Thursday, 3 December 2020

Penyimpangan Sosial

Alrida Miftahul Hayati

 

Penyimpangan sosial atau perilaku yang menyimpang merupakan tindakan individu maupun kelompok dalam masyarakat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan nilai dan norma – norma yang ada. Penyimpangan sosial juga dapat berbentuk pelanggaran terhadap norma yang berlaku.

Menurut Bruce J. Cohen ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan sosial, antara lain :

  1. Adanya perubahan terhadap norma yang berlaku.
  2. Norma tidak bersifat mutlak.
  3. Adanya individu yang terpengaruh oleh individu lain untuk melakukan tindakan menyimpang.
  4. Masih adanya individu yang belum paham dan belum memiliki wawasan yang cukup terkait norma – norma dan peraturan yang ada.
  5. Kurangnya kepercayaan individu atau masyarakat terhadap norma yang ada.
  6. Adanya konflik peran dalam individu.

 

Bentuk – Bentuk Penyimpangan Sosial

  1. Individual deviation (Penyimpangan individual) yang dilakukan oleh seorang individu saja, karena tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan norma yang ada, baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.
  2. Group deviation (Penyimpangan kelompok), penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang tidak mematuhi norma – norma yang ada.
  3. Mixture of both deviation (Penyimpangan campuran), yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh seorang individu di dalam suatu kelompok masyarakat yang saling berkaitan.

 

Jenis - Jenis Penyimpangan Sosial

  • Penyimpangan Sosial Primer, merupakan penyimpangan yang dilakukan seorang individu, namun masih bisa diberi toleransi oleh masyarakat. Atau juga dapat disebut penyimpangan yang bersifat sementara. Contohnya: Tidak jujurnya seorang penjual dalam memberikan produknya kepada seorang pembeli.
  • Penyimpangan Sosial Sekunder, merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh seorang invidu (pelaku penyimpang) yang tidak diberikan toleransi lagi oleh masyarakat. Contoh: Perampokan, pembunuhan.[1]

Penyimpangan sosial dapat mengganggu ketentraman dan keamanan dalam suatu lingkup masyarakat yang terjadi akibat perilaku menyimpang yang dilakukan seorang individu maupun kelompok. Terjadinya penyimpangan sosial ini dilakukan untuk menghindari nilai – nilai dan norma yang berlaku, atau dapat dikatakan perilaku yang menunjukkan penolakan terhadap suatu nilai dan norma.

Di Indonesia sendiri, masih banyak penyimpangan sosial yang terjadi, baik penyimpangan sosial primer, maupun penyimpangan sosial sekunder yang dilakukan oleh individual atau kelompok. Dalam masyarakat, pelaku penyimpang yang melakukan penyimpangan primer dan masih bisa ditoleransi, akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan atau norma yang ada dalam masyarakat tersebut. Dan pelaku penyimpang yang tindakannya tidak dapat ditoleransi oleh masyarakat, maka akan diserahkan ke pihak yang berwenang.

Penyebab Penyimpangan Sosial

Dari sudut sosiologi :

  1. Kurangnya pemahaman serta penyerapan kurang baik terhadap norma dan nilai yang berlaku.
  2. Anomie (tanpa norma), kenyataan dalam penerapan norma yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat.
  3. Hubungan diferential association, dimana lingkungan dapat mempengaruhi individu untuk melakukan suatu perilaku maupun tindakan yang menyimpang.
  4. Labelling, atau julukan yang diberi oleh individu lain terhadap seorang individu yang dapat mendorong individu tersebut melakukan tindakan yang menyimpang norma dan nilai sosial.[2]

Selain itu, penyimpangan sosial juga dapat disebabkan oleh adanya perbedaan status antara si miskin dan si kaya (ketimpangan sosial), kebutuhan ekonomi yang berbeda – beda, broken home dalam keluarga, media massa, dan semakin banyaknya sosialisasi yang berisi perilaku maupun kebudayaan yang menyimpang.[3] Penyimpangan ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun juga anak remaja yang masih dibawah umur. Salah satu penyebab terjadinya penyimpangan sosial pada kalangan remaja, yaitu kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua, serta minimnya edukasi mengenai nilai – nilai sosial dan norma yang berlaku, baik oleh orang tua, maupun oleh guru di sekolah.

Perilaku Penyimpangan Sosial

        1.      Penyalahgunaan Narkotika

Penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu tindakan penyimpangan yang banyak terjadi, termasuk di Indonesia. Tidak hanya orang dewasa, beberapa pelajar pun saat ini sudah ada yang mencoba – coba untuk mengonsumsi Narkotika. Dalam dunia pendidikan, sudah ada materi atau sosialisasi mengenai bahaya narkotika dan sudah tertera jelas sanksi bagi yang menyimpangnya. Namun, materi maupun sosialisasi tidak cukup untuk mencegah seorang individu yang ingin menggunakan narkotika. Jika seorang individu sudah masuk dalam jaringan narkotika, maka ia akan terus melakukan perbuatan menyimpang tersebut. Dan individu yang mengonsumsi narkotika secara terus – menerus akan mengalami ketergantungan pada obat terlarang tersebut.

        2.      Perkelahian Antar Pelajar (tawuran)

Tidak jarang terjadinya perkelahian antar pelajar (tawuran) yang rata – rata terjadi akibat adanya kesalahpahaman antar pelajar. Tawuran ini hanya memicu perpecahan antar pelajar dan tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahpahaman, lebih baik diselesaikan secara musyawarah antar pelajar yang bersangkutan untuk mendapatkan keputusan dan pemahaman yang baik.

        3.      Perilaku Seksual di Luar Nikah

Perilaku seksual di luar nikah sangat bertentangan dengan norma – norma yang ada dalam masyarakat maupun nilai agama. Kurangnya edukasi mengenai perilaku seksual di kalangan remaja dan masyarakat. Edukasi ini tidak hanya berasal dari pendidikan di sekolah, melainkan juga dari lingkungan dan keluarga.[4]

Perilaku penyimpangan seperti penyalahgunaan narkotika, tawuran antar pelajar, dan perilaku seksual di luar nikah merupakan permasalahan sosial yang tentu saja berlawanan dengan nilai – nilai dalam masyarakat, dan tidak diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu kita harus menguatkan iman, dan memilih lingkup pertemanan yang baik, serta melakukan hal – hal yang positif dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.

Dampak Penyimpangan Sosial

Dampak dari penyimpangan sosial bagi pelakunya, yaitu :

  • Dikucilkan dari lingkungan masyarakat.
  • Psikologis yang tertekan.
  • Selalu dihantui rasa bersalah.

Dampak penyimpangan sosial bagi masyarakat, yaitu :

  • Tingkat kriminalitas yang semakin tinggi akibat dari pengaruh buruk antara individu satu dengan individu lainnya.
  • Terganggunya keseimbangan sosial lingkungan tersebut.
  • Semakin banyaknya penyimpangan yang terjadi sehingga memudarkan nilai – nilai dan norma yang berlaku.[5]

Perilaku penyimpangan sosial tentu berdampak bagi pelaku penyimpang maupun masyarakat disekitarnya. Pelaku penyimpangan sosial pasti akan merasa bersalah atas tindakan atau perilaku yang dilakukannya yang tidak sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat. Masyarakat lainnya juga dapat terpengaruh untuk berbuat penyimpangan, sehingga meningkatnya kriminalitas. Namun, perilaku menyimpang juga dapat menjadi pendorong untuk berlangsungnya perubahan. Dapat dikatakan perilaku menyimpang dilakukan untuk sebuah penolakan agar terjadinya suatu keputusan atau perubahan baru sesuai dengan yang diinginkan. Meskipun begitu, tetap saja perilaku penyimpangan sosial umumnya bersifat negatif.

Cara – Cara untuk Mencegah Terjadinya Penyimpangan Sosial

  1. Meningkatkan kinerja dan fungsi lembaga – lembaga sosial, seperti polisi, pengadilan, dan lainnya untuk tetap mengawasi masyarakat untuk selalu menerapkan norma – norma maupun nilai – nilai sosial dalam kehidupan sehari – hari.
  2. Dalam lingkup keluarga, orang tua atau yang lebih tua seharusnya dapat memberikan contoh terhadap anaknya atau yang lebih muda. Selalu menunjukkan perbuatan dan perilaku yang terpuji untuk dicontoh. Memberikan pembelajaran agama yang baik, memberi perhatian, dan senantiasa menjaga dan mengawasi anak, terutama memberi edukasi terhadap penggunaan gadget atau media sosial agar anak tidak terpengaruh oleh hal – hal yang negatif dari sosial media.
  3. Dalam lingkup masyarakat untuk mencegah terjadinya penyimpangan sosial ini adalah melakukan pengamanan dan penjagaan yang semakin ketat, sehingga lingkungan tetap aman dan tertib dari pelaku – pelaku penyimpang. Hal ini dapat di lakukan dengan cara melakukan ronda malam secara bergantian oleh masyarakat. Selain untuk menjaga keamanan lingkungan, dengan adanya kegiatan ini akan meningkatkan hubungan dan komunikasi yang baik antar masyarakat sehingga menjadi masyarakat yang harmonis. Masyarakat juga dapat membuat peraturan atau berupa sanksi untuk pelaku penyimpang yang kemudian disepakati bersama.
  4. Meningkatkan pendidikan moral dan etika, sangat penting agar terciptanya individu yang berkualitas.[6]

Dalam upaya mencegah terjadinya penyimpangan sosial, diperlukan kerja sama yang baik dalam keluarga, lingkungan masyarakat, dan lembaga sosial. Selain itu juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan media massa dengan melihat hal – hal positif yang dapat dicontoh. Selain itu, upaya pencegahan perilaku menyimpang ini juga dapat dilakukan dalam diri individu, yaitu sadar akan nilai – nilai sosial dan norma yang berlaku, patuh akan norma yang berlaku, menguatkan iman dan mental, serta berpendirian teguh.

 

Kesimpulan

Penyimpangan sosial merupakan suatu perilaku maupun tindakan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan norma – norma dan nilai – nilai sosial yang berlaku. Individu yang melakukan penyimpangan disebut pelaku penyimpang. Bentuk penyimpangan sosial ada tiga, yaitu : Penyimpangan individu, penyimpangan kelompok, dan penyimpangan campuran (individu dengan kelompok). Terdapat 2 jenis penyimpangan sosial, yaitu : Penyimpangan primer, yaitu penyimpangan dalam skala kecil dan penyimpangan sekunder, yaitu penyimpangan dalam skala besar yang sulit untuk di toleransi oleh masyarakat. Menurut pandangan sosiologi, penyimpangan disebabkan oleh kurang baiknya pemahaman terhadap norma yang berlaku, penerapan norma yang tidak sesuai dengan harapan, pengaruh lingkungan, dan pengaruh julukan terhadap individu. Pelaku penyimpang akan dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya, sehingga dapat mengganggu kesehatan jiwanya dan dihantui rasa bersalah. Namun, penyimpangan sosial ini dapat dicegah dengan adanya kerja sama antar lembaga – lembaga sosial, masyarakat dan individu untuk menciptakan lingkungan yang damai dan tentram.

 


[1]Elisanti, dan Tintin Rostini. Sosiologi. Jakarta. 2009. Hal: 92 – 97

[2] Doddy AB, Muhammad, dan Tim Penulis Pustaka Gema Media. Menguasai IPS Sistem Kebut Semalam Edisi 6 Revisi. Depok. 2013. Hal: 238

[3] Alihamdan. “Materi Pelajaran Penyimpangan Sosial.”, 2018, https://www.alihamdan.id/penyimpangan-sosial/ . Diakses 27 November 2020.

[4] Ruswanto. Sosiologi. Jakarta. 2009. Hal: 111 – 114

[5] Unnes. “Penyimpangan Sosial.”,  http://blog.unnes.ac.id/wp-content/uploads/sites/98/2015/11/perilaku-menyimpang.pdf . Diakses 27 November 2020.

[6] Elisanti, dan Tintin Rostini. Sosiologi. Jakarta. 2009. Hal: 101 – 102

  

Daftar Pustaka

Elisanti, dan Tintin Rostini. 2009. Sosiologi. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Doddy AB, Muhammad, dan Tim Penulis Pustaka Gema Media. 2013. Menguasai IPS Sistem Kebut Semalam Edisi 6 Revisi. Jakarta : Pustaka Gema Media.

Ruswanto. 2009. Sosiologi. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Alihamdan. “Materi Pelajaran Penyimpangan Sosial.” https://www.alihamdan.id/penyimpangan-sosial/ . Diakses pada 27 November 2020.

Unnes. “Penyimpangan Sosial.” http://blog.unnes.ac.id/wp-content/uploads/sites/98/2015/11/perilaku-menyimpang.pdf .

 

Pembangunan Sebagai Proses Perubahan Dalam Kesinambungan Masyarakat Indonesia

Fajar Prasetyo


Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan. Perubahan-perubahan tersebut bagi masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang menelaahnya, dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang menyolok, adapula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada pula yang berjalan cepat[1]. Memiliki unsur-unsur sosial seperti kelompok-kelompok sosial, lembaga-lembaga sosial, kebudayaan, kekuasaan, dan stratifikasi. Unsur-unsur sosial dalam masyarakat senantiasa berkembang dan berubah. Masing-masing unsur tersebut sifat dan perkembangannya berbeda-beda karena mengalami perubahan akibat pengaruh lingkungan.

Dinamika atau perubahan ini terjadi karena manusia sebagai makhluk sosial saling berinteraksi antara individu satu dengan individu yang lain. Interaksi tersebut akan menimbulkan perubahan sosial budaya[2]. Dinamika peradaban manusia dalam sejarahnya selalu tumbuh dan berkembang secara dinamis sejalan dengan perubahan perubahan yang terjadi dalam setiap sejarah kehidupan manusia itu sendiri. Sebagai makhluk yang terus mencari dan menyempurnakan dirinya, manusia senantiasa berusaha dan berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya untuk tetap eksis tengah kebersamaannya di tengah manusia lainnya[3].

Dinamika atau perubahan sosial bisa diartikan sebagai semua perubahan yang terdapat pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan atau dinamika pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari suatu kelompok-kelompok sosial. Masih banyak faktor yang menjadi penyebab daripada perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun mempengaruhi proses suatu perubahan sosial.

Perubahan yang terjadi untuk masyarakat Indonesia sebenarnya sudah ada yaitu sejak zaman dahulu, tapi perubahan yang direncanakan oleh masyarakat sebagai suatu bangsa dimulai sejak bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Mulai saat itu, bangsa Indonesia telah menyatakan atau menetapkan bahwa kehidupan masyarakat yang merdeka, berdaulat, dan bebas dari pengaruh bangsa lain. Bangsa Indonesia mempiunyai hak dalam mengubah nasibnya sendiri sesuai dengan kepentingan hidup masyarakat. Untuk itu, ditetapkan UUD 1945 sebagai dasar negara dan Pancasila sebagai falsafah daripada hidup bangsa.

1.      Pemeliharaan Nilai-nilai Luhur Sebagai Upaya Mempertahankan Kesinambungan Masyarakat Indonesia

   Suatu proses dalam penyesuaian situasi dan kondisi masyarakat yang mana pada umumnya rawan karena mulai ditinggalnya nilai-nilai lama, sedangkan nilai yang baru belum menjadi suatu lembaga. Semuaa perubahan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diharapkan akan tetap menjaga keutuhan dan kesinambungan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia yang berkesinambungan adalah masyarakat yang kuat, bersatu, dan dinamis.

2.      Pembangunan dan Modernisasi

          Sebuah masyarakat yang sedang mengalami pembangunan sekaligus juga di dalamnya sedang mengalami proses modernisasi, hal ini sesuai dengan teori perubahan social yang bersifat linear. Sebuah masyarakat modern adalah masyarakat yang memiliki ciri-ciri modern. Ada sejumlah ciri suatu masyarakat dikatakan modern.

          Perubahan sosial yang direncanakan seringkali disebut dengan pembangunan. Konsep pembangunan mengandung makna sebuah perubahan positif yang direncanakan, terarah, dan dilakukan dengan sadar/disengaja. Konsep pembangunan dalam beberapa hal seringkali kali saling bersamaan dengan konsep modernisasi. Karena itu seringkali orang menggunakan kata pembangunan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur modernisasi. Begitu pula kata modernisasi sering digunakan tumpang tindih dengan kata pembangunan

v  Ciri-ciri Masyarakat tradisional yaitu:

a.       Efektivitas yaitu hubungan antar anggota masyarakat berdasarkan kasih sayang.

b.      Orientasi kolektif yaitu mereka lebih mengutamakan kepentingan kelompok atau kebersamaan seperti gotong royong.

c.       Partikularisme yaitu segala sesuatu ada hubungannya dengan sesuatu yang berlaku didaerah tertentu dan ada hubungannya dengan kebersamaan.

d.       Askripsi yaitu dimana sesuatu yang mereka miliki didapat dari pewaris generasi sebelumnya.

e.       Diffuseness(kekaburan) yaitu dimana dalam mengungkapkan sesuatu tidak langsung atau terus terang.

v  Ciri-ciri Masyarakat modern yaitu:

a.       Netralis efektif yaitu bersikap netral

b.      Lebih mementingkan kepentingan individu

c.       Bersifat universal atau menerima sesuatu dengan obyektif

d.      Prestasi yang lebih diutamakan

          Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang kehidupannya masih kental dengan adat istiadat didaerah tertentu. Sedangkan Masyrakat Modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya memiliki pengenalan suatu daripada nilai budaya yang arahnya adalah pada kehidupan dalam peradaban masa kini.

          Dalam hal ini ada suatu peristiwa yang terjadi dalam suatu proses perubahan yang disebut modernisasi yaitu mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial menuju pola ekonomis dan politik yang menjadi ciri-ciri sebuah Negara yang stabil. Perbedaan antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern dapat dilihat dari segi pola pemikiran mereka, kebudayaan, kepercayaan yang mereka anut, dari segi tempat tinggal, alat yang mereka gunakan, pakaian yang mereka kenakan, bahasa yang mereka gunakan, kehidupan sosialnya, alat komunikasi dan transformasi.

          Namun dampak negative dari modernisasi adalah luntur atau pudarnya norma atau nilai-nilai dalam masyarakat tertentu, Tak lepas dari globalisasi yang menyebabkan masyarakat modern mengakibatkan lebih mementingkan kehidupan pribadi mereka tanpa memperdulikan masyarakat banyak.

3.      Faktor – Faktor Budaya yang Menghambat Pembangunan

   Proses pembangunan tidak selalu berjalan mulus, karena dihadapkan bebarapa permasalahan, salah satunya permasalahan mentalitas atau budaya. Ada budaya - budaya yang menghambat proses pembangunan itu sendiri. Salah satu contoh hambatan budaya itu seperti keterkaitan orang Jawa terhadap tanah yang mereka tempati. Tanah secara turun temurun diyakini sebagai pemberi berkah kehidupan. Mereka enggan meninggalkan kampung halamannya atau beralih pola hidup sebagai petani.

         Padahal hidup mereka umumnya miskin. Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang, misalnya pada awal program Keluarga Berencana terjadi penolakan oleh sebagian masyarakat, Mereka beranggapan bahwa banyak anak adalah banyak rezeki. Hambatan budaya yang berkaitan dengan faktor psikologis, seperti upaya untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena bencana alam banyak mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran penduduk bahwa di tempat yang baru, hidup mereka akan lebih sengsara dibandingkan dengan hidup mereka di tempat yang lama.

         Masyarakat daerah-daerah terpencil yang kurang komunikasi dengan masyarakat luar, karena pengetahuannya serba terbatas seolah-olah tertutup untuk menerima program-program pembangunan. Sikap tradisioanalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru. Sikap ini sangat mengagung-agungkan budaya tradisional sedemikian rupa, yang menganggap hal-hal baru itu akan merusak tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki secara turun-temurun. Sikap Etnosentrisme adalah sikap yang membesar-besarkan budaya suku bangsanya sendiri dan budaya suku bangsa lain dianggap rendah. Sikap semacam ini akan mudah memicu timbulnya kasus-kasus sara, yakni suku, agama, ras, dan antar golongan, sikap seperti ini akan menghambat terciptanya integrasi nasional.

 

Kesimpulan

Arti daripada perubahan sosial adalah sebagai semua perubahan yang terdapat pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Tujuan yang terdapat pada perubahan adalah untuk membentuk manusia seutuhnya dan bagi semua masyarakat Indonesia, berarti pula menjaga dan melanjutkan kesinambungan masyarakat Indonesia. Jika tujuan tersebut tercapai maka kesinambungan masyarakat Indonesia akan tercapai. Dalam proses penyesuaian situasi dan kondisi masyarakat umumnya rawan karena nilai-nilai lama mulai ditinggalkan, sedangkan nilai baru belum melembaga. Masyarakat Indonesia yang berkesinambungan adalah masyarakat yang kuat, bersatu, dan dinamis.

Pembangunan memiliki kandungan makna yaitu sebuah perubahan sosial secara positif yang direncanakan, terarah, dan dilakukan dengan disengaja. Modernisasi merupakan usaha penyesuaian hidup dengan kondisi dunia sekarang ini. Modernisasi dapat terwujud melalui beberapa syarat, yaitu Cara berpikir ilmiah yang institusionalized, sistem administrasi negara yang baik yang benar-benar mewujudkan birokrasi, sistem pengumpulan data yang baik dan teratur, cara penggunaan alat komunikasi massa yang baik dan teratur, tingkat organisasi yang tinggi, disiplin yang tinggi, dan adanya sentralisasi wewenang. Pembangunan tidak selalu berjalan mulus, karena dihadapkan bebarapa permasalahan, salah satunya permasalahan mentalitas atau budaya, Ada budaya-budaya yang menghambat proses pembangunan baik yang bersifat psikologis, persepsi yang keliru , tradisi , dan sikap mental yang tidak mendukung.

 

1Lumintang, Juliana. Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Kemajuan Pembangunan Masyarakat Di Desa Tara-Tara I. E-journal Acta Diurma. Vol. 4, No. 2, 2015. Hal. 1.

2Ruswanto. Sosiologi untuk SMA / MA kelas XII Program Studi Ilmu Sosial. Jakarta.2009. Hal.17.

3Marius, Jelamu Ardu. Perubahan Sosial. Jurnal Penyuluhan. Vol. 2, No. 2, 2006. Hal. 126.

 

DAFTAR PUSTAKA 

Lumintang, Juliana. Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Kemajuan Pembangunan Masyarakat Di Desa Tara-Tara I. E-journal Acta Diurma. Vol. 4, No. 2, 2015.

Ruswanto. 2009. Sosiologi untuk SMA / MA kelas XII Program Studi Ilmu Sosial. Departemen Pendidikan Nasional.  Jakarta.

Marius, Jelamu Ardu. Perubahan Sosial. Jurnal Penyuluhan. Vol. 2, No. 2, 2006.

TENUN SONGKET MELAYU RIAU

Rika Amelia


Songket diambil dari kata sungkit yang berarti mencungkil juga terdapat proses mengait.  Terdapat banyak istilah dari berbagai daerah di Indonesia, seperti dari Palembang yang menyebut songket berasal dari kata songko yang berarti saat pertama kali orang menggunakan benang emas untuk benang hiasan sebuah ikat kepala. Di Bali kata nyuntik dalam proses menenun dapat diartikan juga sebagai perencanaan motif. Di daerah Sulawesi Tengah disebut sarung subi yaitu benang emas dan perak yang terdapat pada kain songket. Di sumbawa, songket berarti kain tenun yang dihias dengan benang perak dan emas. Penggunaan istilah-istilah songket ini berbeda-beda di setiap daerah karna tampak dari teknik pembuatannya yang berbeda pula.[1]

Tenun songket pertama kali diperkenalkan oleh seorang pengrajin bernama Wan Siti Binti Wan Karim yang didatangkan dari Kerajaan Terengganu dan dibawa ke Siak Sri Indrapura pada masa Kerajaan Siak diperintah oleh Sultan Sayid Ali. Tengku Maharatu adalah orang yang berperan penting dalam perkembangan kain tenun songket Melayu di Riau. Selain itu, beliau merupakan  permaisuri dari Sultan Syarif Kasim II yang kedua, setelah permaisuri pertama yaitu Tengku Agung meninggal dunia. Dia melanjutkan perjuangan kakaknya mengajarkan cara bertenun kepada kaum perempuan di Siak sehingga mereka bisa meningkatkan kedudukan kaum perempuan di Siak.[2]

Kerajinan tenun songket masih bertahan hingga saat ini disebabkan peran aktif masyarakat pengikut dari budaya tersebut, yang selalu memakai dan mempertahankan kerajinan tenun songket. Penggunaan tenun songket juga sering dijumpai pada setiap waktu dan kesempatan. Dilihat di masa sekarang penggunaan tenun songket memiliki beberapa fungsi yaitu:[3]

        1.      Fungsi Pakaian

Maksud dari fungsi pakaian yaitu masyarakat menggunakan tenun songket sebagai pakaian dan kelengkapannya. Saat ini kain tenun songket masih digunakan untuk pakaian, baik pakaian adat maupun pakaian masyarakat umum. Akan tetapi kain tenun songket lebih banyak digunakan untuk berbagai aktivitas seperti pakaian kantor. Selain digunakan untuk pakaian, kain tenun songket juga bisa digunakan sebagai perlengkapan seperti tas, dompet, sendal maupun sepatu. Hal ini disebabkan karena dalam berpakaian orang-orang cenderung memakai seragam agar lebih serasi

        2.      Fungsi Estetis

Selain untuk pakaian, kain tenun songket juga berfungsi sebagai nilai estetis, dimana orang-orang memakai kain tenun songket bukan sekedar menutupi tubuh melainkan untuk keindahannya. Keindahannya dapat terlihat dari motif-motif di permukaan kain tenun songket tersebut.

        3.      Fungsi Ekonomi

Saat ini kain tenun songket Melayu dijadikan mata pencarian bagi sebagian kalangan terutama pengrajin kain tersebut. Dahulu kain tenun Siak dibuat untuk dijadikan pakaian sendiri, untuk keperluan acara besar seperti pernikahan atau acara sakral lainnya dan tidak diperjual belikan, berbeda dengan sekarang dimana kain tenun songket Siak dibuat dan dapat diperjual belikan. Pada masa sekarang kain tenun songket memiliki nilai ekonomis yang tinggi, menjualnya juga cukup mudah dan dapat dipasarkan dimana-mana.

        4.      Fungsi Sosial

Kain tenun songket juga mempunyai fungsi sosial, yaitu jika seseorang memakai kain tenun songket maka dapat menunjukkan status dan hubungan sosial antara satu dengan yang lainnya. Namun ada ketentuan yang sudah disepakati walau tidak ada bukti tertulisnya, yaitu untuk warna kuning dan hitam tidak boleh dipakai oleh sembarang orang karena warna itu hanya boleh dipakai untuk datuk-datuk atau keturunan kerajaan saja. Akan tetapi selain dari warna itu boleh dipakai oleh siapa saja termasuk pendatang, sesuai dengan pepatah “dimana bumi dipijak disitu langit di junjung”.

Motif Tenun Songket Melayu Riau

Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam, salah satunya adalah tenun songket. Tenun songket sendiri memiliki banyak motif yang mana tiap motif memiliki arti tertentu dan mecerminkan pandangan hidup manusia. Ada 4 pusat tenun di Riau yaitu di Rokan Hilir, Bengkalis, Siak dan Indragiri Hulu dan memiliki motif yang berbeda di setiap daerah, kurang lebih ada 140 macam motif dari Riau.

Berikut ini merupakan motif yang berasal dari  siak:

        1.      Pucuk Rebung

Motif ini memiliki makna kesabaran dan kesuburan. Bentuk motif ini menyerupai pucuk tunas bambu yang baru tumbuh dan berbentuk runcing. Bagian pada pangkalnya besar dan akan semakin kecil keatas. Pada permukaannya dikelilingi daun-daun muda berbentuk segitiga yang ujungnya runcing seperti pedang.

        2.      Siku Keluang

Motif Siku Keluang bermakna kepribadian yang memiliki sikap dan tanggung jawab. Motif ini berbentuk seperti sudut sayap kelelawar yang melambangkan nilai tanggung jawab yang harus diamalkan di kehidupan sehari-hari.

        3.      Bunga Cengkih

Pada motif ini, bunga dan kuntumnya menjadi “mahkota” di dalam hiasannya dan memiliki arti kasih sayang, bersih dan lemah lembut, termasuk pada motif bunga cengkih ini.

        4.      Tampuk manggis

Memiliki arti manis, sopan santun dan berbudi pekerti.

        5.      Semut beriring

Motif ini memiliki arti kerukunan dan gotong royong karena tecermin dari sifat semut yang senantiasa bekerja sama dan bila bertemu saling merangkul.

        6.      Itik Pulang Petang

Motif ini memiliki arti kerukunan dan persatuan, hal in tecermin dari sikap itik yang selalu beriringan dengan serasi dan rukun sehingga bisa menjadi contoh kehidupan.

        7.      Awan Larat

Motif ini memiliki arti budi dan kearifan serta lemah lembut. Motif ini berbentuk awan yang tertiup angin dan ada juga yang menyebutkan jika nama ini berasal dari nama anak kecil bernama awing yang menggaris di tanah hingga melarat-larat dan menghasilkan bentuk yang sangat indah.

     Motif yang beragam bentuk dan ditempatkan pada pakaian adat maupun pakaian resmi  maka pakaian yang terbuat dari songket tersebut akan memberikan makna yang sangat baik bagi yang memakainya maupun yang melihatnya. Dan dari sini kita dapat mengartikan bahwa kain songket dapat memberikan simbol adat dan marwah yang tinggi.

      Abdul Malik, dkk (2004), mengatakan bahwa pakaian orang melayu yang terbuat dari tenun yang kaya akan khazanah kebudayaan harus mempunyai nilai yang sangat tinggi dan bukan hanya sekedar berfungsi melindungi tubuh saja, tetapi lebih dari itu, seperti berfungsi menutup malu, menjemput budi, menjunjung adat dan menjunjung bangsa.

     Hal ini memberikan arti bahwa orang melayu memiliki nilai pragmatis, dan juga bernilai religius, adat, kultural dan estetis. Sesuai ungkapan dalam budaya Melayu yang berbunyi “pantang memakai memandai-mandai” artinya pakaian yang terbuat dari tenun songket tidak bisa dipakai sembarang tempat, melainkan mengikuti ketentuan yang diatur oleh adat.

Peraturan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Hasil Tenun Songket Melayu

        Perlindungan hukum pada songket bukan hal baru lagi bagi bangsa Indonesia karena masih perlu adanya kesadaran dan timbulnya minat serta rasa bangga untuk menciptakan karya intelektual dan penemuan khususnya di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Selain itu perlunya menanamkan rasa tanggung jawab yang tinggi agar memanfaatkan karyanya dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat dan tidak hanya menjamin kepastian perlindungan hukum untuk pribadi.

          Songket merupakan harta berharga dalam budaya yang memiliki peran sebagai jati diri orang Melayu. Pakaian berfungsi untuk menutupi badan juga mengikuti norma-norma sosial. Di dalam agama juga menganjurkan tata cara dan sopan santun dalam berpakaian. Selain itu dalam berpakaian terbentuk nilai-nilai keindahan dan etika masyarakat yang mendukungnya. Pakaian ini berfungsi di berbagai aktivitas adat-istiadat, seperti dalam upacara sunat Rasul, mengabsahkan pemimpin, dan lain sebagainya.

       Tujuan perlindungan hukum hak cipta, yaitu untuk menetapkan hak pencipta dan menjamin perlindungan terhadap karya yang berkaitan dengan pemanfaatan kebudayaan yang adil dan benar juga dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan perdaban umat manusia. [4]

       Perlindungan atas karya cipta yang dibutuhkan oleh penciptanya adalah:

  1. Terdapatnya otentifikasi atas penciptaan dari sebuah karya cipta
  2. Dapat memberikan jaminan terhadap integritas dari karya cipta
  3. Penyalinan secara sah, penyebarluasan/mengkomunikasikan lebih lanjut kepada publik adalah tidak diperkenankan apabila pencipta tidak menghendakinnya
  4. Seorang pencipta mempunyai kepentingan untuk mengkomersilkan karya cipta secara elektronik
  5. Karya cipta dapat diberikan secara terbatas kepada pihak yang berwenang
  6. Akses terhadap pencipta mempunyai kepastian akan adanya pembayaran yang sepadan atas karya ciptanya

 

KESIMPULAN

Tenun songket memiliki arti mencungkil dan mengait. Diperkenalkan oleh Wan Siti Binti Wan Karim dari Kerajaan Terengganu pada masa Sultan Sayid Ali. Di masa sekarang tenun songket memiliki fungsi sebagai pakaian, keindahan, ekonomi dan sosial. Motif songket ini pun memiliki lebih kurang 140 jenis, yang mana setiap motifnya memiliki makna bagi yang melihat maupun yang memakai.

 


[1]  Lestari, S., & Riyanti, M. T. (2017). Kajian Motif Tenun Songket Melayu Siak Tradisional Khas Riau. Jurnal Dimensi DKV Seni Rupa dan Desain. 2017. Hal. 37

[2] Riau Daily Photo. “Sejarah Tenun Songket Sial Melayu Riau”, http://www.riaudailyphoto.com/2012/01/sejarah-tenun-songket-siak-melayu-riau.html. Diakses 28 November 2020

[3]  Guslinda, G. Kerajinan Tenun Songket Melayu Riau Untuk Pelestarian Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Guru. Hal. 127

[4]  Hanifah, M. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Hasil Tenun Songket Melayu Menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Jurnal Ilmu Hukum.

  

DAFTAR PUSTAKA

Guslinda, G. Kerajinan Tenun Songket Melayu Riau Untuk Pelestarian Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Guru, 2(1), 124-130.

Hanifah, M. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Hasil Tenun Songket Melayu Menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Jurnal Ilmu Hukum, 6(2), 183-188.

Lestari, S., & Riyanti, M. T. (2017). Kajian Motif Tenun Songket Melayu Siak Tradisional Khas Riau. Jurnal Dimensi DKV Seni Rupa dan Desain, 2(1), 33-48.

Riau Daily Photo. “Sejarah Tenun Songket Sial Melayu Riau”, http://www.riaudailyphoto.com/2012/01/sejarah-tenun-songket-siak-melayu-riau.html. Diakses 28 November 2020

 

TOKOH SOSIOLOGI INDONESIA: MOCHTAR NAIM

Nofia Firdayanti

  

Mochtar Naim  lahir pada tanggal  25 Desember 1932 di Nagari Sungai Penuh Kerinci, Jambi. Beliau merupakan  seorang antropolog dan sosiolog ternama di  Indonesia. Tokoh yang sangat disegani. Selain sebagai seorang sosiolog ternama, Mochtar Naim juga tampil sangat  terkemuka sebagai ahli Minangkabau. Di beberapa kali seminar dan dalam tulisan-tulisannya, Mochtar sendiri kerap kali membagi budaya Nusantara dalam dua konsep aliran yaitu polarisasi budaya yang digambarkan Mochtar adalah konsep budaya yang bercirikan sentrifugal yang diwakili oleh budaya M yaitu Minangkabau, dan berlawanan dengan konsep budaya sentripetal-sinkretis yang diwakili oleh budaya J yaitu  Jawa. [1]

Nama seorang Mochtar Naim dan dunia Minangkabau seolah-olah di ibaratkan dalam dua sisi mata uang yang sulit untuk dipisahkan. Karena dalam sejarah telah mecatat bahwa Mochtar Naim

Wednesday, 2 December 2020

TOKOH ANTROPOLOGI : RUTH BENEDICT

Dewi Ayuni             


Ruth Fulton Benedict ( lahir 5 juni 1887 di New York, Amerika Serikat -meninggal 17 September 1948 di New York pada umur 61 tahun). Ruth Benedict adalah seorang antropolog berkebangsaan Amerika yang menciptakan teori yang berpengaruh besar pada antropologi budaya, khususnya di bidang budaya dan kepribadian. Benedict lahir dari pasangan Beatrice (Shattuck) dan Frederick Fulton. Ayahnya adalah seorang dokter dan ahli bedah homeopati, sedangkan ibunya bekerja di kota sebagai guru sekolah. Benedict lulus di Perguruan Tinggi Vasar pada tahun 1909, kemudian ia tinggal di Eropa selama satu tahun. Sepulang dari Eropa, Benedict menetap di California dan mengajar di sekolah – sekolah perempuan. Pada tahun 1914 Benedict kembali lagi ke New York, kemudian menikah dengan Stanley Benedict, namun pernikahan Benedict tidak berlangsung lama karena mereka bercerai beberapa tahun setelah menikah. Pada musim gugur tepatnya tahun 1919, Benedict terdaftar di sebuah sekolah

MINUMAN KHAS MELAYU RIAU

Salsabila Asri Negara Indonesia memiliki berbagai macam masyarakat dengan latar belakang dan keinginan yang berbeda. Indonesia juga memp...