihatkan diri mereka
dan para pria tidak diberi wejangan. Prosesi selanjutnya adalah menyiapkan
babi-babi tiga ekor yang terdiri dari
babi kecil, sedang, dan besar untuk dipotong dan dimasak. Sebelum daging babi
dibagikan, gadis yang berada di dalam dapur disuruh keluar untuk menerima
hadiah dari kaum pria. Hadiah-hadiah itu ditumpahkan di kepala gadis, sampai
gadis seperti tertimbun hadiah-hadiah itu. Menjelang malam hari, gadis itu
memakai tali manik-manik yang ketat yang menjadi penutup aurat dan menerima
tongkat penggali yang baru. Dengan demikian si gadis disapa dengan perkataan
wanita yang sudah menikah.
Diiringi dengan
tarian-tarian, kelompok ibu-ibu mengantar mempelai wanita ke tempat tinggal
suaminya. Sebelum orang meninggalkan tempat tinggal itu para tokoh adat meminta
perhatian dan dia menggali sebuah lubang dekat pagar dan menaruh sehelai daun
didalamnya. Lalu semua wanita menjatuhkan tunas-tunas ubi kedalam itu, yang
kemudian ditutup kembali.
Kemudian seorang
wanita yang sudah tua menusuk sepotong bekas gaun anak perempuan dengan
sepotong kayu yang runcing. Lalu setelah dipotong kayu diolesi dengan lemak babi
dan menariknya diantara lutut wanita-wanita muda, tongkat ini ditegakkan diatas
lubang bersama dengan tunas pisang. Maksud dari semua itu adalah mempelai
wanita masa gadis mereka telah berlalu dan ia memulai hidupnya sebagai ibu
rumah tangga yang sah.
3.
Larangan
Perkawinan Satu Marga
Perkawinan yang layak dilakukan oleh muslim suku Dani adalah yang bersifat eksogami, yang artinya seseorang dilarang kawin dengan calon pasangan yang berasal dari marga yang sama. Oleh karena itu, Yelipele dilarang kawin dengan sesama Yelipele, karena mereka adalah warga marga yang sama. Di samping itu, Yelipele juga dilarang kawin dengan dengan orang Yaleget, karena keduanya masih dalam parohWaya. Demikian pula dari orang Asso tidak dapat berpasangan dengan sesama Asso, dan juga tidak boleh berpasangan dengan Elokpere, karena Asso dan Elokpere tergabung dalam paroh Wita. Hukum adat dalam perkawinan muslim suku Dani diatur dengan aturan yang sangat ketat, sehingga aturan-aturan adat itu harus ditaati oleh masyarakat. Semuanya terjadi karena nilai-nilai leluhur telah tertanam di dalam diri mereka. Apabila aturan itu dilanggar, misalnya perkawinan terjadi dalam satu marga misalnya Yelipele dengan Yelipele, maka dalam perkawinan itu sangat bertentangan dengan aturan adat dan bagi orang melanggarnya akan disebut ap-pawi dan he-pawi (laki-laki zina dan perempuan zina).
4.
Rukun
dan Syarat Perkawinan
Dalam perkawinan
adat suku Dani ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi, yaitu : (1) calon
suami, (2) calon istri, (3) wali, (4) saksi, dan (5) mahar.
Sedangkan syarat
untuk masing-masing rukun di atas adalah: (1) calon suami harus sudah siap
bekerja, sudah tumbuh kumis, dan mempunyai banyak babi; (2) calon istri harus
telah keluar susu (payudara telah membesar) dan telah mendapat menstruasi; (3)
wali harus adik atau kakak dari bapak, harus laki-laki, dan apabila tidak ada
lagi laki-laki maka perempuan juga bisa menjadi wali, yaitu dari ibu dan
saudara perempuan dari ibu; (4) saksi harus opselak dan aghosalak (bapak dan
ibu kandung), nyerugi (saudara dari bapak), inyeage (saudara dari ibu), dan
amilak (famili dari bapak).
5.
Pelaksana
Akad Nikah dan Pesta Perkawinan
Pada masyarakat
muslim Dani, setelah dilangsungkan pernikahan secara adat, dilanjutkan dengan
pernikahan massal. Dalam pelaksanaan nikah masal itu sendiri, setelah terkumpul
semua pengantin, kemudian penghulu dari Kantor Urusan Agama (KUA) melakukan
ijab qabul satu persatu.
Dalam perkawinan
muslim suku Dani Desa Asolipele mengenal empat jenis perkawinan yaitu: (1) pada
kesempatan wammawe (pesta daur hidup) selama 5-6 tahun sekali; (2) pesta
perkawinan dari pihak calon suami dan sepenuhnya pesta perkawinan
diselenggarakan di rumah tempat tinggal laki-laki calon suami si pengantin
gadis, (3) pesta perkawinan oleh orang tua si gadis; (4) pesta kedua dari pihak
calon suami bila si gadis telah dipestakan lebih dahulu oleh pihak keluarga
atau orang tuanya, setelah pengantin dibawa pulang ke rumah laki-laki calon
suami.
Beberapa unsur
penting yang dihadirkan dalam pesta perkawinan sebagai alat pembayaran tetapi
bukan mahar, yaitu yeeken (batu hitam), yerakeken (kerang laut), penansu
(jala), dan su-ewesu (noken, kantong dari anyaman serat kayu).[4]
Kesimpulan
Budaya merupakan suatu yang terjadi secara
turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dimana budaya bersifat
sebagai ciri khas suatu daerah tersebut dan budaya juga kebiasaan yang sering
ditemukan dimasyarakat itu sendiri. Salah satunya
suku di Papua, yang ada di daerah pedalaman Papua
yaitu suku Dani. Dimana warganya hingga
saat ini masih mempertahankan adat kebiasaan leluhur mereka.
Sejak dahulu, mata pencaharian pokok suku Dani yaitu
bercocok tanam dan beternak babi. Masyarakat muslim suku Dani menggunakan mahar
babi sebagai syarat untuk kawin. Suku Dani dalam ikatan perkawinan, laki-laki
berkewajiban membayar mahar kepada keluarga perempuan berupa babi. Berkaitan
dengan penggunaan mahar babi digunakan jika benar-benar dalam kondisi darurat.
Babi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya di daerah dataran tinggi
Papua.
Tradisi
perkawinan adat muslim Suku Dani diantaranya yaitu :
1)
Penentuan Jodoh dan Pelamaran
2)
Persiapan Perkawinan
3)
Larangan Perkawinan Satu Marga
4)
Rukun dan Syarat Perkawinan
5)
Pelaksanaan Akad Nikah dan Pesta
Perkawinan
[1] Wikipedia. Budaya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya. Diakses 7 November 2020.
[2] Aris Kurniawan.
“Budaya Indonesia”, https://www.gurupendidikan.co.id/budaya/. Diakses 17 Desember 2020.
[3] Yelipele, Adnan. 2015. "Hukum islam dan Adat di Papua". Cinta Buku Media. Tangerang Selatan. September 2015.
[4] Yelepele,
Umar dan Mohammad , Hefni. Perkawinan Adat Muslim Suku Dani di Papua. Vol. 7, No. 1, Juni 2012. Hal. 29
DAFTAR PUSTAKA
Aris,Kurniawan.“Budaya Indonesia”. https://www.gurupendidikan.co.id/budaya/. Diakses 17 Desember 2020.
Wikipedia. Budaya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya. Diakses 7 November 2020.
Yelipele,
Adnan. 2015. "Hukum islam dan Adat di Papua". Cinta
Buku Media. Tangerang Selatan. September 2015.
Yelepele,
Umar dan Mohammad , Hefni. Perkawinan Adat Muslim Suku Dani di Papua. Vol. 7, No. 1, Juni 2012.
No comments:
Post a Comment